"Minggir, minggir."
Dia terus berlari sekuat tenaga demi menghindari segerombolan kakak kelas yang mengerjar-ngejarnya sedari tadi. Mungkin hingga ke ujung dunia mereka tetap mengejar asalkan mereka bisa membalas perlakuan Halona Allison Zoran, cewek tengil yang selalu merasa dirinya adalah manusia tercantik sepanjang masa.
"Aaaah."
Bruk!
Akhirnya dia berhenti berlari. Dan jatuh tersungkur karena kakinya tersandung kaki seorang cowok yang entah dia pun tak tahu siapa namanya. Yang ia rasakan hanya sakit pada kening dan lututnya. Ia berusaha bangkit namun seketika semua menjadi gelap.
###
"Eh, lo udah sadar? Sorry, tadi gara-gara gue lu jatuh sampai pingsan gitu. Lo gak apa-apa? Lagian kenapa sih lo lari-lari kayak gitu? Kayaknya tadi kakak kelas ngejar-ngejar lo deh, bener gak? Emang lo ngapain? Jam pelajaran bentar lagi dimulai nih, mau gue ...,"
Lona merasakan kepalanya semakin terasa sakit. "Lo banyak tanya banget. Kayak ibu-ibu banget sih lo. Udah ah, gue mau balik ke kelas." Tuturnya tegas.
Lona bergegas pergi meninggalkan cowok itu. Tak peduli dengan perkataan seseorang yang masih berada dibelakangnya.
Sesampainya di depan pintu UKS dia bernafas lega melihat sahabatnya menghampiri dirinya.
"Hei Lon, lo kenapa sih sampai bisa jatuh dan pingsan kayak gitu? Terus kenapa lagi sampai kakak kelas ngejar-ngejar lo? Lo pasti buat masalah deh." Izza tahu betul sifat sahabatnya. Sedangkan Lona tak pernah tahu bahwa sahabatnya itu selalu mengkhawatirkannya.
" eh nggak, tadi gue cuma nakut-nakutin Fina. Kakak kelas kita yang sok berani itu." Lona tertawa kecil, "ternyata dia penakut."
Izza berdecak dan kemudian berkata. "lo tuh ya, kebiasaannya cari masalah. Oh iya, lo udah ngerjain PR Kimia?"
Lona membulatkan matanya dan menepuk jidatnya."serius lo ada PR Kimia? Mampus gue, mampus gue belum ngerjain PR. Yaudah deh, bilang sama pak Pram kalau gue masih sakit. Gue ke UKS aja deh kalau kayak gini."
Melihat tingkah sahabatnya, Izza hanya bisa mendesah pelan. Sedangkan Lona segera berlari meninggalkan sahabatnya. Ia merasa hari ini adalah hari tersialnya. Ia tak mengerti kenapa semua kesialan terjadi hari ini. Entahlah,ia hanya ingin segera tiba di UKS dan merebahkan tubuhnya.
###
Lona memutar kunci yang dia dapatkan dari penjaga UKS dan kemudian membuka pintu.
Ceklek
Lona terkejut melihat ada sosok tubuh yang duduk diatas tempat tidur dibalik tirai. Ia mengintip perlahan dan tiba-tiba berteriak. "hantuuuu!"
"heh,heh gue bukan hantu." Cowok itu membuka tirai. "hah, lo kenapa balik kesini lagi? Bukannya tadi lo mau balik ke kelas?" cowok itu kemudian berdiri dan berpindah duduk ke sebuah bangku panjang.
Lona menggaruk kepalanya yang tak gatal. "hehe, gue males belajar kimia. Lo ngapain disini?"
"suka-suka gue." Cowok itu segera mengalihkan pandangan ke badge nama dan kelas milik Lona. "anak IPA kok males belajar kimia." Cowok itu tersenyum miring. "oh, nama lo Halona. Nama gue Alvarendra Arthemus Muraco, panggil aja Alva."
"oh, gue gak peduli!" Tukas Lona cepat dan segera merebahkan tubuhnya. Tak lama kemudian ia terbawa ke alam mimpi.
###
Saat tengah berhayal, Alva mendengar bel pulang berbunyi. Melihat Lona yang masih tertidur, Alva mendesah pelan. Alva bangkit dari tempat duduknya dan segera menghampiri Lona. "heh bangun! Udah waktunya pulang. Woi bangun woi! Kebo banget sih lo."
Lona merasa ada percikan air mengenai wajahnya. Ia teringat bahwa ia masih berada di UKS dan kemudian membuka matanya. Samar. Dilihatnya sesosok laki-laki berdiri dihadapannya sambil memegang gayung berisi air. "alva!" Lona merasa kesal, "kenapa sih lo bangunin gue pakek nyiram-nyiram air segala? Lo kan bisa bangunin gue pakek cara yang biasa aja. Gak usah pakek acara nyiram-nyiram gue segala."
Alva hanya bisa mendesah pelan, lalu berkata. "udah waktunya pulang. Lo pulang nggak?"
"ya pulanglah, gak mungkin gue nginap disekolah." Lona bangkit mengambil tasnya dan berlalu meninggalkan Alva.
Alva hanya tersenyum samar memandangi punggung Lona yang mulai menjauh. "Dasar cewek Aneh."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVERANDAY
Conto#800 in Short Story (14 Juni 2017) Setiap individu punya alasan. Alasan lebih memilih untuk mencintai, alasan lebih memilih untuk tetap bersama, alasan lebih memilih untuk diam, bahkan alasan lebih memilih untuk berlalu.