Dosen PHP a.k.a Pemberi Harapan Palsu.
Ya, itulah sebutan ke sekian yang aku ciptakan buat Pak Taehyung.
Grasak-grusuk bangun pagi sampai dibela-belain nggak sarapan demi seorang Pak Taehyung.
Dan, aku cuma dikasih harapan palsu.
Nggak tahunya suruh nungguin sampai jam tiga sore.
Itupun dia bilang, "Kalau sampai jam tiga nanti saya nggak ngehubungin kamu, berarti konsulnya dicancel jadi besok, ya."
Membaca pesannya bikin amarahku mendidih sampai ke ubun-ubun.
Ditambah lagi perut yang keroncongan karena belum diisi dari semalam. Untung saja warung bakso jam segini sudah buka. Ya udah, deh, sarapan plus makan siang dengan bakso saja.
"Neng, masih siang. Sambelnya jangan kebanyakan nanti mules lho."
"Biarin, Mang. Lagi kesel, nih," sungutku pada Mang Kook, mamang bakso yang body-nya aduhay kayak pelatih gym depan kantornya Kak Somin.
Mang Kook cuma diem sambil geleng-gelengin kepala kemudian melanjutkan kegiatan membaca koran, lagi.
Nama lengkapnya Kim JoongKook. Tapi akrabnya dipanggil Mang Kook karena lebih mudah diingat.
"Haduh, pedagang bakso pasti pada bangkrut kalau pelanggannya kayak kamu semua, Soo."
Tiba-tiba Pak Seokjin nongol dan mengambil posisi duduk di depanku.
"E-Eh, Bapak. Lho, Bapak keluar dari ceret, Pak?" tanyaku kaget sambil melihat ceret berisi teh hangat di depanku.
"Serambangan. Dikira saya Jin Teko, apa," katanya sambil ngeliat aku dengan wajah lelahnya, "Mang, bakso satu, ya! Kayak biasa," serunya pada Mang Kook yang langsung dibalas 'oke' dengan cepat.
Dan, Pak Seokjin ngambil gelas kosong lalu menuangkan teh hangat dari ceret di depanku.
"Kusut banget, Soo, mukanya," katanya sembari meneguk minumannya.
Aku melahap sesendok bulatan bakso ke dalam mulutku. "Laper, Pak," jawabku cuek.
"Haduh, dasar wanita."
Aku melirik Pak Seokjin lewat sudut mataku.
"Haduh, dasar dosen," ucapku entah pada siapa.
"Kenapa dosen?"
"Ya gitu deh, Pak," jawabku sekenanya. "Pak, semua dosen tuh kayak gitu, ya? Buat janji dan batalin janji itu sendiri seenaknya?"
Pak Seokjin nampak heran mendengar pertanyaanku. Aku sendiri pun juga heran kenapa berani-beraninya nanya hal sensitif kayak gitu ke Pak Seokjin.
"Dosen itu banyak kerjaannya, Soo."
"Banyaknya?"
"Harus ngajar kelas ini, kelas itu, kelas anu, rekap nilai, ngebimbing mahasiswa kayak kamu, terus dia juga pasti banyak kerjaan lain di luar sana," Pak Seokjin melahap bakso di depannya, "terutama untuk dosen seukuran Pak Taehyung," lanjutnya kemudian.
Dia tahu aku lagi ngebahas Pak Taehyung?
Mati 'lah. Mereka 'kan satu geng.
"Pak Taehyung itu orang sibuk. Maklum, dia cerdas dan bisa diandalkan. Makanya, Ka-Prodi percayain posisinya Bu Sera ke dia."
Aku cuma diam merhatiin Pak Seokjin.
Ngerti? Nggak.
"Saya nggak ngerti, Pak."
"Makanya, jangan kebanyakan makan sambel."
Aku cuma mencebikkan bibirku.
"Intinya kenapa sih, Pak, saya harus nurut sama dia?"
"Ya, karena dia lebih tua dari kamu."
Kulahap satu sendok bakso dengan kesal, "Jawaban yang sangat tidak membantu, Pak."
Dan Pak Seokjin cuma ketawa.
Ngetawain aku, lebih tepatnya.
"Ngomong-ngomong, mau nambah lagi, nggak?"
"Baksonya, Pak?"
Pak Seokjin mengangguk sambil tersenyum padaku.
"Nggak deh, Pak. Uang jajan saya menipis buat modal konsul," tolakku dengan wajah masam.
"Yeh, saya yang bayar, deh."
Hampir saja kuah bakso yang kuseruput dengan nikmat itu keluar lagi dari kerongkonganku.
Apa-apaan, nih?
"Jangan gitu, Pak. Nanti saya anggep serius 'kan jadi nggak enak."
"Lah, emang saya serius." Pak Seokjin makan baksonya dengan nikmat. "Tambah aja, biar kenyang. Tapi temenin saya ngobrol, ya? Saya lagi bete, nih," ucapnya agak nggak jelas karena mulutnya penuh dengan bakso isi telur itu.
"Bapak zomvlo, nih. Ketahuan."
Aku tertawa terbahak-bahak.
"Maklum, orang tamvan mah dapet jodohnya belakangan. Ngalah dulu sama yang tidak tamvan."
Kuputar bola mataku sebal, "Terserah Bapak, deh. Yang penting saya mau pesen satu mangkok lagi."
Lumayan.
Daripada bengong sendirian nungguin Pak Taehyung sampai jam tiga sore.
"Kalau rezeki mah nggak ke mana." —Sooyoung, calon psikolog, bentar lagi mirip ayam telo gara-gara makan bakso dua mangkuk plus es campur.
→↓←
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Logical Reasons Why Lecturer is Always Right
Fanfiction"Pak, kenapa dosen selalu benar?" "Kalau salah mulu, mana bisa jadi dosen." Siapa yang menyangka jika nama Park Sooyoung tercantum dalam barisan nama mahasiswa fakultas Psikologi yang masuk ke dalam bimbingan dosen yang paling tidak ingin dia temui...