26; Hujan Membawa Door Prize

7.9K 1.5K 580
                                    

          Kata Robin Wijaya, hujan menyisakan jejak basah, seperti cintamu yang tertinggal di sini, selamanya.

Kalau kata Park Sooyoung, hujan menyisakan jejak basah, seperti ingatan tentang dirimu yang membelaku di depan dua dosen penguji saat seminar proposal tadi, meninggalkan kesan aneh yang bikin aku senyum-senyum sendiri kayak orang gila di depan gedung A kampusku.

Sama kayak hujan, dia meninggalkan jejak manis itu di ingatanku.

Bohong kalau aku bilang aku nggak gugup waktu seminar proposal. Nyatanya, waktu namaku dipanggil untuk maju ke depan, semua rasa bercampur jadi satu. Yang tadinya aku nggak ngerasain apapun, waktu di depan dosen penguji, aku bener-bener gugup.

Di awal, kalimat pembuka yang sudah tersusun rapi benar-benar nggak kepakai sama sekali.

Jadi intinya, cara penyampaianku agak berantakan karena rasa gugup itu.

Untunglah semua berjalan lancar. Aku dapat menjawab pertanyaan dari penguji dengan lancar.

Sampai pada akhirnya di penghujung kalimat, Pak Baekhyun—dosen penguji satu—memberikan pertanyaan yang nggak pernah kubayangkan sebelumnya.

Pak Baekhyun itu tipe dosen yang nggak akan berhenti nanya kalau belum puas. Satu famili beda spesies sama Pak Taehyung. Walaupun udah mentok, sama dia masih saja dijedot-jedotin ke tembok.

          "Saya lihat yang lain nggak pake tabel analisis kayak gini. Kamu kok bisa pake?"

Jujur, ya, aku pun sama sekali nggak ngerti tujuan dicantumkannya tabel tersebut di bab empat. Pak Taehyung yang ngotot nyuruh aku mencari tabel ini di jurnal dan mencantumkannya di bab empat. Kalau nggak dicantumin, nggak bakal di-ACC.

Aku cuma bergeming sembari mengulum bibir. Sama sekali nggak ada pencerahan. Mau jawab nebak aja nggak tahu apa yang harus dijadiin jawaban.

          "Lihat contoh dari jurnal, ya, kemarin."

Dalam keheningan yang tersisa, suara itu akhirnya terdengar.

Pak Taehyung tiba-tiba nyeletuk. Nggak tahu tujuannya buat apa. Yang pasti, sejak aku menonton seminar yang lain, baru kali ini dia buka suara di bagian yang bukan ranahnya untuk berkomentar.

Saat itu aku kaget, tentu saja.

Dengan gelagapan aku mengangguk menyetujui ucapan Pak Taehyung. Nggak mungkin 'kan aku menggeleng dan bilang kalau Pak Taehyung yang nyuruh.

Bisa-bisa, aku dilulusin tahun depan.

Rasanya sudah lewat beberapa jam yang lalu, tetapi kejadian itu masih merekat erat di ingatanku.

Kalau dipikir-pikir, bukankah hal yang biasa ketika dosen pembimbingmu membantumu di depan para dosen penguji?

Tapi, bagiku, itu bukan hal yang biasa kalau dosen pembimbingku adalah Pak Taehyung. Ayolah, kalian semua tahu kalau dia itu tipe dosen galak yang perikemahasiswaannya masih dipertanyakan.

Jadi, sekarang jantungku masih deg-deg-an. Berbunga-bunga.

Merasa... spesial? Padahal sekarang nggak lagi makan martabak bangka.

Aduh, pokoknya bingung, deh, jabarinnya.

Mana sekarang sedang hujan, pula. Jadi makin subur saja bunga-bunga di hati ini.

Terus, malah muncul bayang-bayang wajahnya Pak Taehyung yang dingin-dingin es campur itu di benakku.

Aku jadi semakin nggak fokus dengan lagu yang sedang aku dengarkan sekarang lewat earphone ini.

7 Logical Reasons Why Lecturer is Always RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang