3; Es Cendol yang Nggak Ada Manis-Manisnya!

8.9K 1.9K 421
                                    

Aku melangkah lesu memasuki ruang dosen yang —entah mengapa— berubah menjadi tempat nomer satu yang paling nggak pingin aku datangi di kampus.

Karena apa?

Tentu saja karena Bapak Kim Taehyung Adi Putro Wilono Notonegoro Joko Sutedjo yeteha alias Yang TerHormat beserta gelarnya yang panjang sepanjang jalan kenanganku berzama zang manthan.

Padahal belum genap dua puluh empat jam aku bertemu dengannya, tapi rasanya udah muak dan pingin cepat-cepat menyelesaikan studi ini sesegera mungkin.

Disinilah aku berlabuh, aku bersama ketiga temanku berdiri dengan tegapnya di depan meja Pak Taehyung.

Aku hanya menunduk, sebisa mungkin menghindari kontak mata dengannya.

Karena kalau tidak, Pak Taehyung pasti bakal ngasih nilai minus lagi karena dia bisa baca tatapan aku yang penuh dendam Nyi Pelet sama dia.

Secara dia Psikolog muda yang IQ-nya meluber ke mana-mana.

Usia baru menginjak dua puluh tiga tahun, gelar sudah menjanjikan.

Suamiable banget 'kan?

Iya buat cewek lain, tapi bukan buat aku.

          "Saya belum tau nama-nama kalian, coba mulai dari kamu."

Kulihat dari gerak-geriknya Pak Taehyung meminta teman cowokku untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu.

Akhirnya kami menyebutkan nama secara bergiliran.

         "Saya Zelo, Pak."

         "Nama panjang?"

         "Zelooooo, Pak. O nya lima."

Hampir aja tawaku meledak kalau saja nggak ingat tentang tiga minus yang sudah aku dapat dari Pak Taehyung hari ini.

         "Push up atau sit up?"

         "Ampun, Pak. Becanda. Choi Zelo, Pak."

Zelo cengengesan, tapi nggak digubris sama Pak Taehyung. Tapi dia tetep aja cengengesan.

Belum ngerasain dikasih minus tiga sih dia.

         "Kamu?" Pak Taehyung mengendikkan dagunya pada teman cewek di sebelah Zelo.

         "Oh Hayoung, Pak."

         "Sebelahnya?"

         "Saya Choi Yujin, Pak."

Aku menunggu sampai Pak Taehyung menanyakan namaku juga.

Tapi dia nggak kunjung bertanya.

Akhirnya aku memberanikan diri membuka suara.

           "Park Sooyoung, Pak."

           "Siapa yang nanya."

What the ffffffffffffoooodddddd!

Dingin-dingin es cendol.

Bedanya, kalau es cendol itu dingin dan manis.

Kalau bapak, versi es cendol yang lupa dikasih gula cair sama abangnya.

Dingin-dingin hambar.

Dasar kutu luwak.

Bisa kudengar samar-samar tawa tertahan dari ketiga orang di sebelahku.

Aku baru aja dipermalukan oleh dosen baru sok ganteng ini.

Benar-benar!
























Dat moment when you pengen menghujat but you tidak bisa.
Dats how I feel.

→↓←

7 Logical Reasons Why Lecturer is Always RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang