Kosong

57 3 0
                                    

Ku tatap bosan jam dinding di ujung ruangan, melirik sebal ke arah tirai lusuh yang melambai-lambai, terkurung raga dalam kekungan jenuh, terkurung jiwa dalam rengkuhan sepi.

Hey angin! Bisakah kau berhembus untuk pudarkan laraku? Dapatkah kau meniup debu singkirkan dukaku? Sanggupkah kau bisikkan pada semesta hapanya jiwaku?

Hey petir! Bernyanyilah untuk samarkan tangisku, bersoraklah untuk mewakilkan jerit ngiluku, bergemalah untuk temani ragaku yang gemuruh dalam kesunyian.

Hey kau! Iya, kau yang ku maksud. Tidak bisakah kau bawa aku pergi menjelajahi alur baru, menarikku keluar dari lilitan hampanya hidupku.

Aku sudah lelah berbisik pada angin dan menjerit pada petir, memintamu kemari pun sia-sia

Kau tau, aku ibaratkan sebuah koran yang bermakna hari itu. Setelah kau baca dan kau tau isinya, kau buang ke esokannya. Apakah kau ingat saat kau membutuhkannya lagi?

Kau tau, ragaku ibaratkan sebatang kayu tua yang rapuh di pinggir telaga yang kehilangan akar, dahan dan daun. Tegeletak tak berguna.

Kau tau, aku ibaratkan sepatu yang berharga saat kau menyukainya, yang kau rawat saat kau baru membelinya. Tapi kau tinggalkan setelah kau bosan.

Kau harus tau, aku tanpa jemu menanti sambil bersanding dengan kehampaan, bercengkrama dengan kesepian, dan bersenandung dengan tangis.

Kata ini seharusnya menjadi awalan kalimat ceritra kita saja dan akhir dari bahagia kita (sebaliknya).


Medan, 13 Februari 2017

Senja (Diangkat Dari Kisah Nyata)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang