Aku selalu merasa bahwa segala hal tentang diriku selalu berkebalikan dengan orang-orang di dunia ini.
Lihatlah mereka yang sedang duduk di depanku, mereka semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Ada yang bibirnya sibuk komat-kamit merapalkan do'a ataupun materi presentasi.
Ada yang merapalkan materi dengan volume keras hingga membuat orang-orang di sekitarnya terganggu dan melemparkan kalimat-kalimat kutukan karena gagal konsentrasi.
Ada yang sibuk sendirian, nggak mau diganggu.
Ada yang sibuk bermain Criminal Case dengan wajah tanpa dosanya.
—dan aku yang menontonnya bermain seraya menikmati sepotong risoles dan lontong isi sebagai pengganjal perut di pagi hari yang mendung ini.
"Sooyoung."
"Iya, Zel?"
"Lu SemPro hari ini, 'kan?"
Aku menggigit risolku tanpa mengalihkan perhatianku dari layar tablet milik Zelo, "Iya, Zel."
"Kok lu biasa-biasa aja, sih?"
Jujur, aku sendiri juga bertanya-tanya akal hal itu.
Kenapa aku tenang banget dari kemarin? Padahal aku tahu, seminar ini yang menentukan apakah proposalku layak untuk dilanjutkan ke jenjang penelitian atau tidak.
Tentu saja, semalam aku sudah mempersiapkan materi untuk seminar proposal hari ini. Tapi, entah mengapa nggak ada perasaan deg-deg-an yang biasanya aku rasakan kalau mau konsul sama Pak Taehyung.
Bukan, jangan katakan kalau aku terlalu percaya diri.
Rasa gugup pasti ada. Hanya saja, rasa gugup itu masih bisa kutahan. Ketika yang lainnya kalang kabut takut gagal di tengah seminar, aku malah nggak punya bayangan sampai ke situ.
Apakah ini firasat baik? Aku takut kalau perasaanku yang cenderung tenang ini justru malah membuatku nge-blank di tengah-tengah seminar nanti.
"Zelo."
"Hm?"
"Kita pasti lulus, 'kan?"
Merupakan pertanyaan yang sama yang kerap kali kutanyakan ke Kak Somin sejak kemarin.
Kak Somin lalu berkata bahwa, apa yang aku pikirkan adalah apa yang aku do'akan. Jadi, aku nggak mau berpikiran yang jelek-jelek tentang diriku sendiri.
"Kalo gue sih pasti lulus, nggak tau deh kalo lu, mah," ledeknya tanpa mengalihkan perhatian pada game balapan di depannya.
Bahkan ia sudah mengganti jenis game.
"Nggak lucu, Zel...."
Sumpah, aku jadi nggak tenang gara-gara dengar guyonan Zelo.
"Nih, Soo. Coba lu lihat gue, deh."
Aku menatapnya; cowok jangkung dengan hidung minimalis dan kulit putih bak albino.
Dia itu mahasiswa tipe Onta Arab alias Oon Tapi Absensi Rajin Banget. Hadir di kelas setiap hari, tapi nggak ada yang nyantol di kepala. Kelebihannya, dia itu aktivis kampus. Cukup terkenal di kampus karena pernah jadi anggota BEM.
Tapi, ya... gitu. Kata dia, nilai favoritnya itu A, tapi nilai tertinggi di transkrip nilai semesterannya cuma sampai C-plus.
Setelah melihatnya, aku berpikir kalau—Zelo aja bisa lulus, masa aku nggak?
"Dapet pencerahan, nggak?"
Aku mengangguk lalu tersenyum semangat, "Iya, dapet."
"Apa?"
"Gue baru aja mikir kalau kita itu memang ditakdirkan bersama, Zel. Jadi, kalau lo lulus, gue pasti juga lulus. Hehe."
"Duh, jadi baper," Cowok itu tertawa renyah, "terus kalo gue nggak lulus?"
"Ya... gue tetep lulus! Kan takdir bisa diubah kalau kita mau berikhtiar."
"Kampret!"
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
Tanpa orang-orang sadari, momen-momen pra-skripsi kayak gini-lah yang paling bikin ngangenin....
Zelo, ayo kita lulus bareng-bareng!
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Logical Reasons Why Lecturer is Always Right
Fanfic"Pak, kenapa dosen selalu benar?" "Kalau salah mulu, mana bisa jadi dosen." Siapa yang menyangka jika nama Park Sooyoung tercantum dalam barisan nama mahasiswa fakultas Psikologi yang masuk ke dalam bimbingan dosen yang paling tidak ingin dia temui...