Alva masih tetap membeku dalam diam. Tak satu pun dari mereka berniat untuk bersuara
Alva mulai merasakan bosan. Ia merasa tak ada gunanya duduk di sebelah seseorang yang terus diam.
Alva mulai bangkit dan melangkahkan kakinya menjauh dari Lona.
"Tunggu." Alva mendengar suara tersebut. Suara yang ia nantikan dari tadi.
Ia pun menghentikan langkahnya dan berbalik. "Kenapa?"
"Gue mau bicara serius sama lo." Lona masih saja menundukkan wajahnya. "Duduklah."
"Bicara apa sih? Sok serius." Alva pun kembali duduk di sebelah Lona.
"Gue mau beri tahu lo alasan kenapa gue gak mau donorin darah gue untuk mama gue. Gue gak tau kenapa gue ingin cerita semua ini ke lo. Gue ngerasa yakin aja kalau lo orang yang baik." Lona menatap Alva dengan serius.
Alva merasa bangga karena ia dibilang sebagai orang baik. Ia pun mulai tersenyum dan menampilkan senyum yang bisa dibilang menjijikkan.
Lona yang memperhatikan senyuman Alva seketika tertawa. "Ih, lo apaan sih. Menjijikkan tau gak."
Lona segera menutup mulutnya agar tidak terus-menerus tertawa. "Udah, udah. Gue serius."
Lona pun menghirup nafas panjang dan dibuangnya asal. Lona pun mulai menceritakan semuanya.
###
Lona kecil.
Lona kecil yang selalu merasa sendiri. Meskipun ia tinggal bersama teman-teman senasib dengannya di sebuah pondok kecil bernama panti asuhan.Saat itu Lona berumur 5 tahun. Lona yang sangat ingin di adopsi selalu merasa senang ketika melihat seorang suami istri datang ke panti tersebut.
Namun, tak satu pun yang datang untuk mengadopsi Lona. Lona merasa sangat sedih.
Hingga pada suatu hari, Lona melihat seorang wanita datang ke panti tersebut. Lona merasa sangat senang karena wanita tersebut ternyata mengadopsinya.
Namun, ada rasa takut dalam diri Lona. Biasanya Lona melihat orang tua yang mengadopsi anak selalu datang berdua. Namun, kali ini hanya seorang wanita yang datang untuk mengadopsinya. Lona selalu bertanya dalam hati 'apakah suami dari wanita tersebut tidak menginginkan anak angkat. Jikalau dugaannya itu salah, kenapa suaminya tidak datang bersama sang istri untuk mengadopsi anak?' Lona tetap diam. Ia tak berani bertanya.Ia mengikuti wanita itu. Mengikuti perkataannya. Wanita itu mengajak Lona pulang ke rumah menggunakan mobil. Lona senang.
Hingga tak lama kemudian mobil itu berhenti di sebuah rumah mewah. Lona tak pernah menyangka keluarga yang mengadopsinya adalah keluarga kaya.
Lona turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah bersama ibu angkatnya. Mereka disambut oleh seorang laki-laki dengan senyuman ramah dan wajahnya yang tampak penuh kasih sayang. Ia bingung melihat laki-laki itu. Hingga ibu angkatnya berkata bahwa lelaki itu adalah ayah angkatnya. Ayahnya yang baru.
Lona memandangi wajah kedua orang tua angkatnya. Wajah mereka begitu teduh dan penuh kasih sayang. Lona benar-benar bahagia dan memeluk kedua orang tua angkatnya yang sampai saat ini ia panggil *mama* dan *papa* atas permintaan kedua orang tua angkatnya.
###
Tak sadar, air mata telah mengalir dengan sendirinya di pipi Lona.
Alva mengeluarkan sebuah sapu tangan dan memberanikan diri mengusap air mata Lona.
Alva diam sejenak dan kemudian berkata, "Jadi alasan kenapa lo gak mau donorin darah lo untuk mama lo karena lo itu anak angkat? Golongan darah kalian beda?"
"Iya, karena gue hanya anak angkat." Lona menghembuskan nafas pelan, "gue gak tau."
Alva mengerutkan keningnya. "Lo gak tau golongan darah lo apa?"
Lona menggeleng pelan.
"Kenapa lo gak cek dulu golongan darah lo? Malah nangis terus disini. Lo harus tau, air mata lo itu gak berguna. Lo hanya butuh usaha saat ini untuk membantu mama lo." Alva berusaha memberikan semangat kepada Lona.
Lona merasa semua perkataan Alva benar. Tak ada gunanya ia menangis. Yang terpenting saat ini adalah usaha.
Tampak sebuah harapan di depan matanya. Tampak kebahagiaan menantinya.
Lona menatap Alva kemudian tersenyum. "Makasih. Makasih lo udah menyadarkan gue. Gue pergi dulu. Gue minta tolong lo jaga mama gue sampai gue kembali."
Lona berlalu meninggalkan Alva. Sementara Alva tersenyum melihat semangat yang terlahir kembali dalam diri Lona.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVERANDAY
Cerita Pendek#800 in Short Story (14 Juni 2017) Setiap individu punya alasan. Alasan lebih memilih untuk mencintai, alasan lebih memilih untuk tetap bersama, alasan lebih memilih untuk diam, bahkan alasan lebih memilih untuk berlalu.