Chapter 39

8.7K 508 123
                                    

It's been a really really really long time. Thank you for all the kind wishes and appreciations, mean so much. Thank you for being kind enough to wait. I made this really long chapter, hoping you'll forgive me for taking too much time to make this chapter. Hope you like it.

And congratulation for some of you who got accepted to college, and good luck to the rest of you who's still trying. For those of you who decided to take a gap this year, enjoy your time. College is hard. So many sleepless nights ahead.

Without further ado, enjoy!

 ••• 

Matahari terbenam dan hari kembali menjadi gelap. Suara-suara hewan nokturnal mengganti suara-suara burung yang berkicau di siang hari. Sudah seharusnya aku memejamkan mataku dan mengistirahatkan tubuhku setelah hari panjang yang kulalui. Namun, seberapa besar usahaku untuk tertidur, tidur itu tidak mau menghampiriku. Mataku tetap terbuka dan pikiranku terus berputar.

Aku melihat Christian yang tertidur lelap di sampingku. Dia juga mengalami hari yang panjang sepertiku. Beban pikiran membuatnya lelah. Dan aku tersenyum melihatnya tertidur seperti itu. Tanganku terangkat dan mengusap kerutan kecil di keningnya. Bahkan saat tertidur pun dia masih memikirkan sesuatu. Aku benar-benar sangat bangga padanya. Dan aku tidak tau lagi kata apa yang pantas untuk mewakili perasaanku untuknya.

Besok Leeona akan mengantarku dan Christian untuk pergi bersinggah ke tempat lain, karena seperti yang Zi katakan, aku tidak bisa lagi singgah di sini karena penyihir-penyihir tua yang sudah mengetahui keberadaanku. Maka desa ini sudah tidak aman lagi untukku.

Aku tidak tau ke mana Leeona akan membawaku, tapi aku harap aku tidak perlu lagi berpindah. Semua hal ini melelahkanku. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mencari sesuatu yang tidak kuketahui untuk mengenal diriku sendiri. Terdengar bodoh memang kalau dipikir aku tidak mengenal diriku. Apa diriku sebenarnya dan apa yang bisa kulakukan dengan kekuatanku. Rasanya seperti berjalan dalam kabut tanpa lampu kuning untuk membantumu. Buta arah.

"Hey", sapa Christian di sampingku dengan suara bangun tidurnya.

"Maaf aku membangunkanmu", gumamku pelan. Christian hanya menggelengkan kepalanya pelan dan menarikku mendekat. Kedua tangannya melingkari tubuhku dan aku menumpukan daguku pada dadanya, menatap mata birunya.

"It's really late, kenapa kau belum tidur? Apa yang kau pikirkan?", tanyanya heran. Tangannya mengusap punggungku dengan lembut membuatku menghela napas. Aku tidak sadar tubuhku setegang itu.

"Aku ingin pulang"

"Pulang?"

"Home", ucapku pelan dengan suara bergetar. Aku tidak ingin menangis lagi, karena hari ini aku sudah mengeluarkan cukup banyak air mata. Tapi aku tidak bisa menahan emosiku saat ini. Rasa lelah yang masih kurasakan pun memperburuk keadaan.

Christian memberikanku senyuman kecil sebelum memelukku erat. Aku membenamkan wajahku di dadanya dan membiarkan air mataku mengalir pelan, membasahi dadanya. Tangannya yang mengusap punggungku berpindah dan mulai bermain dengan ujung rambutku.

"I miss Mom and Dad, and Hunter too. Acacia, Irene, Asher, Victoria, and even Frans"

"You miss my dad too?", tanya Christian dengan nada humor yang membuatku memukul lengannya pelan.

"Of course. Aku mungkin memang tidak dekat dengannya, tapi dia adalah keluargaku juga. And I miss my family"

"Ya, dia keluargamu juga. Keluarga kita", Christian mengecup puncak kepalaku dan kembali bermain dengan rambutku. "Now, don't cry. Cobalah untuk tidur. Kita akan menghadapi hari yang melelahkan besok. Aku tidak ingin terus menggendongmu selama perjalanan"

Love WarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang