Yah... setau saya mah, dia emang kayak gitu ke orang yang dia suka.
Kalimat itu nggak ada hentinya mengelilingi pikiranku. Ucapan Pak Seokjin bener-bener ibarat racun yang bikin jantungku tiba-tiba berdebar-debar nggak karuan, gelisah, dan tanganku juga jadi keringet dingin.
Sebesar itu efeknya.
Padahal aku udah denger asumsi seperti itu nggak cuma sekali dua kali. Ini udah ketiga kalinya. Harusnya aku nggak sampai sepanik ini, dong?
Apalagi ucapan Pak Seokjin setelahnya itu bikin aku rasanya mau terjun bebas dari ketinggian lima ribu kaki.
Ya sebenernya sih dia nggak pernah terang-terangan bilang ke saya kalo dia suka sama kamu. Tapi dari cara dia ngomongin kamu ke saya waktu pertama kalinya, saya tau kalo dia naruh perhatian ke kamu.
Satu fakta penting yang baru aku temukan, ternyata diem-diem dia suka ghibahin aku. Pantesan telingaku suka panas tiba-tiba.
Pak Taehyung orangnya emang cenderung susah buat mengekspresikan perasaannya sendiri. Sama orang lain biasa aja, tapi sama orang yang dia sayang, beda lagi.
Apa itu artinya Pak Taehyung... sayang sama aku?
Ya ampun, bayanginnya aja aku nggak sanggup.
"Neng?"
"Eh, iya?" Aku mengerjap berkali-kali kemudian menjelajahi suasana yang sudah nggak asing lagi di pengelihatanku. "Udah nyampe ya, Pak?"
"Daritadi, Neng. Sepuluh menit saya panggilin nggak nyahut-nyahut."
Aku cuma cengengesan seraya turun dari motor ojek online yang aku tumpangi ini dan membayarnya. Se-lama itu kah aku ngelamun? Aduh, jadi malu sendiri.
Kamu nggak mau turun?
Makasih, ya. Berkat motor kamu saya jadi cepet sampe rumah.
Itu rumah saya, yang pagarnya hitam.
Aduh, aku kenapa sih? Kok malah jadi keinget Pak Taehyung begini.
Gara-gara teringat dengan pagar hitam, aku malah tergoda untuk mengintip rumahnya sebentar dari sudut mataku. Sekarang masih jam tiga, pasti dia belum pulang.
Eh, sok tahu banget, ya, aku. Deket aja nggak.
Aku kembali teringat dengan perkataan Pak Seokjin tadi.
Dia nggak pernah terang-terangan bilang ke saya kalo dia suka sama kamu.
Aku mengibas tanganku sendiri di depan wajah. Berusaha mengalihkan refleksi Pak Taehyung dan asumsi Pak Seokjin yang terus-menerus mengitari kepalaku.
Well, nggak seharusnya aku jadi kacau begini. Nggak seharusnya aku merasa senang dengan opini orang lain yang belum terbukti kebenarannya.
Sooyoung, lo nggak boleh ikutan gila cuma gara-gara hal nggak jelas kayak gini. Fokus skripsi, fokus masa depan.
Iya, harus fokus!
"Woy!"
Reflek tubuhku berjengit keras kala mendengar suara kencang tepat di telinga kananku.
"YA AMPUN, KAK, MAU BUNUH ADEK SENDIRI, YA?!"
Kak Somin tertawa terbahak-bahak seraya menepuk-nepuk bahuku pelan.
"Kirain kerasukan hahahahaha."
Kenapa semua orang seneng banget ngetawain aku sih? Emang aku pelawak, apa?!
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Logical Reasons Why Lecturer is Always Right
Fiksi Penggemar"Pak, kenapa dosen selalu benar?" "Kalau salah mulu, mana bisa jadi dosen." Siapa yang menyangka jika nama Park Sooyoung tercantum dalam barisan nama mahasiswa fakultas Psikologi yang masuk ke dalam bimbingan dosen yang paling tidak ingin dia temui...