32. Diana

5.4K 305 17
                                    

Rasanya, aku rindu masa kecilku bersamamu. Tak ada rasa, tak ada sakit hati, dan tak ada kesedihan yang berarti. Kita hanyalah anak kecil polos yang tak mengerti tentang cinta.

🌼🌼🌼

Hari ini, Rania berangkat pagi sekali, dia membangunkan Dimas yang masih terlelap di kasurnya. Entah dorongan apa yang membuatnya datang sekolah sepagi ini. Jarum jam masih menunjukkan angka 6 lewat 5 menit, masih 55 menit lagi sebelum gerbang di tutup. Sepanjang perjalanan, Dimas terus mengomeli Rania yang sudah mengganggu tidur nyenyaknya.

"Buat apa sih lo berangkat sekolah sepagi ini. Gue yakin seribu persen jam segini sekolah lo masih sepi," omel Dimas.

"Lo nyetir yang bener deh, jangan ngomel mulu," cibir Rania.

Dimas menghela napasnya. "Adik terlaknat emang lo."

"Lo abang terlaknat."

"Yaudah kita sama-sama terlaknat."

"Tapi lo lebih laknat."

"Lo lebih."

Mereka terus beradu mulut hingga mobil yang di kendarai Dimas tiba di depan sekolah Rania.

"Belajar yang bener, buat gue sebagai abang lo bangga," nasihat Dimas.

"Hmmm...," jawab Rania seadanya.

Rania melepaskan sabuk pengaman yang digunakannya.

Rania segera keluar dari mobil dan masuk ke dalam halaman sekolah.

Memang benar apa yang di katakan Dimas, sekolahnya masih sepi, masih sangat sepi. Rania menjadi parno sendiri karena belum menemukan satu orang pun di dalam lingkungan sekolah, kecuali Pak Satpam yang tadi berjaga di pos satpam.

Rania memasuki kelasnya untuk menaruh tasnya di bangku. Setelah itu, dia kembali keluar dari kelas. Duduk di kursi depan kelas sembari mengamati lingkungan sekolah yang sepi.
Jadi seperti ini rasanya datang ke sekolah pagi-pagi sekali.

"Rania," panggil seseorang yang membuat Rania menoleh ke kanan.

Di dapatinya Barra yang sedang berdiri sembari memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.

Rania kembali menolehkan wajahnya lurus kedepan.
Canggung, itulah yang kini di rasakan oleh Rania.

Tanpa permisi, Barra mendudukkan dirinya di samping Rania. Barra memberi jarak dua jengkal dari tempat Rania duduk.

Rania terdiam, tak bisa mengatakan apapun.

"Acha,"

Rania dengan susah payah menelan ludahnya. Panggilan itu, entah kenapa jantung Rania berdegup setelah Barra memanggilnya dengan panggilan itu.

"Gue tau lo kecewa."

Rania masih saja terdiam, sangat sulit baginya untuk mengeluarkan kata-kata.

"Gue juga baru tau kalo lo Acha sahabat gue setelah gue liat lockscreen HP lo," jelas Barra.

Barra menghela napas. "Gue nggak ngerti juga kenapa gue harus nyembunyiin hal itu. Tapi jujur, gue pengen ngelindungin lo Ran."

"Lo nggak tau seberapa rindunya gue sama lo kan?"

"Gue setiap saat mikirin lo, Ran."

"Gue juga minta maaf karena dulu ninggalin lo tanpa kabar."

"Gue harap lo bisa maafin gue, gue kangen banget sama masa kecil kita."

"Aku sayang kamu, Cha."

Barrania (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang