Oke-oke, aku tahu aku emang ceroboh.
Mau konsul ke rumah dosen tapi malah cuma bawa pisang goreng. Kalau saja aku nggak pergi ke dapur....
Nggak, nggak. Kalau saja aku nggak bawa-bawa berkasku waktu pergi ke dapur, pasti nggak akan kelupaan kayak gini.
Coba lihat, sekarang aku cuma bisa nunduk malu di depan Pak Taehyung yang lagi sibuk memeriksa berkasku.
Untung saja jarak rumahku dengan rumahnya Pak Taehyung deket. Kepleset nyampe.
Iya, karena kelupaan itu, aku langsung buru-buru izin untuk mengambil berkasku di rumah--tentu saja dengan perasaan takut setengah mati. Wajahnya itu lho, kenapa sih nggak bisa melunak sedikit aja.
Padahal udah dikasih pisang goreng. Ya mungkin dosen kayak Pak Taehyung gak bisa disogok hanya dengan sekotak pisang goreng homemade.
Mungkin lain kali aku akan bawa yang lebih enak.
Apa ya kira-kira?
"Sooyoung."
"I-Iya, Pak?"
Pak Taehyung menunjuk salah satu paragraf di bagian latar belakangku dengan kening mengerut.
"Ini latar belakang atau kajian teori? Ngapain kamu tulis pengertian ini dan itu. Ini taruhnya di kajian teori. Latar belakang itu ...."
Aku mendengarkan perkataan Pak Taehyung dengan seksama. Ia menjelaskannya dengan singkat dan padat, mirip dengan gaya bicaranya yang nggak bertele-tele. Aku jadi mudah paham dengan penjelasannya.
Bener, ya kata Pak Seokjin. Pak Taehyung, dilihat dari aspek manapun tetap kelihatan pinternya.
Ya... walaupun tatapan dinginnya itu tetap nggak berubah daritadi.
Agak nyebelin, sih. Apa emang dari lahir tatapannya kayak gitu? Tajam setajam silet? Apa tante Taehee waktu hamil Pak Taehyung ngidamnya burung gagak? Anaknya jadi galak banget kayak gini.
Hush! Mikir apa 'sih aku ini!
"Ngerti 'kan apa maksud saya?"
"H-Hah?"
Kok aku jadi salah fokus gini, sih? Aku 'kan lagi dengerin penjelasannya Pak Taehyung.
Mati lah, sampai mana tadi penjelasan dia?
"Kamu lagi banyak masalah, ya?" Pak Taehyung meletakkan bolpointnya dan menatapku tajam.
"Y-Ya?"
"Dari kemarin ngelamun terus."
Aku cuma bisa senyum canggung dan menunduk.
"M-Maaf, Pak. Lain kali saya nggak akan ngelamun lagi."
Setelah mendengar perkataanku, Pak Taehyung hanya diam kemudian menghela napas. Ketika aku kembali mendongak menatapnya, ia sudah menutup mapku dan mendorong pelan berkas tersebut ke arahku.
"Diperbaiki, ya. Data studi pendahuluannya saya tunggu secepatnya."
Aku mengangguk dan mengambil mapku yang tergeletak di meja tamu.
"Selesai konsul, jangan lupa bilang makasih. Walaupun diomelin juga tetep harus bilang makasih. Jangan langsung ngeluyur pulang aja. Nggak sopan."
"Terima kasih, Pak atas waktunya."
Pak Taehyung mengangguk sekali, "Baku amat kamu kayak lagi baca sastra."
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Logical Reasons Why Lecturer is Always Right
Fanfic"Pak, kenapa dosen selalu benar?" "Kalau salah mulu, mana bisa jadi dosen." Siapa yang menyangka jika nama Park Sooyoung tercantum dalam barisan nama mahasiswa fakultas Psikologi yang masuk ke dalam bimbingan dosen yang paling tidak ingin dia temui...