31' Surprise!

2.5K 139 5
                                    

Ini chapter paling panjang yang pernah gue tulis, kalo nggak salah.

Semangat ya bacanya! :3

***

Sebagai final touch, Rara mengoleskan lipstik matte berwarna nude pada bibirnya. Gadis itu menyunggingkan sebuah senyuman di depan kaca rias, sebelum memasukkan lipstiknya kembali kedalam tas make up miliknya.

Rara bergegas keluar kamar, menuruni tangga--dengan balutan sweater berwarna soft pink yang dipadu dengan rok tenis--dan bertemu pandang dengan Adit yang sudah menunggunya sejak tadi di ruang keluarga. Laki-laki itu mengulas senyum kearahnya seraya berdiri dari bangku, senyum yang selalu membuat hati Rara menghangat.

"Kila udah berangkat duluan, ya?" tanya Rara, menghampiri dapur terlebih dahulu untuk mengambil susu.

Adit mengangguk. "Iya, naik Uber dia dari sejam yang lalu."

Rara manggut-manggut. Sebenarnya, Rara juga bingung kenapa kakaknya itu berangkat duluan. Seharusnya dia bisa nebeng Adit juga, toh entar disana ketemu juga sama teman-temannya itu. Oh, atau mungkin kakaknya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan mereka? Nah iya, bisa jadi.

"Mama kamu dimana?"

"Pergi, katanya ada acara." Sehabis mengambil susu, Rara berjalan menghampiri Adit. "Yang lain gimana?"

"Udah jalan juga kayaknya. Khanza bareng Dio, ya?"

Rara mengangguk. "Ayo, jalan." Rara menggandeng tangan Adit, menariknya keluar dari rumah.

Setelah mengunci rumah dan pagar, Rara memasuki mobil Adit dan laki-laki itu langsung melajukan mobilnya. Sepanjang perjalanan, Rara terus memikirkan kenapa dan mengapa pacarnya itu sampai sekarang tidak mengingat ulang tahunnya. Padahal Rara sudah pernah sekali memberitahu tanggal dan bulan kelahirannya beberapa waktu yang lalu kepada Adit.

Masa dia lupa?

"Kamu kenapa diem aja?" Adit tiba-tiba bertanya, mengusik pikirannya.

"Lagi bete." Rara memanyunkan bibirnya tanpa memandang Adit.

"Bete kenapa? 'Kan kita mau jalan, kok bete?"

"Bete aja."

"Oh."

Rara melirik Adit dengan mata melebar. Oh? Cuma oh balasannya? Ih, Adit kenapa, sih?, Rara membatin kesal. Biasanya kalau Rara lagi bete, pasti Adit akan menghalalkan segala cara untuk menghiburnya. Namun, sekarang? Kenapa hanya oh balasannya? Kenapa dia diam saja? Seolah dia sudah tidak peduli dan lelah dengan sikap bete Rara. Apa mungkin Adit sudah capek berpacaran dengannya?

Tuh, kan. Mendadak rasa over protective-nya muncul lagi, rasa takut kehilangan menerjang hatinya lagi. Rara nggak mau kehilangan Adit.

"Kamu beneran nggak inget ini hari apa?" tanya Rara sekali lagi, memastikan.

Adit menoleh sekilas, sebelum menjawab, "Lah, senin, 'kan?"

Rara berdecak kesal. "Ih, kamu mah!"

"Kenapa, sih? Emang aku salah? Emang beneran senin, 'kan? Lagian kenapa kamu nanyain terus, sih?"

Sungguh menyebalkan.

"Terserah, deh. Aku capek."

"Lho? Kenapa kamu jadi marah?"

Sleeping Rara [On Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang