Part 15

2.1K 78 3
                                    

"Yaallah nak, papa kangen banget sama kamu" ucap Bara pada anak pertamanya sembari memeluk anaknya itu.

"kamu tinggi banget sih, bunda jadi keliatan pendek deket kamu" ucap Tari kepada anak angkatnya itu sembari tersenyum.

"Iya dong pah bun, aku juga kangen sama papa. Aku juga kangen sama bunda. Oh iya pah, Ranno mana?"

____________________________________

"Itu dia " ucap Bara menunjuk Ranno yang baru menaiki tangga.

"Songong parah lo Ran, gua dateng langsung nyelonong aja" teriak seseorang yang menjadi kakak sekaligus saudara kembar Ranno. Renno Wijaya.

Ranno menoleh ke belakang, mendapati saudara kembarnya, papa dan ibu tirinya. Ranno sedari tadi memasuki rumah tidak sadar, bahwa Renno sudah sampai dari Singapura.

Bara sengaja menelpon Ranno untuk pulang sebentar kerumah. Ia juga sempat meminta maaf pada anaknya karna ia terlalu emosi pada saat itu. Akhirnya Ranno menuruti kemauan papahnya namun, entah ia masih marah pada Papanya.

"Lo udah balik?" Tanya Ranno sembari memeluk Renno.

"Lo nggak kangen sama gua?" Ucap Renno kembali menanya pada Ranno.

Ranno tersenyum. "Kangen lah gila" ucapnya sembari memukul bahu Renno pelan. Bara dan Tari tersenyum, melihat kedua anaknya terlihat akur.

Renno dan Ranno memanglah saudara kembar yang selalu akur. Walaupun, ada hal-hal kecil yang membuat keduanya bertengkar. Namun, Ranno ataupun Renno sama-sama tidak kuat kalau sedang marahan. Keduanya tidak betah jika harus berdiam-diaman.

Walaupun Renno berada di Singapura, Ranno tetap berkomunikasi dengannya. Kedekatan masih terjaga. Ranno juga sering curhat pada Renno. Curhat tentang setiap kali ia berantem dengan papanya. Yang berbeda dari Ranno dan Renno hanyalah sikap keduanya. Ranno lebih pecicilan daripada Renno dan Nakal.

"Kamar nggak?" Ajak Ranno pada Renno.

Renno mengangguk. "Bawain dong koper gua" suruhnya pada Ranno. "Bunda papa, aku ke kamar Ranno dulu" lanjutnya pada kedua orang tuanya.

Berbeda dengan Ranno. Renno sudah menerima Tari sebagai Bundanya. Itulah salah satu pembeda Renno dan Ranno. Renno lebih bisa berfikir secara dewasa di bandingkan Ranno. Walaupun, Renno sempat  bersikap seperti Ranno pada Papanya. Tidak mau menerima Tari sebagai ibu tirinya. Namun, lambat laun Renno berlapang dada menerima kenyataan. Ini semua sudah terjadi, mau diapakan lagi? Percuma kalau Renno tidak menerima keadaan, Renno juga tidak akan mendapatkan apapun. Mamanya juga tidak akan kembali.

"Lah bersih amat Ran, barang-barang lo mana?" ucap Renno heran saat memasuki kamar Ranno.

"Gua pindah ke apartemen" ucap Ranno santai.

"Gila lo! Kenapa?" Kaget Renno. "Pasti lo berantem lagi kan? Seberapa besar masalahnya sampe lo pindah?"

"Gua berantem di sekolah terus ada surat panggilan"

"Itu hal sepele Rannoo"

"Iya gua tau, gua udah cape aja tinggal dirumah ini. Makannya gua pindah."

Renno mengusap wajahnya kasar. Pikirannya salah, ia mengira Ranno telah berubah sejak kepergian ia ke Singapura.

"Masih belum nerima bunda?" Tanya Ranno merebahkan badannya di ranjang milik Ranno.

Ranno menggeleng tersenyum miris. "Buat apa nerima orang yang nggak bisa buat gua bahagia"

Renno bangkit dari tidurnya, duduk di pinggir ranjang dan merangkul pundak Ranno. "Gua tau lo masih belum rela. Tapi dengan sikap lo kaya gini, apa bisa buat mama kembali di sisi kita? Nggak Ran. Mama udah tenang di sana. Mama pasti sedih liat lo kaya gini. Liat lo selalu berantem sama Papa." ucap Renno mencoba menjelaskan semua.

Teman Spesial Senja [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang