Dengan melakukan setengah hati, Diana membantu Ethan berdiri. Membawa ke lantai atas butuh perjuangan bagi Diana. Karena setiap anak tangga yang mereka naiki, tanpa sepengetahuan Diana, Ethan mengambil beberapa kesempatan. Seperti meletakkan kepalanya di pundak Diana, semakin dalam menenggelamkan kepalanya hingga Diana bisa merasakan hembusan nafasnya di lehernya.
Tanpa mereka sadari, Jeremy tengah menatap pemandangan itu dengan raut wajah tidak terbaca. Baru saja ia menelpon Diana namun wanita itu tidak mengangkatnya. Kembali ia menelpon berkali-kali namun yang ada ponsel Diana mati. Jeremy mencoba menemui Diana di apartemen, namun Thomas mengatakan Diana belum kembali dari bekerja.
Akhirnya di sinilah ia berada. Berdiri diantara orang lalu-lalang, menatap lurus ke depan, di sebuah toko bunga milik Ibu Diana. Dan yang paling membuatnya terkejut adalah saat melihat betapa Diana yang berbeda, bukan Diana yang dulu. Diana yang sekarang dengan relanya membawa seorang pria ke lantai atas sambil saling merangkul. Apa karena pria itu adalah Ethan? Seorang aktor? Padahal se-masa mereka pacaran, Diana tidak pernah memberikan akses sampai di situ.
Yang makin membuat Jeremy mengerutkan dahinya adalah ada hubungan apa mereka? Jeremy menggenggam erat ponselnya dengan pemikiran yang tidak bisa diprediksi siapapun.
***
Diana mulai membaringkan Ethan perlahan, takut ia akan ikut terbaring juga. Salah, ia akan ikut terjatuh jika ia menghempaskan tubuh besar Ethan di kasur kecilnya.
"Argh..." rintih Ethan setelahnya. Ethan terduduk mengusap bahunya yang terbentur pinggiran ranjang membuat Diana yang tadinya panik menjadi kesal.
"See? You're just pretending. Oh shit!"
"Tadi aku benar-benar sakit. Sekarang juga masih sakit."
Diana hanya menghela nafas, entah Ethan sakit atau tidak itu bukan urusannya. Yang paling penting adalah Ethan harus sembuh -jika benar sakit- supaya bisa keluar dari kamarnya. Sungguh dengan adanya pria asing di area pribadinya membuat Diana risih.
"Kau butuh aspirin?" Diana mencoba membuka laci nakas samping ranjang mencari obat.
Setelah mendapatkan botol penuh aspirin, ia ingin keluar mengambil air mineral langsung terhenti saat Ethan menarik pergelangan tangan Diana. Wanita itu jatuh dalam pelukan Ethan. Diana mencoba melepaskan diri malah membuat Ethan semakin erat memeluknya. Diana tidak bisa bergerak sama sekali. Yang bisa ia lakukan hanya menggeliat di dekapan Ethan. Diana membesarkan matanya dengan rona merah di wajah. Ia dapat merasakan ereksi Ethan yang membengkak.
"E-Ethan..."
Ethan menggeram sebelum melepaskan Diana. Ia bangun berdiri dengan santai. "Aku sudah sehat."
Dengan kesal Diana mengambil semua bantal lalu melemparkan ke arah Ethan yang sedang tertawa atas kemenangan dirinya. Tidak cukup sampai di bantal, ia melepaskan kedua sepatu haknya langsung melempar dengan barbar yang dengan cepat Ethan menghindar. Tidak ada lagi yang bisa ia lempar, Diana hanya duduk di ranjang dengan dongkol.
"Hei, mau apa kau?" tanya Diana saat Ethan membuka daerah terlarang miliknya. Laci lemari bagian bawah yang menyimpan dalamannya.
Dengan cepat Diana menuju Ethan yang mulai memajang satu persatu bra Diana di ranjang. "Hey, hentikan bodoh!"
"Kenapa hampir semuanya berwarna pink?" tanya Ethan saat menerawang satu bra seperti menerawang uang kertas apakah itu asli atau tidak.
Diana mengambilnya dengan geram, "Itu bukan urusanmu! Lagipula ini sudah lama. Aku lupa membuangnya."
Ethan hanya tersenyum, kembali membuka laci satunya yang penuh dengan celana dalam Diana. Tempat yang paling penting.
"Entah kenapa aku mempunyai insting 2 tempat ini penyimpanan harta karunmu." Ethan mengerlingkan matanya dan mencium aroma salah satu dalaman Diana membuat wanita itu berhenti di tengah jalan mengambil benda yang Ethan pegang.
"Manis..." bisik Ethan vulgar membuat Diana merona.
Butuh beberapa detik mereka seperti itu. Diana menarik benda yang Ethan pegang, menyimpan di tempat semula. Setelah itu ia menarik rambut pria malang itu keluar dari kamarnya. Ethan menjerit kesakitan namun Diana tidak mempedulikannya. Lemari Diana saja bisa di bongkar habis Ethan, apalagi...
'Arghh... Hentikan pikiran itu, Diana!'
"Ingat, jangan pernah ke sini lagi. Ibuku tidak menerima pengunjung mesum sepertimu!" kata Diana saat mereka sudah di luar toko.
Untung saja sepanjang perjalanan dari lantai atas, Diana melihat Ibunya tengah sibuk memotong beberapa tangkai bunga jadi ia tidak perlu takut akan diomeli Maria saat tahu anak satu-satunya tengah melakukan tindak kekerasan terhadap pengunjung.
"Baiklah, kalau ciuman perpisahan bagaimana?"
"In your dream, jerk!"
Ethan hanya terkekeh memasukkan buket bunga yang ia beli dalam mobil lalu kembali berdiri menjulang di depan Diana. Diana perlu mendongak terlalu ke atas hingga lehernya seperti ingin patah. Diana lupa jika ia tadi melepaskan sepatu hak tinggi. Dan sekarang tanpa alas kaki, tanpa heels membuat ia sangat pendek.
Mereka hanya saling pandang tanpa mengeluarkan satu katapun. Mata bertemu dengan mata. Seperti ada magnet di antara mereka membuat Diana tidak bergerak. Seakan posisi seperti ini sangat nyaman baginya padahal lehernya hampir mati rasa. Ethan menunduk secara perlahan dan Diana tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Entah setan apa yang membisiknya, Diana menutup matanya menunggu Ethan -yang paham- ingin mencium Diana hingga suara yang familiar di telinga Diana mengganggu aktifitas mereka.
"Diana...?"
Diana menoleh dengan cepat membuat Ethan hanya mencium ujung telinga Diana. Ethan menggeram, ia kesal pada siapa itu orang yang sudah mengacaukan momen tadi. Padahal sedikit lagi ia mendapatkannya.
Diana membulatkan matanya, terkejut. "... Jeremy?"
Jeremy maju selangkah membuat Diana refleks mundur. Malah wanita itu sekarang berada di belakang Ethan yang tidak tahu apa-apa.
"Diana..." panggil Jeremy tersiksa.
Diana memegang erat kaos Ethan seakan itulah perisainya. "Kenapa kau berada di sini?"
"We need to talk, Diana."
Diana menggelengkan kepalanya kuat, "We're done, Jeremy."
Mendengar itu membuat Jeremy naik pitam. Dia maju, mencengkram kuat lengan Diana. Menarik Diana berada di dekatnya bukan berada di pria asing itu.
"Jeremy, lepaskan aku!" Diana meringis kesakitan.
"Diam Diana! Kau harus mendengarkan aku dulu!" balas Jeremy tak kalah berteriak.
Ethan langsung maju, menarik Diana saat melihat hal itu. Baginya, wanita itu istimewa. Harus diperlakukan dengan lembut bukannya di kasari. Jujur saja, Ethan tidak pernah melakukan kekerasan fisik pada wanita. Yeah... Walaupun kekerasan batin seperti pada Diana sering dilakukannya. Jadi intinya ia pernah melakukan kekerasan batin, tapi tidak dengan kekerasan fisik. Pria yang melakukan kekerasan fisik pada wanita sama saja dengan banci.
"Santai, bung... Kau menyakitinya." Ethan membawa Diana ke pelukannya yang ingin menangis ketakutan. Memberi usapan lembut di bahu Diana membuat Diana menjadi sedikit tenang.
"Lepaskan dia. Dia milikku."
Ethan menahan dada Jeremy saat Jeremy ingin menarik Diana. "Hey, aku tidak ingin ribut di tempat ramai, buddy. Bisakah kau pergi dari sini. Kau tidak dengar tadi katanya? Dia tidak ingin bicara denganmu," ujar Ethan tenang.
Walaupun dia kesal dengan Jeremy bukan berarti ia harus memukul pria ini dengan tangan kosong. Di tempat umum pula... Ia harus tetap menjaga image di tempat umum. Mungkin lain waktu di tempat pemakaman atau di hutan beda cerita.
Jeremy menatap Ethan dengan marah. Sedikit mendongak karena tubuh Ethan jauh lebih tinggi darinya membuat ia merasa risih. "Siapa kau?"
Ethan terkekeh merasa lucu. "Aku?" Ethan melirik Diana lalu melirik Jeremy. "Aku sempat berfikir jika hanya Maria satu-satunya fansku di dunia ini. Kenapa ada yang tidak mengenaliku ckck..."
Jeremy ingin sekali mencekik Ethan, tapi ia urungkan. Jika media massa tahu, ia akan di bully habis-habisan dengan netizen. Terutama para fans Ethan.
"Apa hubunganmu dengan Diana?" tanya Jeremy geram, mengepalkan kedua tangannya hingga memutih.
"Dia pacarku!" Tanpa sadar Diana yang duluan angkat bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEETY VENUS [#2 VENUS SERIES]
RomanceThe second book of Venus Series [21+] Diana datang ke bar setelah memutuskan pacarnya yang telah berselingkuh darinya. Ia ingin melepaskan semua beban pikirannya, melupakan pria berengsek yang telah mengecewakannya. Menari, mabuk dan bahkan jika ia...