Bagian 14

16.2K 1.2K 109
                                    

Claudya Pov

Hari demi hari yang ku lewati akhir-akhir ini sangat menyiksaku. Aku rasa aku telah kehilangan diriku yang dulu, diriku yang kuat dan tegar dalam menjalani semua rintangan yang singgah dalam kehidupanku. Namun satu hal yang aku lupakan, bahwa aku lemah dan rapuh bila hati ku telah tersentuh, serapuh bunga dandelion yang tertiup angin.

Dan hari ini aku kembali mengajar seperti biasa di sekolah ini. Tentunya dengan semangat yang redup, dan semakin redup. Tak perlu di jelaskan lagi penyebabnya apa bukan? Jika tak sadar dengan sebuah kewajiban yang ada di tangan ku rasanya aku hanya ingin berdiam di rumah saja. Sebisa mungkin aku berusaha tidak mencampurkan urusan hati dengan pekerjaanku, tapi itu sangat sulit. Bukankah kita melakukan suatu pekerjaan harus menggunakan hati?

Seperti hari-hari sebelumnya selama satu minggu ini, aku selalu pulang terlambat karena menghindarinya. Aku tidak ingin mengambil resiko berpapasan dengannya saat pulang sekolah, jadi aku hanya bisa menunggu sekolah sepi terlebih dahulu.

Dan aku rasa sudah aman jika aku pulang sekarang. Aku berjalan dengan sedikit kerepotan karna map-map berisi tugas murid yang harus aku bawa pulang. Di sepanjang jalan aku sangat sibuk dengan map ini karna sulit membawa map sebanyak ini seorang diri.

Tapi tiba-tiba..

"Len.."

Suara itu, suara merdu yang selalu aku hindari. Aku pun segera bergegas mempercepat langkah kaki ini. Menjauh, hanya itu yang ada di dalam fikiran ku sekarang.

"Len mau sampai kapan?" Katanya lagi sambil terus mengekor di belakangku.

Aku tak menggubrisnya sedikit pun, tetap berjalan dengan terburu-buru agar dapat menjauh darinya, walaupun aku harus berjalan dengan sangat kesusahan karna map dan heels yang ku pakai. Rasanya ingin aku lempar semua map ini, dan melepas heels yang ku pakai sehingga aku pun bisa segera berlari menjauh dari syanin saat ini juga.

Nasib baik ternyata tak berpihak padaku, aku menginjak kerikil kecil yang membuatku limbung seketika dan terjatuh. Namun sepertinya seseorang di belakangku dengan sigap menahan tubuh ini agar tak terjatuh, yang membuat wajah kami berhadapan dan mata kami beradu pandang.

Sungguh mata ini yang aku rindukan, mata yang setiap hari selalu menatapku dengan lembut dan penuh kasih sayang. Bola mata indah ini yang dapat membuatku lupa bahwa masih banyak hal yang indah dunia yang fana ini.

Aku merindukannya

Sungguh..

Namun sekelebat bayangan menyakitkan saat itu berputar di fikiranku. Membuatku tersadar dengan keadaan saat ini akupun segera menegakkan tubuhku dan memberi jarak diantara kami.

"Kasih waktu aku lebih lama lagi" ucapku berusaha sedatar mungkin dan langsung melanjutkan langkah kakiku.

"MAU NUNGGU SAMPAI KAPAN?"

"KAMU TAU NUNGGU ITU GAK ENAK LEEEN!!! JANGAN GANTUNGIN AKU GINI"

Bukan tak mendengar semua teriakannya, teriakan penuh kekesalan dan amarah itu sangat jelas terdengar tapi aku tetap melanjutkan langkahku dengan air mata yang kembali menggunung di pelupuk mataku.
Karena akhir-akhir ini aku sangat bersahabat sekali dengan air mata.

Aku memasuki mobil ku, hanya duduk termenung di balik kemudi. Suara guntur semakin nyata terdengar dan kilatan-kilatan cahaya mulai tergambar indah di langit yang mulai menghitam.

Aku tak bergeming sedikit pun, hanya sesekali mengusap butiran air yang mengalir di pipiku. Apa aku keterlaluan? Aku tidak tuli, lantas kenapa aku tidak mau mendengar? Apa aku jahat? Aku rasa iya..

Gorgeous TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang