Epilog

11K 345 15
                                    

Bahagia bisa datang kapan saja bukan? Suatu yang dinanti juga pada akhirnya akan bisa terwujud. Suatu yang sudah lama berpisah bisa jadi akan dipertemukan dengan caranya masing-masing. Begitu juga dengan kisah Barra dan Rania. Mereka bisa bertemu setelah sekian lama berpisah. Pertemuan yang tidak di sangka-sangka, penantian yang sangat panjang bagi keduanya. Sama-sama saling merindukan tetapi ternyata saling berdekatan.

"Bunga yang itu jangan taruh sana, nggak rapi kelihatannya." Rania menunjuk pot kecil berisi bunga berwarna merah.

"Terus taruh di mana kak?" tanya salah satu gadis yang ada di sana, hendak mengambil bunga yang di tunjuk Rania.

"Di deket panggung," ucap Rania setelah itu pergi.

Dia melihat-lihat pekerjaan panitia lain.

"Ran, kursinya di atur berapa deret?" tanya seorang panitia.

Rania memperhatikan ruang aula dan kursi yang masih belum di atur rapi.

"Sepuluh, tapi di tengahnya kasi jalan."

Laki-laki itu mengangguk lalu pergi.

"Ran, di cariin kak Barra tuh di luar," beritahu salah satu panitia.

Rania segera keluar dari aula dan menemui Barra.

Rania mendengus melihat Barra berdiri santai di depan aula.

"Apa sih Apin? Acha lagi banyak kerjaan, nggak bisa di ganggu!" tegas Rania.

"Ibu ketua panitia. Temenin pacarmu ini keluar, dari tadi pacarmu ini kesepian."

Rania mendengus. "Manja banget sih!"

"Ayolah, bentar lagi jam makan siang. Panitianya istirahatin dulu, kasian kerja dari pagi," ucap Barra halus.

"Aku kasi istirahat kok nanti pas jam sholat zuhur. Aku nggak setega itu buat nggak ngasi mereka istirahat."

"Yaudah ayok, temenin pacar kamu ini." 

"Males ah." Rania melipat tangannya di bawah dada.

"Gitu ya sekarang? Mentang-mentang jadi ketua panitia."

"Iya dong."

"Sombong banget."

Rania tak acuh dan segera kembali masuk ke dalam aula, Barra mengikuti.

"Ayolah Ran," rengek Barra.

"Gue masih sibuk!" ucap Rania sebal.

Barra menggoyang-goyangkan lengan Rania.

"Apasih, kayak anak kecil aja." Rania menghempaskan tangan Barra kesal.

Barra memanyunkan bibir membuat Rania ingin tertawa melihatnya.

"Apin tunggu Acha bentar. Istirahat bentar lagi kok, jadi sabar ya," ucap Rania lembut sembari menampilkan senyum tulus dari bibirnya.

"Yaudah deh, aku tunggu kamu selesai." 

Rania mengangguk setelah itu melanjutkan pekerjaannya untuk menata aula.

Barra duduk pada salah satu kursi yang ada di sana.

"Bar!" Seseorang menepuk pundak Barra, membuat Barra menoleh.

Ia tersenyum mendapati dua insan yang sedang bergandengan di hadapannya.

"Lengket banget kalian ya," ucapnya menggoda.

Laki-laki itu tersenyum bangga sedangkan yang perempuan hanya tersenyum malu-malu.

Barrania (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang