Hari ini, tepat dua hari setelah Barra menyeret-nyeret tangan Rania hanya untuk menemaninya sarapan. Baik, lupakan masalah itu. Kini, Rania dan anggota-anggota osis lain berada didalam aula, membicarakan razia kerapian yang akan mereka laksanakan hari ini.
Daritadi, pandangan Rania tak lepas dari sosok Barra. Tak tahu apa menariknya sosok Barra yang sedang berbicara tentang masalah kerapian di SMA mereka. Rania seolah tersihir untuk memandangi Barra terus. Gaya bicaranya sebagai ketua osis terkesan cool.
"Kalian paham?" tanya Barra menutup kalimat pembukaan panjangnya.
Semuanya mengangguk, termasuk Rania.
"Kita bagi tugas," lanjut Barra.
Barra yang membagikan sendiri di kelas mana anggota-anggotanya bertugas.
Rania mendapat tugas dikelas 12 Ipa 1, 11 Ips 3, dan 10 Ips 1. Hanya tiga kelas, dia ditugaskan bersama beberapa osis lain. Baik yang senior maupun junior. Razia ini dilaksanakan atas perintah BK, karena mirisnya tingkat kerapian di SMA mereka.
Setelah Barra menutup pembicaraan panjang lebarnya. Semua OSIS mulai berpencar. Rania dan kawan sekelompoknya terlebih dahulu merazia kelas 12 IPA 1. Mereka disambut baik disana. Hanya beberapa orang yang tidak mentaati peraturan dengan tidak memakai atribut.
Terpaksa, nama mereka dicatat sebagai sang pelanggar ketertiban, walaupun mereka memberikan alasan yang logis. Tetapi aturan tetaplah aturan.
Setelah menyelesaikan merazia kelas 12 Ipa 1. Rania dan kelompoknya memasuki Kelas 11 IPS 3.
Rania melupakan fakta bahwa kelas 11 Ips 3 adalah kelas Shirly.
Saat Rania masuk ke kelas itu, tatapan tajam Shirly langsung menghunusnya. Rania hanya berjalan santai, tidak memedulikan tatapan tajam si cabe.
Rania mendapatkan tugas mencatat nama orang yang melanggar. Saat dia menghampiri Shirly dan akan mencatat namanya karena melanggar aturan berupa; rambut di cat dengan warna mencolok, menggunakan baju seragam ketat, rok diatas lutut, tidak menggunakan atribut lengkap, sepatu tidak sesuai ketentuan dan kukunya di cat. Sungguh sangat melanggar peraturan.
"Nama lengkap lo siapa?" Tanya Rania kepada Shirly.
"Ehh, ngapain lo catet nama gue?" ucap Shirly lantang, sehingga semua mata memandang ke arah mereka.
Rania hanya diam, dan terus mencatat hingga bolpoin Rania langsung ditarik oleh Shirly.
"Enak aja lo main catet nama gue!" bentak Shirly.
"Lo ngelanggar peraturan!" tegas Rania.
"Tapi nggak bisa gitu dong!" ucap Shirly nyolot.
"Kenapa nggak bisa? Lo udah ngelanggar sangat banyak aspek kerapian. Apa perlu gue bacain?"
"Kenapa lo langsung catet nama gue? Sementara yang lain belum lo catet nggak adil banget sih."
"Karena lo yang paling mencolok melanggar peraturan."
Karena keributan Rania dan Shirly. Salah satu kelompok Rania menghampiri mereka dan bertanya apa yang terjadi.
"Ini kak, dia nggak mau di catet namanya," jawab Rania jujur.Fino—senior osis yang menghampiri mereka itu menghela napas.
"Ada masalah apa sih lo Shir?"
"Gue nggak terima dia langsung nyatet nama gue tanpa periksa orang lain dulu. Masa langsung-langsungan ke gue.""Gue nyatet dia duluan karena dia yang paling mencolok kak." Rania membela diri, memang itu alasan sebenarnya dia mencatat Shirly lebih dahulu.
"Yaudah sih. Mau lo dicatet duluan kek mau lo dicatet belakangan itu sama aja. Lo tetep dicatet sebagai pelanggar."
Skakmat.
Shirly tak bisa menjawab lagi.
Rania tersenyum puas, sementara Shirly bergumam tak jelas di tempatnya.
Rania dan Fino kembali mencari murid-murid yang melanggar peraturan. Sementara Shirly masih kesal setengah mati di tempatnya duduk.
Setelah selesai di kelasnya Shirly. Rania beserta kelompoknya pergi ke kelas 10 Ipa 1.
﹏﹏
Razia berjalan lancar, data anak-anak yang melanggar peraturan sudah diserahkan kepada guru BK. Tinggal tunggu saatnya sang pelanggar di hukum massal di lapangan.
Rania duduk di salah satu kursi yang berada di ruang osis. Para pengurus inti juga sedang berada di ruangan itu. Di samping Rania, terdapat Arga.
"Ranran." Panggil Arga.
"Apaan dah lo panggil gue Ranran."
"Biar lucu aja gitu." Arga terkikik sementara Rania hanya memutar bola matanya.
"Tadi lo dapet di kelas berapa?"
"Kepo lo."
Arga mendengus. "Yaudah, yaudah."
"Rania, ikut gue!" Barra yang tiba-tiba muncul menginterupsi percakapan mereka.
Rania terkejut dengan kehadiran Barra.
"Kemana?" tanyanya.
"Ikut aja." Ucapnya dengan wajah datar, tak ada ekspresi sama sekali.
Rania menghembuskan napasnya. Sekarang apalagi?
Rania mengikuti Barra dari belakang. Dia mau dibawa kemana?
"Mau kemana sih kak?" tanya Rania lagi.
"Lo ngikutin gue susah amat deh."
Rania menghembuskan napasnya kesal.
"Gue kan waspada, siapa tau lo mau bawa gue kemana gitu."
"Cuma sebentar doang."
"Awas aja kalo lo nyita waktu belajar di kelas gue."
"Enggak kok, cuma bentar ini mah."
Barra berhenti tepat didepan aula.
"Ambilin minum gue didalem, tadi ketinggalan," ucapnya tanpa ekspresi, menyebalkan sekali Barra itu.
Rania membulatkan matanya. Dia disuruh ikut hanya untuk mengambilkan Barra airnya yang tertinggal? Sangat gila, dia masih bisa mengambil sendiri airnya. Ekspresi datar Barra benar-benar memuakkan, rasanya Rania ingin menabok wajah Barra yang sok kegantengan itu. Eh, bener ganteng sih.
Dengan menabahkan hati, Rania masuk ke dalam aula. Menengok ke kanan kiri adakah air mineral botol didalam.
Benar saja, terdapat air mineral botol di meja panjang disana.
Rania benar-benar kesal dengan Barra. Benar-benar Rania ingin mencincangnya. Andai saja membunuh orang itu tidak dosa. Rania akan membunuh Barra saat ini juga.
◆ ◇ ◆
KAMU SEDANG MEMBACA
Barrania (Completed)
Teen FictionAda kalanya orang yang lama berpisah di pertemukan kembali dengan caranya masing-masing.