"Tidak perlu menjadi dilan untuk meramal setelah ini kita akan bertemu lagi"
-unknown
Rara Fadilah Bagaskara, ia adalah gadis yang tengah berdiri di roof top saat ini. Ia tengah menikmati pemandangan kota Jakarta dari atap sekolahnya.
Sudah sekitar sepuluh menit ia di sini, Rara rasa otaknya sudah cukup refresh setelah melihat pemandangan padatnya kota jakarta dari atas gedung sekolahnya.
Ia beranjak dari posisinya dan berbalik ingin meninggalkan atap sekolah. Rara tersentak kaget ketika ia mendapati seorang lelaki sedang menatapnya intens.
Dan terlihat sedikit.... mengintimidasi.
"Sejak kapan lo di sini?" Tanya Rara tanpa ragu.
Tapi yang ditanya justru diam dan tetap memandangnya. Jujur, kini Rara merasa sedikit salah tingkah, bukan karena malu tapi sedikit merasa aneh dengan tatapan yang diberikan lelaki itu.
Tidak mendapat jawaban apapun atas pertanyaan yang ia lontarkan, membuat Rara beranjak ingin meninggalkan lelaki itu.
Rara tau siapa lelaki itu, dia Raflea Darikel Wijaya salah satu siswa nakal sekolah yang memiliki garis keturunan Wijaya.
Siapa yang tidak kenal dengan dia? Cucu dari pemilik yayasan SMA Sastra Wijaya.
Rara rasa, semua orang di SMA Sastra Wijaya tahu siapa itu Lea. Selain sebagai seorang cucu pemilik yayasan. Lelaki itu lebih dikenal karena perilakunya yang suka melanggar aturan. Tipe anak pembangkang dan sulit diatur.
Rara berjalan melewati kursi yang sedang diduduki Lea. Sama seperti sebelumnya, Lea memandang ke arah Rara tanpa lepas barang sedetik saja.
Di balik wajah datar Lea, lelaki itu sedikit terkejut meliht siapa gadis itu.
Dia adalah Rara lebih tepatnya Rara Fadillah Bagaskara, gadis yang tengah dielu-elukan para kaum adam dan guru di sekolahannya.
Tipe gadis penurut, pintar, disiplin dan berprestasi. Idaman sekali bukan?
Tidak heran jika murid yang berstatus sebagai siswi terpintar penghuni kelas unggulan XI IPA 3 ini menjadi anak kesayangan semua guru yang ada di sekolah.
Rara berada di kelas unggulan pertama dan dia juga siswi peraih juara satu lomba debat Bahasa Inggris tingkat Nasional tahun lalu.
Sebenarnya Lea tidak tahu banyak tentang Rara, tapi siapa sih yang tidak tahu dia?
Untuk pertama kalinya dalam dua tahun Lea sekolah ia bertemu dengan gadis terpintar di sekolahnya.
Biasanya lelaki itu hanya bisa melihat wajah gadis itu di poster atau spanduk ucapan selamat atas prestasinya di mading sekolah.
Ternyata memang bukan berita hoax jika banyak yang mengatakan gadis bernama Rara itu cantik, Lea akui itu.
Sibuk dengan lamunannya tanpa sadar gadis itu sudah berlalu melewati Lea.
"Siapa yang suruh pergi?" Kaki jenjang Rara berhenti melangkah seiring dengan Lea yang beranjak dari duduknya dan mendekat ke arahnya.
"Punya nyali juga lo dateng ke tempat ini?" Bukannya terdengar menawan justru suara serak milik Lea terdengar sangat menyebalkan bagi Rara.
"Sorry, ini tempat umum. Meskipun lo cucu pemiliknya," jauh dari dugaan, ternyata gadis itu cukup berani.
"Lo kira toilet, tempat umum?" Lelaki itu terkekeh, jelas jelas di depan pintu masuk terdapat tulisan 'Milik pribadi -RDW'
"Baca gih tulisan di depan pintu, biar tau kalau ini bukan tempat umum,"
"Unfortunately I do not care dude," setelahnya gadis itu berlalu meninggalkan Lea yang masih memandang ke arahnya.
"Boleh juga si keturunn Einstein, menarik," senyum Lea terbit seiring dengan pandangannya yang tak lepas dari punggung gadis itu yang kian menghilang di balik pintu.
------------------------
Bel pulang sekolah berbunyi dan inilah yang dinamakan surga nya anak sekolah.
Setuju atau tidak, hanya dua yang selalu ditunggu murid sekolah. Yang pertama bel istirahat dan yang terakhir bel pulang sekolah.
Jika bel pulang sekolah saat ini adalah surga duniawi bagi murid lain, tapi tidak dengan Lea yang masih bermalas-malasan di roof top dengan ponsel di genggamannya.
Toh cabut kapan saja Lea bisa melakukannya, jadi tidak perlu selebay itu menganggap bel pulang hal yang sangat membahagiakan.
Ponsel yang tengah menampilkan game tiba tiba muncul notif di layar bagian atas membuat Lea rela menghentikan permainannya saat nama kontak bundanya yang memberi pesan.
Line
Bunda🖤: Lea sayang jangan pulang sore, inget ayah mau berangkat nanti sore.
Lea: Maaf bun kayaknya Lea nggak bisa , soalnya lagi banyak tugas nih. Bilangin aja ke ayah hati-hati di jalan. Sama minta maaf Lea nggak bisa ikut nganter ke bandara.
Bunda🖤: Yah kok gitu, ya udah nggak apa apa nanti bunda sampaiin ke ayah.
Read....-
Lea hanya membaca pesan terakhir dari bundanya. Inilah mengapa Lea masih bermalas malasan di sofa roof top ia sangat malas pulang ke rumah apalagi untuk mengantar ayahnya ke bandara.
"Nak Lea," Lea tersentak mendengar suara berat yang memanggil namanya.
"Ehhh mang Ujang ngagetin ae, ada apa mang?" Tanya Lea pada mang Ujang penjaga sekolah sekaligus orang yang selalu merawat roof top ini .
"Itu tadi saya teh disuruh panggil nak Lea sama Pak Doni. Katanya kamu disuruh menemui beliau di kantor sekarang," kata mang Ujang dengan logat sundanya.
"Ohhhh ya udah kalau gitu saya permisi dulu ya. Makasih mang,"
"Iya mangga," kata mang Ujang mempersilahkan Lea.
"Tapi saya nggak doyan mangga, doyannya jeruk," Lea menepuk pundak mang Ujang sebelum pergi.
Mang Ujang hanya terkekeh mendapat candaan dari Lea.
-------------
Happy reading ya guyss!! Absurd ya hehew maklumin ya masih belajar. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Chapter ini sudah direvisi.
![](https://img.wattpad.com/cover/111854556-288-k970207.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LEARA
Teen Fiction"Gue udah pernah bilang kan, jangan mainin bibir lo atau gue bener bener khilaf kali ini," bisik Lea tepat di telinga Rara. Dan boom wajah Rara seketika memanas merah padam, sialan Lea benar benar membuatnya gila. Setelah perasaan kecewa juga kesa...