10; Ayo, Siapa Yang Mau Coki-Coki?

8K 1.7K 121
                                    

          Kalau kalian penasaran bagaimana wujud asli dari taman bunga yang sering digunakan bintang Bollywood untuk syuting film India.

Lihatlah hatiku.

Karena hatiku sedang berbunga-bunga di siang yang terik ini.

Bagaimana nggak bahagia? Hari ini sudah genap hari ke sepuluh dan akhirnya —berkat do'a orang tua yang tiada putusnya— coba, kalian tebak!

YAP, BENER BANGET!

JUDULKU DI-ACC!!!

Oke. Mungkin kalian akan bilang kalau aku lebay, tapi masa bodoh dengan omongan orang. Yang jalanin aku, yang lebih tahu segala tetek-bengeknya ya cuma aku sendiri.

Lebih dari sepuluh judul yang kuajukan, dan akhirnya Pak Taehyung mengatakan kata keramat yang teramat mahal itu.

Sebenernya, itu judulku yang ke tiga.

Hmmm, rumit deh kalau diceritain!

Intinya, tadi pagi aku mengonsultasikan judulku yang ke sebelas —aku rasa mungkin—. Pak Taehyung awalnya menceramahiku seperti biasanya yang membuatku hampir putus asa karena semua judul yang kuajukan ditolak semua.

Aku hampir pengin cuti kuliah aja sampe Pak Taehyung resign dari kampus, saking nggak kuatnya.

Selama kurang lebih tiga puluh menit itu, aku masih aja diceramahi dengan kalimat pedasnya di ruang dosen. Dan —seperti biasa— yang kulakukan hanya menunduk sambil menggerutu dalam hati.

Sampai pada akhirnya, aku coba negosiasi sama Pak Taehyung.

          "Pak, saya udah mentok, Pak," ujarku dengan suara agak bergetar. Nahan nangis lah, tengsin banget nangis depan dosen yang galaknya macam ibu tiri kayak dia.

          "Jadi, nggak mau lulus tahun ini?"

          "Mau lah, Pak."

Aku masih menunduk. Nggak berani natap mata dia. Dia 'kan bisa baca pikiran.

Heu.

Dasar, orang pintar.

          "Pak, kalau judul saya yang tentang stres kerja itu, memangnya mainstream banget ya, Pak?" tanyaku sembari menyodorkan sebuah fotokopian jurnal padanya.

          "Yang mana, sih?"

          "Yang ini lho, Pak. Nih, Pak, lihat." Kutunjukkan jurnal itu padanya. Pak Taehyung membaca jurnal itu dengan serius —huh, akhirnya.

Kugigit bibir bawahku, sambil menatap Pak Taehyung cemas.

Ia tampak serius membaca halaman demi halaman. Sumpah kemarin-kemarin dia nggak begini, lho! Tatapan elangnya itu menelisik kata demi kata yang tertera di jurnal tersebut, wajahnya yang serius membuat dirinya kelihatan lebih ganteng kalau dilihat-lihat.

Pak Taehyung itu sebenernya ganteng. Bahkan untuk ukuran seorang dosen di kampus ini, Pak Taehyung itu ibarat maskotnya dosen fakultas Psikologi. Paling ganteng, paling muda, paling jenius, paling galak.

Iya, paling galak.

Kalo sama pacarnya, dia gimana, ya? Apa galak juga? Atau malah lebih sweet?

Jadi penasaran.

Eh, aku mikir apaan, sih?

Kutampar pelan pipiku.

Sadar, Park Sooyoung! Dia itu siluman singa laut yang bisa nerkam kamu kapan aja!

          "Park Sooyoung?"

Ctik

Kedua mataku mengerjap saat Pak Taehyung menjentikkan jarinya di hadapanku. Kukerjapkan lagi kedua mataku sekali dan aku baru sadar kalau Pak Taehyung sudah selesai membaca jurnalku.

          "I-Iya, Pak."

          "Kalo mau ngelamun, ngelamun aja dulu di luar. Di sini tempatnya orang yang serius mau lulus."

          "I-Iya. Maaf, Pak. Nggak sengaja...."

Ngapain pake ngelamun segala sih, Soo! Malu-maluin aja!

Pak Taehyung mengembalikan jurnal itu padaku tanpa bicara apapun dan langsung berdiri mengemasi barang-barangnya.

Kayaknya dia lagi siap-siap mau ngajar.

Aku menghembuskan napas berat.

Sudah kuduga.

          "Saya mau lihat BAB satu-nya. Senin depan saya tunggu jam delapan di sini."

DUAARRR

Saat itu juga jantungku hampir meledak karena terlampau senangnya.

Dan, ya, gitu deh.

Aku lupa abis itu aku ngapain.

Intinya hari ini aku pengin nraktir siapapun yang lewat di depanku untuk makan coki-coki!

Yeay!






















Tertanda, Park Sooyoung yang kehabisan uang karena uangnya dipakai buat ngeprint jurnal terus dari kemarin.
→↓←

7 Logical Reasons Why Lecturer is Always RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang