29. Si Tengil, Jeon Wonwoo

7.3K 1.5K 358
                                    

          Dengan mengenal Jeon Wonwoo, aku belajar bahwa terlalu berpikiran positif ternyata nggak bagus dalam menjalani kehidupan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Dengan mengenal Jeon Wonwoo, aku belajar bahwa terlalu berpikiran positif ternyata nggak bagus dalam menjalani kehidupan.

Sungguh, cewek manapun pasti akan bilang bahwa dia ganteng dan kalem-such a boyfriend material. Aku juga mikir begitu, awalnya.

Dan pikiran itu berubah total saat mahasiswa IT gadungan itu-dengan segala ketengilannya-memasukkan virus ke dalam laptopku.

Aku panik setengah mati. Nyawaku, sumber kehidupanku, semuanya ada di sana. Nyawaku; skripsi, drama korea, dan abs oppa.

Kalian baca? SKRIPSI.

Bisa mati berdiri aku kalau skripsiku terhapus!

Ah, kalian harus tahu. Dia adalah cowok yang pernah nabrak aku waktu di perpustakaan. Dia sendiri yang ngomong. Katanya sengaja pengin bantuin aku sekalian minta maaf-dan juga sekalian minta follow back instagramnya. Namanya "whitebones", pernah dengar?

Tapi yang dilakukannya sekarang justru malah bikin aku pengen nge-block instagramnya sekaligus dirinya dari kehidupanku.

          "Senyum, dong. Kan udah gue betulin."

Iya, laptopku sudah kembali berfungsi seperti sedia kala. Software SPSS juga sudah terpasang di sana.

Tapi aku masih kesel.

Sumpah, kalian harus percaya kalau dia itu tengil banget. Aku paling nggak suka sama cowok tengil.

Aku nggak menggubris pertanyaannya dan memilih sibuk dengan pekerjaanku.

Tapi dia gangguin aku terus. Jadi nggak bisa konsentrasi.

          "Instagram gue udah difollback belum?"

          "Udah."

          "Asyiiik."

          "—Udah gue block."

Senyum Wonwoo langsung luntur. Tapi beberapa detik kemudian senyum tengil itu kembali menghiasi bibirnya.

          "Nggak pa-pa instagram gue diblock. Bisa ngobrol langsung sama lo aja gue udah bersyukur."

Ada karet nasi uduk, nggak?

Rasanya mau aku jepret bibirnya itu supaya diam dan berhenti ngoceh.

Aku nggak membalas ucapannya. Masih sibuk belajar cara menggunakan software baru.

          "Ngerti nggak cara pakainya?" Makhluk itu kembali bersuara.

Aku terdiam. Memikirkan pertanyaan Wonwoo yang masih mengambang tanpa jawaban.

          "Entar juga lama-lama ngerti," jawabku singkat.

Sebenarnya aku bingung harus mulai dari mana. Kalau kayak begini aku jadi butuh didampingi Pak Bolin lagi.

Ternyata beda, ya, kalau sudah mengerjakan sendiri. Waktu diajarin sama Pak Bolin, kelihatannya gampang banget. Bahkan saat kuis pun nilaiku nggak jauh-jauh dari sembilan puluh sampai dengan seratus.

Tapi sekarang keadaannya berbeda. Kalau dulu kita hanya harus menyelesaikan soal kasus dari Pak Bolin, kalau sekarang kita dituntut menyelesaikan kasus di kehidupan nyata.

Pusing!

          "Sini, gue ajarin. Lo mau konsul 'kan besok?"

          "Nggak, makasih. Nanti lo masukin virus lagi ke laptop gue."

Tiba-tiba Wonwoo terbahak keras di tengah perpustakaan dengan nggak tahu dirinya. Sampai-sampai dosen yang sedang serius membaca buku di belakang kami langsung mengalihkan perhatiannya pada kami berdua. Memberi kode untuk jangan berisik dengan tatapan tajam.

Mataku menyipit sinis pada cowok di sebelahku. Berusaha membuatnya tersindir dan melenyapkan diri dari hadapanku saja. Tapi bukannya tersindir, dia malah cengar-cengir.

          "Lucu banget sih, lo," katanya pelan bersamaan dengan telapak tangannya yang mendarat mulus di pucuk kepalaku.

Aku terperanjat. Terdiam membeku sembari merasakan desiran aneh yang tiba-tiba muncul di dalam tubuhku. Jantungku jadi berdebar-debar kayak mau ngerjain ujian nasional.

Ini bukan pertama kalinya aku menerima kontak fisik kayak gini dari lawan jenis. Tapi, cewek normal manapun pasti bakalan melted kalau ada cowok yang ngusap kepalanya seperti ini.

Dan jujur, aku nggak tahu harus ngapain. Otot tubuhku mendadak kaku.

Yang dia lakukan ke aku itu... manis.

Dia masih tersenyum seraya mengacak rambutku gemas.

Aduh... beban hidup apalagi yang kuterima kali ini?

          "Kalau gue nggak punya pacar, pasti lo udah gue kejar, Soo."

Dan sejak perkataannya tersebut, aku sadar bahwa Wonwoo itu memang tipe cowok tengil yang hobi modusin cewek.

Nggak boleh terpesona.

Harus dijauhi.

Nggak baik buat kesehatan.

Namun, beberapa saat kemudian, aku tersadar bahwa ada sesuatu yang lebih nggak menyehatkan daripada ketengilannya Wonwoo.

Iya, ada.

Yaitu tatapan mengerikan Pak Taehyung yang saat ini sedang berdiri menyenderkan sisi tubuhnya di pinggir mejanya Pak Seokjin.

Aku nggak tahu sejak kapan Pak Taehyung ada di perpustakaan. Tapi yang paling penting, caranya memandangku sungguh menyeramkan. Padahal kami nggak lagi konsul, dan aku juga udah nurut untuk rajin konsul semenjak dimarahin habis-habisan waktu itu.

Atau aku saja yang ke-PD-an, ya? Bisa saja dia lagi ngelamun, terus kebetulan matanya mengarah padaku....

Kenapa sih, dia? Lagi datang bulan?

Datang bulan saja terus setiap hari!

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

"Sooyoung, lain kali kalau mau pacaran jangan di perpustakaan. Kasihan pengunjung yang lain, keberisikkan."

"Hah? Saya nggak pacaran, Pak Seokjin."

"—itu kata Pak Taehyung, bukan kata saya. Saya teh hanya menyampaikan."

→↓←

7 Logical Reasons Why Lecturer is Always RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang