Diana tidak peduli jika ia pulang dengan tubuh penuh luka. Yang ia pikirkan hanya pulang. Kembali dengan selamat. Dan kandungannya juga selamat. Memikirkan itu membuat ia mengelus perutnya. "Bantu Ibumu tetap kuat, Nak. Kau bisa membantuku di dalam sana."
Diana tersenyum lemah kemudian menolehkan kepalanya ke beberapa potong kayu di sudut ruangan. Ia langsung mengambil satu yang ukurannya sedang untuk menjaga dirinya. Kembali menuju jendela, Diana membuka dengan sangat perlahan karena saat pertama ia membuka, jendela tersebut mengeluarkan bunyi deritan yang ngilu. Dan ia takut jika bunyi itu bisa mengusik orang yang ada di sana. Diana hanya perlu berjinjit untuk memanjat ke jendela dikarenakan letak jendela tersebut sangat rendah tepat saat bunyi gemericik kunci dari arah pintu. Pintu terbuka menampakkan satu pengawal yang memanggilnya. Dengan cepat Diana melompat.
Diana mundur beberapa langkah untuk mengamati rumah kecil di depannya lalu membalikkan tubuhnya. Saat ia berjalan, satu anak buah Lily sudah berada di depannya. "Sial!" Ia menyumpah saking kejutnya. Dan refleks ia memukul wajah pria itu dengan kayu yang ia pegang. Dan pria itu langsung terduduk.
"Sorry... Aku tidak bermaksud memukulmu... Astaga..."
Baru saja pria itu hendak berdiri, Diana kembali memukul kepala pria itu hingga pingsan. "Oh Tuhan... Maafkan aku!" jeritnya tertahan dengan tangan gemetar memegang kayu. Diana menangis kembali.
Belum sempat Diana melakukan apa-apa, seseorang sudah memegang pundaknya dari belakang. Kembali secara naluri Diana mengayunkan kayunya hingga mengenai pinggang pria itu. "Ya Tuhan... Apa yang kulakukan?"
"Kau—" anak buah terakhir Lily memasang wajah geram.
Diana menatap kayu yang ia pegang lalu kaki telanjangnya. Kayu atau kaki? Diana belum memutuskan ingin memakai yang mana hingga tangan pria itu sudah memegang lengannya. Otomatis Diana berteriak seperti remaja lalu mengayunkan kakinya ke arah selangkangan pria itu. Diana bisa melihat wajah pria itu menahan sakit yang sangat. Pria itu bersujud di bawah kaki Diana dengan kedua tangan melindungi juniornya.
"Maafkan aku. Sungguh aku tidak bermaksud melakukan itu... Aku bersumpah... Huaaaa Mama...!"
Diana menatap sekelilingnya yang memang benar hutan lalu kembali menatap pria yang sudah pasti butuh waktu lama untuk bisa berdiri. Hari sudah gelap dan di depannya hutan dengan pohon-pohon yang tinggi dan juga tanpa alat penerangan. Ia menatap kakinya yang tidak memakai alas kaki, penampilannya sangat kacau.
"Oke, Diana... Hanya dua hal yang akan kau takuti di sana... Binatang buas dan hantu." Memikirkan itu membuatnya merinding. Dan ia langsung berlari dari sana. Berharap dalam pelariannya ia tidak bertemu dengan dua hal tadi.
Diana bisa mendengar suara teriakan di belakang, ia menoleh -masih berlari- melihat Lily dan Lucy sudah keluar dari rumah itu. Diana kembali menatap ke depan dan terus berlari.
Bunyi suara burung hantu, jangkrik, dan katak mengiringi langkahnya. Sesekali ia menoleh ke belakang hanya untuk memastikan jika tidak ada yang mengikutinya. Diana terus berlari dan terus berlari tanpa berhenti walau ia kelelahan. Kaki yang sudah lecet tidak ia pedulikan karena jika ia berhenti, maka binatang buas akan menemukannya... Atau hantu. Sungguh Diana benci hantu, hal itu membuat ia ketakutan setengah mati. Diana menatap sekeliling, berharap ia berlari ke arah yang benar.
Karena tidak ada penerangan, kakinya tersandung akar kayu besar yang mencuat keluar. Diana tersungkur dengan kayu yang ia pegang terlempar cukup jauh. Untung saja saat terjatuh, ia dengan sigap melindungi perutnya dengan kedua tangan. Entah apakah berpengaruh atau tidak, ia hanya tidak ingin bayinya mengalami hal yang tidak-tidak. Diana tidak mengeluh, tidak menangis, tidak juga menjerit karena sakit tubuhnya. Tidak ada waktu untuk menjadi anak manja karena pikirannya saat ini hanya keselamatan mereka berdua. Diana kembali berdiri dan mengambil kayu keberuntungannya.
Dari jauh Diana melihat sebuah cahaya membuat ia bersyukur. Cahaya itu semakin dekat dan menampakkan sebuah mobil. Diana melambaikan kedua tangannya ke atas supaya supir tersebut dapat melihatnya. Dan benar saja mobil itu berhenti begitu melihat Diana. Diana mendekat saat orang di balik kemudi keluar. Dan alangkah terkejutnya Diana saat melihat siapa yang keluar dari dalam mobil jeep.
"Nate?!"
Nate memicingkan matanya lalu terkejut. "Diana? Apa yang kau lakukan di tengah hutan ini?"
Diana menghela nafas lega. Ada orang yang ia kenal menolongnya. "Nate tolong aku. Mereka menculikku. Mereka membawaku ke rumah tua lalu menyekapku. Sebenarnya dia saudara tiriku dan mereka..." Diana berhenti berceloteh. Ia termenung bagaimana bisa Nate berada di tengah hutan? "Mereka..." Kenapa Nate ada di sini? Sedangkan sepanjang Diana berlari, dirinya tidak menemukan sebuah rumah kecuali tempat penyekapannya.
Diana mendongakkan kepalanya menatap raut wajah Nate yang masih memasang wajah malaikat. "Mereka menculikku. Lalu..." refleks Diana berjalan mundur seraya bergumam tak jelas. "Menyekap... Mengunci..."
"Ayo, Diana. Aku antar kau pulang." Nate masih berkata dengan lembut. Saat Nate maju satu langkah, Diana mundur dua langkah.
Diana takut sekarang. Lebih takut daripada di terkam binatang buas atau hantu. Oke... Yang tadinya ketakutan Diana hanya binatang buas dan hantu. Dengan terpaksa ia menambahkan Nate juga dalam daftar ketakutannya di hutan belantara.
"Ayo, Diana."
Diana terdiam, ia mengatur nafasnya yang memburu. Melirik Nate lalu melirik mobil jeep di belakang pria itu. Jika Diana ingin mencuri mobil tersebut, sungguh Diana tidak akan bisa. Karena ia tidak tahu bagaimana caranya menjalankan mobil tersebut. Apakah sama seperti mobil matic? Seperti mobilnya?
Jadi pilihannya hanya sisa satu. Berlari dan berlari.
Dengan sisa tenaga yang ia punya, Diana mengayunkan kayu yang masih setia ia pegang. Tapi sayangnya hanya mengenai bahu Nate. Diana kembali melayangkan kayunya namun ditahan Nate dengan wajah berangnya.
Diana gemetar sekujur tubuh. Ia melepaskan kayu yang masih dipegang Nate lalu membalikkan tubuhnya. Belum sempat berlari, Nate sudah mengangkat pinggangnya dipundak yang sehat lalu membopong wanita itu ke mobil. Dan sepanjang jalan yang bisa Diana lakukan hanya menjerit meminta lepas.
Nate memasukkan Diana dengan paksa ke dalam kursi penumpang lalu ia kembali ke kursi pengemudi. Baru saja Nate mendaratkan bokongnya di kursi, Diana yang dengan lincahnya sudah keluar dari mobil.
"Sial. DIANA!" teriak Nate menggelegar.
Diana mengacuhkannya, ia kembali berlari. Entah sudah berapa belas pohon tinggi yang ia lewati. Yang ia tahu tubuhnya masih tertangkap Nate.
"Tidak! Lepaskan aku!!!"
"Ayo!" Nate menarik rambut Diana dengan kasar membuat wanita itu harus terseret dengan tubuh sudah terlentang di tanah. "Jangan melawan lagi, Diana. Jika ingin melakukan pemberontakan, percuma saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEETY VENUS [#2 VENUS SERIES]
RomansaThe second book of Venus Series [21+] Diana datang ke bar setelah memutuskan pacarnya yang telah berselingkuh darinya. Ia ingin melepaskan semua beban pikirannya, melupakan pria berengsek yang telah mengecewakannya. Menari, mabuk dan bahkan jika ia...