Kantin memang menjadi surga bagi siswa saat jam istirahat tiba. Buktinya, baru saja lima menit setelah bel istirahat, kursi-kursi yang ada disana hampir terisi semuanya. Untungnya Rania dan Anita bisa mendapatkan kursi karena mereka datang tiga menit setelah bel istirahat berbunyi.
Ini pertama kalinya Rania ke kantin selama dia menggantikan Prisil menjadi sekretaris. Pekerjaan sekretaris yang menumpuk memaksanya untuk ke ruang osis saat jam istirahat tiba. Rania bisa bernapas lega sekarang karena pekerjaan sekretaris tidak sebanyak yang kemarin-kemarin.
Rania melahap siomay yang ada di meja. Setelah menyuap beberapa siomay, seseorang meletakkan sebatang cokelat tepat disamping piring Rania. Rania mendongak, menemukan Arga menyeringai kearahnya.
"Kak Arga? Kesambet apa lo ngasi gue cokelat?"
"Sebagai ucapan terimakasih," Arga mendekatkan mulutnya ke telinga Rania dan berbisik "Sebagai ucapan terimakasih karena lo mau dengerin curhat gue."
Rania menatap Arga jahil. "Pokonya kalo lo jadian sama dia PJ gue harus dua kali lipat!"
Arga memutar bola matanya.
Anita berdehem, merasa menjadi nyamuk diantara kedua manusia itu. Sebenarnya apa sih hubungan Rania dan Arga? Mereka tampak sangat dekat.
"Gue mau beli minum dulu."
Anita bangkit dari duduknya, lalu meninggalkan Arga dan Rania berdua.
"Yaudah Ran, gue pergi dulu."
Arga meninggalkan Rania setelah mengucapkan kata itu.
Sementara Rania, dia menatap cokelat pemberian Arga.
"Dapet cokelat gratis. Alhamdulillah, rizki anak solehah mah nggak kemana," ucapnya pelan seraya tersenyum senang.
Rania melanjutkan memakan siomay-nya hingga habis tak tersisa. Dia meminum airnya. Tak sabar ingin memakan cokelat pemberian Arga, mengingat cokelat adalah salah satu makanan favoritnya.
Saat Rania ingin mengambil cokelat yang tergeletak diatas meja. Sebuah tangan lebih dulu mengambil cokelat itu. Rania mengerutkan dahinya.
Rania mendongak dan mendapati Shirly dan Wenda sudah berdiri di sampingnya.
"Lo gaboleh makan cokelat ini!" titah Shirly.
Rania mengerutkan dahinya bingung. "Emang kenapa?" tanyanya polos.
"Ini dari Arga," jelas Shirly.
Memang kenapa jika cokelat itu dari Arga? Enak saja datang-datang merebut cokelat orang.
"Terus kenapa?" tanya Rania dengan nada sinis.
"Ini tuh pantasnya buat Wenda."
Rania memutar bola matanya jengah. Jadi hanya karena cokelat itu dari Arga, yang memakannya harus Wenda? Memang dia siapa.
"Tapi kan yang dikasi gue," balas Rania enteng.
Wenda hanya diam menyaksikan, mungkin dia selalu diam saat Shirly berbicara.
Jawaban Rania membuat Shirly bungkam.
"Nggak bisa ngomong?"
"Lo jadi cewek jangan keganjenan deh," ucap Shirly pedas.
Ini arah pembicaraan Shirly kemana lagi sih?
"Siapa yang keganjenan?" jawab Rania acuh.
"Lo ngedeketin dua cowok sekaligus."
"Gue mampu, kenapa lo yang sewot?"
"Eh, kurang ajar lo ya."
Shirly menggebrak meja keras, mereka menjadi pusat perhatian dengan seketika.
"Lo nggak bisa deketin Kak Barra karena setiap lo ngedeketin dia selalu diacuhin. Kasiannya," olok Rania.
"Jaga omongan lo!" ucap Shirly dengan nada tinggi.
"Males gue ngomong sama cabe," ucap Rania santai.
Ia bangkit dan ingin pergi. Tapi tangannya dicekal oleh Shirly. Cekalannya sangat kuat.
"Lo yang cabe!" tegas Shirly.
"Lo harusnya ngaca!" ucap Rania kesal.
'Plakk'
Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi kanan Rania. Sangat keras, hingga membuat Rania meringis.
"Lo jangan kurang ajar jadi adik kelas!"
Shirly dan Wenda berlalu dari hadapan Rania. Rania mematung, masih merasakan nyeri di pipinya.
Saat Shirly dan Wenda meninggalkan Rania waktu itu juga Anita kembali ke tempatnya duduk bersama Rania.
Melihat Rania yang hanya berdiri mematung membuat Anita bertanya-tanya.
"Lo kenapa Ran?" tanya Anita.
Rania menggeleng. "Gue balik ke kelas duluan ya."
Anita mengangguk. Sebenarnya dia aneh dengan sikap Rania.
﹏﹏
Rania hanya memandang cokelat yang diberikan Arga padanya. Hanya gara-gara cokelat dia ditampar oleh Shirly?
Dia sama sekali tidak ingin bermasah dengan kedua cabe itu, tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah masuk kedalam lingkaran permasalahan dengan Shirly dan Wenda. Hanya karena laki-laki yang mereka sukai Barra dan Arga dekat dengan Rania.
Tapi apa salahnya? Arga hanya laki-laki yang curhat kepadanya tentang perempuan yang dia suka. Terkadang Rania merasa miris dengan Wenda. Arga menyukai perempuan lain, tapi Wenda tetap saja ingin memiliki Arga. Itulah yang dinamakan obsesi. Begitu juga Shirly, selalu mengejar Barra dan memiliki keyakinan tinggi bahwa Barra akan menjadi miliknya. Padahal jelas-jelas Barra selalu mengabaikannya.
"Ngelamun aja lo."
Anita menepuk bahu Rania pelan.
Rania menghela napasnya. "Apa?"
"Dicari sama Kak Barra."
"Ngapain?"
"Disuruh ke ruang osis."
Rania mengangguk.
"Lo ditunggu di ruang osis."
Rania bangkit dari duduknya. Apakah ada pekerjaan lagi? Sungguh, Rania sudah lelah menjadi sekretaris sementara.
Rania berjalan pelan melewati koridor yang menghubungkannya ke ruang osis.Sesampainya di depan pintu ruang osis, Rania mengetuk pintunya pelan. Sehingga terdengar suara orang mempersilahkannya masuk dari dalam.
Dia membuka pintu dan memasuki ruang osis. Dia melihat Barra sedang duduk di kursi yang ada disana.
"Ada apa kak?" tanyanya.
"Gue pengen lo temenin gue." Ucap Barra.
Rania mengangkat kedua alisnya. "Ngapain?" Tanya Rania lagi.
Barra bangkit, kemudian menarik lengan Rania keluar dari ruang osis. Rania yang tidak mengerti hanya mengikuti saja.
◆ ◇ ◆
KAMU SEDANG MEMBACA
Barrania (Completed)
Teen FictionAda kalanya orang yang lama berpisah di pertemukan kembali dengan caranya masing-masing.