Chapter 4

40.7K 1.7K 12
                                    

Benar saja, aku melihat Acacia sedang membaca majalah sambil memakan anggur di meja makan. Dia langsung melihat ke arahku begitu aku masuk ke ruangan.

"Ini sandwichmu" dia menunjuk sandwich yang dia letakkan di meja makan. Perutku langsung beraksi dan aku baru menyadari kalau aku memang lapar. Berada di sini terlalu mengganggu pikiranku sampai aku lupa kalau perutku butuh asupan. Acacia yang pasti mendengar suara itu hanya tersenyum dan kembali melakukan kegiatannya.

Aku memakan sandwich itu dan berusaha untuk menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara. Ini sandwich paling enak yang pernah kumakan. Komposisinya pas dan dagingnya dimasak dengan kematangan pas, sesuai dengan kesukaanku.

"Siapa yang membuat ini?" tanyaku dengan mulut masih penuh. Aku tau itu sangat tidak lady-like, tapi ini benar-benar enak dan aku harus tau siapa yang membuat ini. Kenapa tidak ada yang mengatakan kalau ada orang — well, kalau dia memang orang — yang bisa membuat sandwich seenak ini.

"Irene" jawab Acacia. Aku melihat Irene dan dia tersenyum sambil membungkukkan badannya sedikit.

"Kau harus lebih sering membuatkanku ini. Ini benar-benar lezat!" Irene memberikanku senyumannya dan menganggukkan kepalanya sekali.

Aku menghabiskan sandwich itu dalam waktu kurang dari 5 menit dan aku sangat menyayangkannya karena sandwich itu terlalu cepat habis. Tanganku memukul perutku yang penuh dengan puas karena sandwich terlezat itu. Acacia yang melihatku seperti itu tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya.

Setelah beberapa menit menunggu sampai sandwich itu sudah tenang di perutku, akhirnya aku siap untuk mengangkat topik yang ingin aku bicarakan. Aku menatap Acacia dan melihat dirinya, menelitinya. Dengan sekali tatap aku tau dia berbeda, dia inhumanly beautiful, orang tercantik pun kalah dengan kecantikannya. Semua yang dia lakukan terlihat lembut seperti tidak perlu banyak mengeluarkan energi. Cara jalannya pun tenang, bahkan aku tidak bisa mendengar langkah kakinya. Dia seperti melangkah di udara. Belum lagi gerakannya, dia terlalu cepat untuk menjadi manusia normal.

"Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Acacia tiba-tiba membuatku meloncat kaget. Pipiku langsung memerah dan tanganku mulai bergetar. Saat aku sudah berdiri di depan pintu masuk aku malah tidak tau apa yang ingin aku ucapkan. Aku tak tau bagaimana cara mengatakannya.

"Ehmm, s-sebenarnya kalian ini a-apa?"

Acacia tersenyum dan menutup majalahnya lalu mengubah posisi duduknya menjadi menghadapku. "Bertaring, bertubuh dingin, bergerak seperti kilat, menurutmu kami apa?"

Jawaban Acacia yang berupa sebuah pertanyaan membuatku semakin gemetar. Aku tau aku memiliki satu jawaban di otakku tapi jawaban itu terlalu menakutkan untuk aku katakan.

"I-I don't know"

"Apa pun jawaban yang ada di otakmu, katakan saja" tangan Acacia menyentuh tanganku dan rasa dingin itu langsung menyambutku. Tubuhnya sangat dingin dan membuatku semakin gemetar.

Aku memejamkan mataku untuk menarik nafas dan membukanya lagi untuk melihat Acacia tersenyum padaku. "You're a v- err, I mean, a blood-sucker?"

Acacia melihatku sebentar lalu dia tertawa. Aku melihatnya bingung karena memang tidak ada yang lucu dalam percakapan ini. "Kenapa tertawa?"

"Kenapa sulit untuk mengatakan vampire? Brianna, we are blood-suckers but you better call us vampires not 'blood-suckers', believe me, it's funny" jawab Acacia setelah beberapa detik mengisi ruangan dengan suara tawanya.

Aku melihatnya dengan horror. Tak bisa dipungkiri mataku pasti sudah melebar dengan maksimal dan rahangku sudah menyentuh tanah. Aku tak tau saat ini apa yang lebih menakutkan, kenyataan kalau Acacia mengaku dirinya vampir, atau kenyataan dia mengatakan dirinya vampire semudah itu, atau kenyataan aku sedang berada di suatu ruangan bersama seorang vampire. Otakku terlalu tidak beraturan untuk memilih yang mana yang lebih menakutkan. Di satu sisi aku tidak percaya dengan apa yang dia katakan, tapi otakku juga tidak bisa memberikan jawaban lain yang lebih logis karena semua ciri-ciri di diri Acacia memang menyatakan kalau dia adalah sesuatu selain manusia.

Love WarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang