Diana memberhentikan mobil di basement apartemen yang sudah 5 tahun menemani harinya. Diana dapat melihat mobil Jeremy dari balik kaca spionnya membuat ia gelisah.
"Mau apa lagi pria itu?" bisiknya seraya turun dari mobil membawa kotak kue tadi malam.
Untung saja Ethan tidak memakannya...
Baru beberapa langkah, Diana kembali berjalan ke mobil. Dan begitu terus hingga beberapa menit hanya bolak-balik tidak tentu arah. Memikirkan Jeremy membuat dadanya sesak.
"Ms. Stefanidi."
Diana membalikkan tubuhnya dan tersenyum. "Hai, Thomas!"
Ia memberikan pelukan hangatnya kepada bagian informasi apartemen tempatnya tinggal lalu bertanya dengan cemas. "Apa dia di sini?"
Thomas, pria berumur 40 dengan kulit gelap itu sangat paham siapa yang Diana bicarakan. Dia sering melihat Jeremy, kekasih Diana mengantar wanita itu sampai di lobby apartemen. "Dia menunggu dari tadi malam."
"Bisakah kau mengusirnya?"
Thomas terdiam sejenak. "Apa kau baik-baik saja?"
Diana membasahi bibirnya dengan kaku. "Ya. Aku luar biasa."
"Oke... Kau ingin aku menyeretnya keluar?"
Apakah itu tidak terlalu jahat? Diana menggigit bibir bawahnya lalu menggeleng. Ia melirik jam tangannya lalu tersenyum. "Aku akan mengurusnya. Tapi jika memang tidak memungkinkan, kumohon tunggulah telepon daruratku di posmu."
Thomas mengangguk paham lalu membiarkan Diana meninggalkan lobby.
Dengan langkah terburu-buru mengejar waktu mengajar, ia tidak mempedulikan Jeremy yang berdiri di depan pintunya. Penampilan Jeremy sangatlah kacau. Sangat berantakan. Padahal tadi malam adalah malamnya. Fucking Jeremy's Night? Or Jeremy's Damn Party? Who's care!?
"Pakaian siapa yang kau kenakan?" tanya Jeremy saat melihat Diana yang pulang pagi dengan pakaian berbeda dari tadi malam. Secepat itukah Diana berubah?
"Bukan urusanmu," jawab Diana datar tanpa menatap Jeremy.
"Itu urusanku Diana. Kau kekasihku. Harusnya kau tahu itu, honey."
Oh Tuhan... Desis Diana dalam hati.
Setelah ketahuan berselingkuh pria itu seperti tidak mempunyai urat malu sama sekali.
"Diana—"
"Stop, Jeremy! Aku tidak punya waktu untukmu."
"Kumohon, Diana dengarkan aku, darling..."
Diana tidak menggubris. Ia hanya membuka pintu dengan marah sebelum masuk dan hendak menutup kembali jika tidak Jeremy menahan pintu tersebut dengan kakinya.
Diana merasa percuma saja melawan pria di depannya akhirnya ia mengalah. Ia membuka pintu sedikit dengan tubuhnya di tengah-tengah pintu menghalangi Jeremy untuk masuk. Jeremy yang mengetahui itu hanya menghela nafas dalam menatap Diana dengan gusar.
"Baby—"
Diana mengangkat tangannya membuat Jeremy berhenti bicara. "Dengar, aku sudah tidak marah denganmu. Dan aku juga tidak peduli lagi padamu. Aku memutuskan hubungan kita sepihak dan kau bebas. Seharusnya kau senang karena tidak ada lagi ikatan, tidak ada yang mengomelimu, dan tidak ada yang mengaturmu. Dan jangan pernah memanggilku dengan sebutan menjijikan itu. Namaku Diana. Bukan Baby, Honey, Darling, Sweetheart, Sugar—"
Wait...
Jeremy tidak pernah memanggilnya sugar. Diana menggelengkan kepalanya sebelum melanjutkan dengan gumaman, "Atau apapun itu."
Tiba-tiba saja Jeremy bersujud di kaki Diana membuat wanita itu terkesiap dan terkejut.
"Oh Tuhan. Jeremy, bangun!"
"Aku mohon Diana, beri aku kesempatan kedua. Diana... Aku sungguh menyesal."
Beberapa pintu terbuka menampilkan kepala-kepala tetangganya. Termasuk Nate.
"Jeremy!" bisik Diana malu menjadi sorotan.
