Ada yang menghitung dalam sunyi. Kala jarum-jarum waktu berjalan tanpa permisi, menggerus jari-jari menanti sesekali berhenti.
Bumi memakan siklus, sepatu-sepatu berjalan seolah itu harus. Pada leher itu kemudian ia membunuh rakus. Adakah yang perduli?
Leher milik siapa yang muncul di setiap pagi dari balik pintu, lalu hilang lagi. Adakah yang mampu menjelaskan?
Kepada apa leher itu selalu kesakitan, kepada siapa ingin tau dapat terpuaskan.
Lusuh, gemuruh. Kata sepasang kaus kaki di sisa paruh. Detik berjalan meski ada yang luka, berkerjar pantang berujar. Bukan ulahnya!
Dengarkan saja pepatah tua bicara kepada kursi, kepada tawa yang terpaksa dihenti.
Sudah. Selesai. Habis, tak bersisa.
Medan, 14 Februari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja (Diangkat Dari Kisah Nyata)
Teen FictionTepatnya 1 tahun 8 bulan sudah akan tiba. Dimana masa-masa yang sangat sulit, hari demi hari beriringan dengan sunggingan senyum manis dihampiri dengan perasaan yang masih membekas_memar. Aku perlu tau, seakan menjadi topik pembicaraan kita tempo ha...