Hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di kampus di semester tujuh.
Semester akhir yang kata kakak kelas adalah semester yang bikin kita ngubah mindset kita sendiri bahwa tanda tangan dosen lebih berharga daripada tiket konser boyband korea.
Dan, yeah hari ini jadwal diumumkannya dosen pembimbing baru yang akan membimbingku menyusun skripsi.
Kenapa pembimbing baru? Soalnya pembimbing lamaku, Bu Sera, lagi cuti hamil. Alhasil, sistem bimbingan dirombak ulang.
Aku pun melangkah menuju ruang dosen. Tadi Bu Yola berpesan padaku untuk mengambil selembaran kertas pengumuman dan memintaku untuk menempelkannya di mading.
Sesampainya di ruang dosen, aku memasuki ruangan tersebut. Kepalaku celingak-celinguk ke sana ke mari. Ruangannya nampak kosong.
Mungkin lagi pada rapat? Ah, bukan urusan aku.
Pengen langsung masuk, tapi takut.
Akhirnya aku memilih untuk bertukar pesan terlebih dahulu sama Bu Yola.
Setelah mendapatkan izin dari beliau, aku memberanikan diri untuk masuk ke ruang dosen. Kakiku melangkah menuju di mana meja Bu Yola berada.
"Nah, ini dia."
Buru-buru aku mengambil selembaran kertas yang tergeletak apik di meja Bu Yola. Niatku pingin cepat-cepat keluar dari sini karena nggak enak juga nyelonong masuk ruang dosen yang kosong.
Takut-takut ada barang yang hilang.
Nanti malah aku yang dituduh.
"Ngapain kamu di situ?"
Aku terlonjak kaget mendengar suara berat yang tiba-tiba di belakangku. Segera kubalikkan tubuhku menghadapnya.
Oh my goat.
Ganteng pisan!
Aku nggak kenal sama dia. Tapi dari penampilannya kayaknya dia staff baru di sini.
Kenapa staff kampus yang ganteng kayak gini harus hadir di saat-saat terakhir aku mau lulus?
Yang ganteng kayak begini harus dilestarikan!
"Disuruh ngambil ini Mas sama Bu Yola," jelasku seraya menunjukkan selembaran kertas HVS A4 di tanganku ke arahnya. Setelah itu, aku tersenyum sekilas dan melangkah melewatinya.
"Di sini nggak pernah ada kuliah umum yang bahas tentang etika ya? Mahasiswa kok ngomong sama dosen manggilnya 'Mas'. Nggak sopan."
Saat itu juga tapakan kakiku berhenti nggak jauh dari sana. Aku kaget bukan main.
Mas-mas yang tadi itu dosen?
Pedes amat Mas mulutnya. Abis makan seblak level dua puluh kayaknya nih.
"Eeeh, maaf Pak maaf. Saya kira bapak itu -anu, apa namanya, emm anaknya dosen. Soalnya saya baru liat Bapak...."
Berusaha tersenyum walau jantung dag-dig-dug nggak karuan.
Mending 'kan anak dosen. Bisa mati aku kalo keceplosan bilang dia itu staff kampus yang baru.
Tapi mending staff kampus sih.
Untung aku nggak bilang dia CS.
"Siapa nama kamu?"
"Park Sooyoung, Pak."
"Panggilannya?"
"Sooyoung, Pak."
Panggil sayang juga boleh, Pak. Hehehe.
"Semester?"
"Tujuh, Pak."
Kemudian dia ngeluarin iPhone 7 nya dari saku celananya. Sibuk berkutat dengan layar touchscreennya.
Jangan bilang bapak mau minta nomer saya?
"Saya tandain nama kamu. Biar enak ngasih minusnya nanti."
Habis itu dia pergi gitu aja keluar dari ruangan setelah sebelumnya mengambil beberapa lembaran kertas HVS bertinta hitam di atas mejanya.
Jangan bilang... dia dosen penggantinya Bu Sera yang bakal ngebimbing skripsi aku?
Pertemuan pertama aja udah pait, gimana ke depannya?
Ogah deh!→↓←
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Logical Reasons Why Lecturer is Always Right
Fanfiction"Pak, kenapa dosen selalu benar?" "Kalau salah mulu, mana bisa jadi dosen." Siapa yang menyangka jika nama Park Sooyoung tercantum dalam barisan nama mahasiswa fakultas Psikologi yang masuk ke dalam bimbingan dosen yang paling tidak ingin dia temui...