"Beri aku kesempatan Diana. Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi. Kumohon Diana... Aku masih mencintaimu. Aku masih membutuhkanmu. Aku akan memberikan apapun yang kau mau tapi kumohon jangan pergi. Jangan meninggalkanku."
Mendengar itu, rasa cintanya perlahan muncul bertepatan dengan bayangan Jeremy menggagahi seorang pria. Diana memejamkan matanya mengatur emosi. Ia sangat tahu ini akan memakan waktu yang sangat lama untuk Diana jika ia hanya diam berdiri dengan pandangan banyak orang yang sedang menonton mereka seraya berbisik.
Diana berjongkok mensejajarkan tubuh mereka. "Kau tidak bisa, Jeremy. Kau menyukai sesama jenismu. Tenang saja, aku tidak akan mengadukan pada Venus. Jadi kau tidak perlu merasa bersalah atau takut atau apapun itu yang menyebabkanmu datang ke sini."
Jeremy menggeleng. "Tidak, Diana. Aku mohon maafkan aku, Diana. Aku bilang aku menyesal!"
"... It is too late to apologize, Jeremy."
Dengan begitu Diana langsung menutup pintu tanpa menghiraukan tatapan dari para tetangga. Setelah meletakkan tas dan kantong kue di meja sebelah telepon kabel di ruang utama, dengan segera Diana masuk ke kamar mandinya. Menghidupkan shower, membiarkan air jatuh begitu saja di tubuhnya tanpa membuka pakaian yang ia kenakan. Ia memukul-mukul dinding di depannya seraya menangis sejadi-jadinya. Merasa letih, ia langsung terduduk. Masih dalam keadaan menangis membiarkan kepalanya menempel di dinding yang dingin.
Diana menjambak rambutnya sendiri seraya berteriak mengeluarkan emosinya. Ia sangat kesusahan mengatur emosinya kali ini. Betapa kesalnya Diana saat tahu pria yang ia banggakan di depan Venus berani berbuat seperti itu. Sungguh keterlaluan. Hubungan mereka hampir dua tahun yang Diana pikir sudah matang dengan mudahnya Jeremy hancurkan. Padahal ia mencintai pria itu. Sangat mencintainya.
***
Diana melihat kembali dirinya di depan cermin. Lingkaran hitam di bawah mata, wajah pucat, dan hidung merah karena pilek. Sangat mengenaskan. Apa dia yakin ingin mengajar seperti ini? Diana mengambil concealer dan mulai berdandan senatural mungkin. Setelah selesai ia mengambil kunci mobil dan tas, berjalan hingga ruang tamu. Betapa kagetnya ia jika Jeremy masih ada di sana. Di depan pintu apartemen, menggedor pintu seraya berteriak kalap tidak terima Diana memutuskannya. Rencana ke sekolah seketika hilang, ia menciut. Diana mundur beberapa langkah, lebih tepatnya melompat ke belakang saat mendengar seperti tendangan di pintunya. Dengan gemetar ia menghampiri telepon kabel menyuruh Thomas melempar Jeremy sejauh yang dia bisa.
Beberapa menit setelah menelpon tidak ada lagi terdengar suara gaduh dari Jeremy membuat Diana akhirnya bisa bernafas. Tapi walaupun ia selamat di kandangnya belum tentu jika ia juga selamat berada di luar, bukan? Bagaimana jika Jeremy masih menunggunya di basement gedung ini. Lalu menariknya. Memukul Diana. Atau lebih sadisnya memotong-motong tubuh Diana menjadi kotak-kotak kecil. Bukankah itu mengerikan...
Memikirkannya saja membuat Diana bergidik. Katakanlah ia mempunyai kekhawatiran yang berlebihan tapi sepertinya bukan hanya Diana. Semua orang pasti ketakutan jika mantan kekasihnya berubah menjadi beruang hutan. Akhirnya Diana menelpon pihak sekolah mengatakan jika ia perlu cuti. Selesai memutuskan sambungan, Diana melirik kue yang ia buat tadi malam untuk Jeremy di meja. Dan berfikir lama. Daripada menyakiti dirinya, kenapa ia tidak mengeluarkan emosinya dengan cara makan berat.
Sepertinya lebih baik...
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEETY VENUS [#2 VENUS SERIES]
RomanceThe second book of Venus Series [21+] Diana datang ke bar setelah memutuskan pacarnya yang telah berselingkuh darinya. Ia ingin melepaskan semua beban pikirannya, melupakan pria berengsek yang telah mengecewakannya. Menari, mabuk dan bahkan jika ia...