Rania ingin menghampirinya, Rania ingin bertanya, tetapi dia tak punya cukup keberanian untuk itu. Dia bahagia, tetapi juga kecewa, entah apa yang membuatnya kecewa. Dia bahagia karena telah mengetahui siapa sahabat kecilnya sebenarnya. Tetapi, bagaimana bisa sahabat kecilnya adalah orang yang sangat sering dia temui? Inikah yang di namakan takdir?
Rania benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan di depan laki-laki itu sekarang. Dia tak akan mungkin bisa bersikap biasa-biasa saja. Rania merasa gelisah.
Apakah Barra mengetahui bahwa dia adalah Acha, seperti dia yang mengetahui bahwa Barra adalah Apin?
Seketika, dia teringat percakapannya beberapa hari yang lalu dengan Barra, saat dia masih menggantikan Prisil menjadi sekretaris osis.
"Lockscreen lo imut."
Saat itu dia menggunakan fotonya saat dia berusia lima tahun, dan itu artinya...
Barra mengetahui bahwa dirinya adalah Acha. Itu jika Barra masih mengingatnya sebagai sahabat kecil. Jika tidak? Mungkin itu hanya pujian biasa.
Rania menghela napas. Tapi, apakah benar Barra adalah Apin? Dia masih tak yakin.
Rania akhirnya memberanikan diri menuju ke arah Barra yang sedang duduk di salah satu kursi kantin.
Rania mengatur napasnya. "Kak?" panggilnya. Barra menoleh.
Barra tersenyum. Pertanyaan yang bergumul di kepala Rania menguap seketika. Tuh kan, dia tidak bisa bersikap biasa-biasa saja di depan Barra jika sudah seperti ini.
"Ada apa, Ran?" tanya Barra.
"Anu … itu …," Rania memejamkan matanya sebentar, "gue lupa mau nanya apa," ucapnya seraya menggigit bibir.
Barra terkekeh. "Lo aneh," ucapnya.
Rania mencibir. "Lo lebih aneh." Lalu, dia berbalik dan meninggalkan Barra yang bingung di tempatnya.
Rania kembali duduk di kursi yang di tempatinya tadi. Di hadapannya, duduk Anita yang penasaran dengan apa saja yang telah Rania katakan kepada Barra. Pasalnya, sejak tadi, Anita tak memperhatikan Rania melakukan apa karena dia fokus dengan bakso kesayangannya. Yang Anita tahu hanya Rania ingin bertanya kepada Barra.
"Gimana? Lo udah tanya dia?" tanya Anita dengan wajah penasaran.
Rania menghela napas, lalu menggeleng. "Gue nggak bisa nanyain pertanyaan itu, entah kenapa."
"Menurut lo, apa bener Kak Barra itu Apin gue?" tanya Rania.
"Gue nggak bisa mastiin, tapi kayaknya iya."
Rania berdecak. "Gue pusing, Ta. Kenapa baru sekarang gue tau?"
"Lo yang menghindar. Coba waktu itu lo ikut makan malem di rumah Apin."
"Tapi kenapa harus Kak Barra?" Rania menghela napas sekali lagi.
"Kenapa sama gue?"
Rania segera menoleh, dia menelan ludahnya.
"Ng—itu …," Rania memejamkan matanya sebentar, "… lupain," lanjutnya."
"Gue mau ngomong sama lo," ucap Barra langsung.
"Ngomong aja."
"Penting, jangan di sini."
Rania melirik Anita, meminta persetujuan.
Anita memberikan kode dengan kepalanya, seolah-olah berkata, "Pergi aja."
Rania segera bangkit dari duduknya. Barra berjalan mendahului Rania, diikuti Rania di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Barrania (Completed)
Teen FictionAda kalanya orang yang lama berpisah di pertemukan kembali dengan caranya masing-masing.