Diana dan Jeremy berpelukan di kerumunan orang yang lalu-lalang di bandara. Baru saja Diana melepaskan pelukannya, wanita itu kembali memeluk Jeremy dengan erat membuat Jeremy terkekeh.
"Aku bisa ditinggalkan pesawat jika kita seperti ini terus."
Dengan terpaksa Diana melepaskan pelukannya.
"Jangan lupa menghubungiku jika sudah sampai." Jeremy mengangguk.
"Jaga tubuhmu, jangan minum alkohol terlalu banyak walaupun barang itu sangat berkualitas." kembali Jeremy mengangguk tidak bersuara.
"Jangan melirik wanita manapun. Dan selalu hubungi aku, ceritakan apapun setiap detailnya keseharianmu berada di sana."
Entah sudah yang keberapa Jeremy mengangguk seperti boneka rusak, intinya kepalanya sudah mulai sakit. Kesal? Marah? Jengkel? Tidak. Jeremy tidak pernah seperti itu dengan Diana. Pria itu selalu bisa membuat Diana damai dengan cara menuruti perkataan Diana. Dan Jeremy-pun sudah paham dengan sifat Diana yang satu ini. Wanita ini selalu banyak bicara entah itu penting atau tidak.
Jeremy mengecup dahinya sekilas sebelum berjalan menjauhi Diana sambil melambaikan tangannya. Diana pun membalas lambaian tersebut dengan antusias walaupun raut wajahnya sedih.
Setelah menghilangnya Jeremy dari pandangan Diana, perlahan wanita itu mengukir senyuman hingga ia menjerit kesenangan di tempat ia berdiri. Ia tidak peduli dengan pandangan banyak orang yang memandangnya dengan kebingungan. Yang ia lakukan hanya melompat seperi anak kecil dan berteriak mengeluarkan emosi senangnya.
Ia berjalan menuju mobilnya masih terlihat jelas senyum mengembangnya seraya memikirkan kejadian sebelum ia meninggalkan Jeremy sebentar karena panggilan alam.
Flashback...
"Tunggu sebentar. Aku ingin pipis." Diana menarik Jeremy supaya pria itu berhenti.
"Perlu aku temankan?" tawar Jeremy membuat Diana memutar bola matanya.
Dalam dua tahun mereka menjalin hubungan membuat Jeremy sudah hafal dengan sikap Diana. Mulai dari kebiasaan wanita itu yang selalu makan banyak yang tidak akan pernah sama sekali mempengaruhi bentuk tubuhnya, over emotion, mulut yang tidak pernah berhenti bicara, hingga buta arah.
"Aku sudah tinggal di New York hampir 26 tahun dan sering bolak-balik di sini untuk mengantar Hera atau siapapun yang aku kenal keluar negeri. Well, yeah. Aku sudah hafal seluk beluk bandara ini," ujar Diana panjang lebar yang hanya mendapat anggukan Jeremy.
Diana dapat melihat Jeremy sedang menahan tawa. Inginnya ia memarahi Jeremy panjang lebar akibat sikap Jeremy yang buruk di depan kekasihnya, namun yang ia malah memukul dada Jeremy pelan lalu segera berbalik dan bergegas menuju toilet terdekat karena sudah tidak dapat menahan lebih lama.
Setelah selesai dengan urusan di toilet, Diana bergegas menemui Jeremy karena waktu. Dari jauh Diana dapat melihat Jeremy tengah berbicara melalui sambungan ponsel yang ia tempelkan di telinganya, memunggungi Diana. Semakin dekat, Diana dapat mendengar pembicaraan Jeremy. Dan pria itupun kelihatan tidak mengetahui jika Diana tengah berdiri tepat di belakangnya.
"Baiklah. Ingat, besok malam aku mengadakan pesta besar-besaran di rumahku, ajak semua temanmu. Dan satu hal lagi..."
Diana terkejut bukan main. Bukankah Jeremy akan terbang sebentar lagi? Jadi kenapa besok ia mengadakan pesta di rumahnya? Sebenarnya apa yang tengah terjadi tadi? Pikiran Diana mulai campur aduk. Mulai dari kesal, marah, dan kecewa karena telah di bohongi Jeremy. Namun saat ia ingin memanggil nama Jeremy, pria itu kembali berbicara membuat Diana berfikir keras sebelum ingin menjerit kesenangan dalam hati.
"Aku akan mengumumkan hal yang paling berharga untukku hingga aku harus membicarakannya besok ke semua orang yang datang... Yaitu tentang hidup dan matiku.."
Apa maksudnya?
Apalagi kalau bukan lamaran? Itulah yang ada di pikiran Diana. Setelah 2 tahun menjalin hubungan akhirnya pria yang ia cintai akan melamarnya.
Tidak...
Mungkin langsung menikahinya?!
Diana tersadar dari alam fantasinya saat Jeremy menjauhkan ponselnya tanda pria itu baru saja memutuskan panggilan. Dengan memasang wajah biasa saja, Diana menegur Jeremy meminta pelukan perpisahan sebelum pria itu pergi. Seakan ia tidak mencuri pembicaraan Jeremy barusan. Dan Jeremy pun kelihatan biasa saja. Jeremy membalikkan tubuhnya menghadap Diana sebelum memeluk wanita itu, kekasihnya dengan sayang.
Flashback end.
Sampai di mobil, Diana langsung membelah lautan kendaraan menuju salah satu toko bahan kue seraya memikirkan ingin membuat kue apa dan memberi hadiah apa untuk Jeremy. Dan di kepalanya selalu terbesit bagaimana cara Jeremy akan melamarnya setiap ia memikirkan hadiah yang ingin ia belikan untuk Jeremy.
Apa seperti Adam yang melamar Helena dengan 10.000 bunga mawar merah yang di beli dari toko bungan Mama Diana lalu melamar Helena di tengah jalan raya?
Atau seperti di film-film?
"Aakkkhh!!!" jerit Diana senang yang diakhiri tawa saking tidak sabar menunggu hari esok.
Jeremy ingin bermain?
Dan Diana akan mengikuti permainanya...
*TBC*
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEETY VENUS [#2 VENUS SERIES]
RomanceThe second book of Venus Series [21+] Diana datang ke bar setelah memutuskan pacarnya yang telah berselingkuh darinya. Ia ingin melepaskan semua beban pikirannya, melupakan pria berengsek yang telah mengecewakannya. Menari, mabuk dan bahkan jika ia...