"Kamu co-pas di mana?"
"H-Hah? N-Nggak co-pas kok, Pak."
"Gimana ceritanya ada kata 'Hutang' di tabel definisi operasionalmu? Kamu mau meneliti stres karena kerja atau stres karena hutang?"
Aku menggaruk kepalaku kasar, ikutan stres sendiri membaca hasil kerjaku di depan laptop.
Pak Taehyung itu bawel banget. Padahal aku belum selesai ngetik, tapi dia udah komentar duluan.
Komentar mulu, kayak Mas Anang.
Dan lagi, aku nggak akan terjatuh ke lubang yang sama. Sudah cukup ditegur sekali karena co-pas, aku nggak akan co-pas lagi.
Yang Pak Taehyung lihat barusan itu sebenarnya bukan punyaku, tapi punya orang lain yang sengaja ku-download untuk kujadikan acuan.
Dasarnya saja dia yang udah sensi sama aku, jadi begitu deh.
Dasar Pak Taehyung!
"Font size definisi operasionalnya sebelas dong, kamu nggak baca panduan, ya?"
Tuh 'kan?
"I-Iya baca, Pak."
Aku langsung mengubah font yang dimaksud sesuai kemauannya. Biar cepat selesai, nggak perlu banyak debat, dan aku bisa cepat pulang.
Sebenarnya nggak ngaruh, sih... karena lama dan cepatnya aku pulang itu tergantung dari Kak Somin.
Kulirik kembali jam dinding yang menempel di sudut ruangan, diam-diam memanjatkan doa untuk kepulangan kakakku tercinta agar cepat dan selamat sampai di rumah.
"Kenapa pake teknik sampling ini?"
Aku menghentikan kegiatanku sejenak, "Karena jumlah populasi responden penelitian yang periksa di klinik ini banyak, Pak. Dan nggak semua pasiennya adalah pasien tetap. Makanya saya nyari respondennya yang kebetulan bertemu aja."
"Kenapa nggak pake total sampling aja?"
Weleh. Modar saya, Pak.
Sebenarnya alasan lain kenapa aku lebih milih teknik itu karena teknik itu lebih memudahkan hidup.
Tapi nggak mungkin aku bilang kayak gitu ke Pak Taehyung. Bisa murka dia.
"Emang kamu ngerti teknik ini syaratnya apa aja?" Pak Taehyung mendengus, "teknik ini 'tuh nggak semudah yang dikira, ada rumusnya," lanjutnya lagi.
"E-Emang iya, Pak?"
Pak Taehyung mencebikkan bibirnya sambil menggumamkan sesuatu yang nggak jelas. Tiba-tiba ia turun dari sofa dan duduk di sebelahku.
Dosen galak itu mengambil secara asal kertas-kertas yang sudah terlipat-lipat yang kuselipkan di dalam buku panduan penyusunan skripsi. Kemudian, ia menuliskan sesuatu di sana.
What?! Rumus apaan itu?!
Kalau udah ketemu rumus, aku lebih milih untuk main demprak daripada memperhatikan. Karena aku benar-benar buruk dalam urusan hitung-menghitung.
Itulah alasan kenapa aku nolak habis-habisan waktu disuruh Papa masuk fakultas ekonomi.
Bisa-bisa aku jadi mahasiswa abadi kalau masuk fakultas itu.
"Pernah lihat, nggak, rumus kayak gini?"
Aku terdiam beberapa saat, kemudian menggeleng dengan ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Logical Reasons Why Lecturer is Always Right
Fanfiction"Pak, kenapa dosen selalu benar?" "Kalau salah mulu, mana bisa jadi dosen." Siapa yang menyangka jika nama Park Sooyoung tercantum dalam barisan nama mahasiswa fakultas Psikologi yang masuk ke dalam bimbingan dosen yang paling tidak ingin dia temui...