30' Ekspetasi

2.5K 138 6
                                    


4 bulan kemudian.

Cahaya matahari menyelinap masuk melalui sela-sela kecil gorden berwarna biru yang terpasang di kamar Rara. Gadis itu tertidur lelap diatas ranjang, ditemani guling sejatinya yang selalu ada disetiap tidur Rara. Seulas senyum tipis menghiasi wajahnya yang tentram, seolah Rara sedang memimpikan Adit sedang melamarnya di pinggir pantai dengan pemandangan matahari terbenam.

Jam dinding menunjukkan pukul 5 pagi, dimana detik itu alarm di ponsel Rara akan segera berbunyi nyaring. Lantas, kedua mata Rara sontak terbuka ketika alarmnya berbunyi melantunkan lagu hits The Soulvibe. Tangan kanannya refleks bergerak mematikan alarm di ponselnya.

Rara menghela napas kesal, namun detik kemudian sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman. Dengan semangat, ia bangkit dari ranjangnya, membawa kakinya menuju jendela kamar yang tertutup gorden. Kedua tangannya bergerak membuka gorden dan dalam sekejap cahaya matahari merambat lurus menerpa wajah Rara. Ia membuka jendelanya, udara sejuk kontan membelai wajahnya dengan halus. Rara menarik napasnya dalam-dalam, matanya menutup, menikmati kesejukkan di pagi hari, lalu kembali menghembuskannya melalui mulut.

Ia melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi, dan bersiap-siap untuk pergi kesekolah. Dalam setengah jam, Rara sudah selesai, karena ia bukan tipe cewek yang datang kesekolah untuk fashion show. Ia kesekolah untuk belajar, walaupun awalnya sebelum bertemu Adit, tujuannya datang kesekolah karena paksaan.

But, she's changed now.

"Pagi, Mah, Pah, Kila," sapa Rara dengan senyum lebar menghiasi wajahnya yang berseri-seri. Ia menghampiri meja makan dimana keluarganya berkumpul.

Semuanya merespon, tapi yang terdengar oleh telinga Rara hanya suara Karin. "Pagi, Sayang..." Karin tersenyum manis. "Nih, ada selai kesukaan kamu, Nutella. Mama baru beli kemarin malam."

Rara segera duduk disebelah Kila dengan antusias. "Mau!" Ia mengambil selai berwarna cokelat itu dengan pisau roti dan mengolesinya pada roti gandum.

Mau tahu, nggak, kenapa hari ini Rara begitu senang? Because today...

is her birthday!

Rara memiliki ekspetasi yang besar terhadap ulang tahunnya yang ke-16 ini. Secara hidupnya kini sudah berubah dengan keluarganya yang selalu bersikap hangat kepadanya dan pacarnya yang super ganteng nan konyol,

but sweet as tart.

"Lo nanti malem ada jadwal manggung, nggak?"

Rara menggeleng sambil melahap rotinya yang sudah dilipat. Kebiasaan Rara kalau makan roti, pasti satu-satu lapis. Entah sejak kapan kebiasaan itu dimulai. Mungkin dari umurnya sekitar delapan tahun?

"Kayaknya, sih, nggak ada. Khanza belum ngabarin apa-apa. Emangnya kenapa?"

"Temen-temen cowok gue yang ngefans sama lo, pengen ketemu. Terus kalo bisa ajak semua anggotanya, karena temen gue juga ada yang cewek."

"Mau, sih, gue," sahut Rara. "Tapi kalo ajak Adit enggak, deh. Entar dia-nya kesenengan." Rara menambahkan sambil mengedikkan bahunya.

"Takut dia-nya kesenengan, atau kamunya yang jealous?" Karin menyambar dengan tatapan jahil.

"Ya... dua-duanya, sih," jawab Rara polos, sambil secara acuh mengoles selapis roti lagi dengan selai.

"Yee, itu maruk, dong, namanya," John memutar bola matanya. Sebagai laki-laki, ia juga pernah mengalami masa-masa pacaran dimana istrinya, Karin, berubah menjadi sosok cewek yang baper abis, cemburuan nggak jelas, dan over protective.

Sleeping Rara [On Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang