Diana menghentikan mobilnya di depan toko bunga Mamanya, Maria Florist. Dengan senyum ceria ia memasuki toko tersebut mencari keberadaan Maria. Seorang wanita sudah tidak bisa dibilang muda tapi mempunyai wajah baby face seperti Diana tengah menyemprotkan air di bunga-bunganya.
"Mama...!" teriaknya memeluk Maria dari belakang.
Maria tertawa pelan melihat tingkah anaknya yang tidak berubah dari kecil. "Kau ini. Sudah besar masih seperti anak kecil!" Maria memukul kepala Diana main-main membuat bibir Diana maju beberapa senti.
Setelah itu Diana kembali tersenyum dan membantu Ibunya menyemprotkan air di bagian bunga tulip.
"Apalagi kali ini? Bosan setelah mengajar?"
Diana mengangguk antusias. "Hari ini bukan hari Venus dan aku tidak membawa pulang PR anak muridku."
Beginilah hidup Diana sehari-hari. Pagi bekerja siangnya pulang. Jika ia tidak punya kerjaan lagi, ia akan datang ke toko bunga Ibunya. Toko ini mempunyai 2 lantai. Dengan lantai atas sebagai tempat tinggal Maria dan para karyawan toko yang dari distrik lain.
Dan untuk toko bunga ini. Bukan maksud membanggakan diri tapi siapa juga yang tidak bangga dengan dirinya jika bisa membahagiakan orang tuanya? Karena Maria sangat menyukai bunga, maka dengan tabungan gaji selama satu tahun, ia berikan untuk Maria memulai usaha toko bunga. Awalnya toko ini hanya toko kecil-kecilan. Namun semakin hari semakin pesat perkembangannya. Mulai dari tidak ada karyawan sekarang berjumlah 14 karyawan.
Dan satu hal lagi yang membuatnya bangga. Yaitu tubuhnya lebih tinggi 5 senti dari pada Mamanya. Bukankah hal itu sangat membanggakan untuk Diana?
"Ingin minum coklat panas?" Maria melepaskan sarung tangan plastik lalu mencuci tangannya diikuti Diana.
"Aku hampir saja menyarankan itu." Mereka berdua terkekeh.
Mereka kemudian berjaln masuk ke ruangan dan duduk di antara para meja tamu yang menunggu bunga mereka. Selain membuka toko bunga, Maria juga mengembangkan usahanya dengan membuka kafe di sana. Entah mendapat ilham dari mana, saat Maria melihat antrian yang panjang menunggu bungkusan bunga mereka, Maria jadi berinisiatif membuka kafe di dalam toko walau hanya ada delapan meja. Sedangkan bunga, untuk yang sudah siap dijual ia simpan di luar toko. Dan jika pembeli menginginkan yang lebih segar, maka Maria akan memotong yang baru di halaman belakang.
Setelah lama menunggu, akhirnya minuman mereka datang. Diana menghirup aroma coklat sebelum meminumnya.
Pas! Tidak panas, tidak juga dingin.
Tapi ada yang kurang... Bukan Diana jika tidak ada sesuatu yang masuk ke mulutnya.
"Amanda?" panggil Diana saat salah satu karyawan melewati mereka.
"Yes, Miss?"
"Bisa ambilkan 3 potong cake hari ini, please?"
"Sure."
Maria mencubit tangan anaknya membuat Diana mengaduh kesakitan. "Kau ini. Hentikan itu makan banyak! Bagaimana jika kau gemuk?! Nanti Jeremy tidak mencintaimu lagi baru tahu rasa..
Padahal mau makan sebanyak apapun Diana tidak akan pernah gemuk. Maria saja sampai keheranan. Sebenarnya dirinya juga seperti itu. Bukankah anak dan Ibu sama saja? Diana hanya meringis mengusap tangannya yang sakit akibat cubitan Ibunya dan meringis karena hatinya yang juga ikut sakit. Mendengar nama Jeremy kembali membuat hati Diana yang tadi mulai di jahit sekarang kembali terkoyak dengan lebar.
"Ngomong-ngomong... Apa Jeremy belum pulang dari Kanada?"
Diana hanya diam. Yang Ibunya tahu terakhir kali Jeremy ke sini untuk berpamitan ke Kanada selama seminggu. Dan Maria juga tidak tahu jika Diana dan Jeremy telah putus. Mungkin belum kata yang cocok.
Kembali tangan Diana dicubit membuat Diana menjerit kesakitan hingga wanita itu berdiri. "Mama!!!"
"Aku bertanya bukannya dijawab! Apa kau ingin menjadi anak durhaka?!" teriak Maria tidak kalah nyaring membuat mereka menjadi bahan tonton pengunjung sebentar.
Diana menghela nafas kembali duduk sebelum menjawab dengan malas, "Mana aku tahu."
"Dia belum mengabarimu? Sepertinya ia sangat sibuk di sana..." gumam Maria tanpa memperhatikan raut bad mood Diana.
Tak lama pesanan Diana datang membuat wanita itu kembali ceria melupakan nama Jeremy. Dengan mata berbinar ia menatap 4 jenis cake dengan 3 potongan kecil. Diana menjilat bibirnya sebelum menyuapi salah satu cake ke mulutnya.
"Yummy...!" desahnya meletakkan sendok teh tersebut di bibir, kebiasaannya dari dulu. Dan sekarang mulailah dunia Diana. Jika makanan sudah ada di hadapan Diana, wanita itu akan melupakan sekelilingnya. Sedangkan Maria hanya berdecak memperhatikan anaknya yang lahap memakan cake suap demi suap tanpa mempedulikan omelan Maria.
Maria menatap keluar jendela saat mobil yang ia kenal terparkir di dekat pintu masuk. Seorang pria muda keluar dari mobil dan melambaikan tangannya saat melihat Maria dari balik kaca toko. Dengan cepat Maria berjalan menuju pintu masuk untuk menyambut pria itu. Sedangkan Diana masih duduk dengan senyum polosnya memakan cake.
"Ohh lama tidak ke sini, Ethan!" Maria memeluk pria yang ia panggil Ethan. Siapa lagi kalau bukan Ethan si aktor tampan itu.
Ethan membalas pelukan kilat Maria lalu mengecup pipi Maria membuat Ibu satu anak itu tersipu. "Hampir satu bulan kau tidak ke sini."
"Hari ini hari lahir Ibuku dan nanti malam akan dirayakan. Tidak mungkin bukan aku membeli bunga setiap hari untuk kubuang begitu saja?" kata Ethan jujur.
Maria terkekeh. Bukannya marah dengan sikap jujur Ethan malah ia mengangguk setuju. "Aku doakan semoga Ibumu tetap sehat. Jadi bunga apa kali ini?" tanya Mari kembali ke pokok masalah.
"Err... Apa ada kaktus? Supaya Ibuku berhenti menceramahiku."
Seketika tawa Maria meledak seperti anak remaja. "Tunggu, aku akan ambilkan."
Sepeninggalan Maria, Ethan berjalan mencari kursi kosong dan malah menemukan hal yang tidak pernah ia duga.
Sesosok wanita mungil tengah memakan cake yang banyak dengan lahap. Ethan menggelengkan kepala. Tubuh sekecil itu sangat mampu menampung makanan sebanyak ini. Tanpa sadar bibir Ethan tertarik ke atas. Dengan santai ia berdiri di depan Diana namun wanita itu terlihat tidak menyadari keberadaan Ethan membuat Ethan kesal.
"Ehem." Ethan berdeham sedangkan Diana malah kembali menyuapi mulutnya sambil mendesah puas.
Ethan yang mendengar suara desahan Diana membuat otaknya bekerja. Desahan makan saja bisa sampai membuat Ethan kecil menegang. Bagimana jika desahan saat Ethan memasukinya. Mungkin ia bisa mengganti nada deringnya dengan desahan Diana...
'Damn...!'
Ethan menghempaskan bokong dengan bunyi kursi berderit mencoba menarik perhatian Diana. Malah yang terjadi ia menarik banyak perhatian para pengunjung di sana. Sedangkan Diana tetap sibuk dengan dunianya.
Setelah tersenyum meminta maaf kepada para pengunjung, Ethan kembali menatap Diana. Seakan itu adalah pekerjaan kedua setelah menjadi pemain film. Pekerjaan yang ia rela tidak di bayar. Entah berapa lama Ethan hanyut dengan pemandangan di depannya. Yang ia tahu ia tersadar saat Diana menatap ponsel yang bergetar yang sedari tadi wanita itu pegang.
Diana mengapit sendok teh di mulutnya -yang di lihat Ethan dengan intens- sebelum menatap ponsel. Bukannya menjawab panggilan, wanita itu malah menjatuhkan ponselnya ke bawah karena terkejut saat melihat nama Jeremy tertera di sana.
"God..." bisik Diana kesal karena kaget.
Diana meletakkan sendok teh di piring kue lalu menunduk mengambil ponselnya. Setelah itu ia kembali duduk dan kembali terkejut saat mendapati Ethan tengah duduk santai di depannya, tapi tidak dengan matanya yang tengah menatap Diana intens. Hingga tanpa sadar ponsel yang ia pegang jatuh untuk kedua kalinya dalam kurun waktu beberapa menit. Tapi untung saja kali ini jatuhnya di meja jadi ia tidak perlu memikirkan masalah untuk membeli ponsel baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEETY VENUS [#2 VENUS SERIES]
RomanceThe second book of Venus Series [21+] Diana datang ke bar setelah memutuskan pacarnya yang telah berselingkuh darinya. Ia ingin melepaskan semua beban pikirannya, melupakan pria berengsek yang telah mengecewakannya. Menari, mabuk dan bahkan jika ia...