"Aku butuh kebahagiaan meski hanya waktu sedetik yang Tuhan berikan,"
-Rara
Pagi ini tepat pukul 10.12 Rara sudah diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Sudah terhitung dua hari ia mendekam bosan di ruangan dengan bau yang sangat ia benci.
Sebenarnya penyakit Rara tidak begitu parah hanya saja kakak lelakinya lah yang berlebihan hingga meminta kepada dokter Reynand agar ia dirawat selama tiga hari di rumah sakit.
"Bang ini kapan sih infus--nya dicabut? Katanya udah boleh pulang tapi dokter sama susternya ga dateng-dateng!" Sudah lima kali gadis dengan wajah pucat di atas bangkar itu mengucapkan hal yang sama.
Layaknya anak kecil Rara merengek minta infus yang ada di pergelangan tangannya di lepas.
"Gue aja yang lepas ya, dari pada kelamaan nunggu dokternya,"
"Berani lepas, gue suruh lo nginep selama sebulan disini!" Pergerakan tangan Rara terhenti di udara.
Niatnya untuk melepas selang infus ter-urung ketika ancaman yang paling menyeramkan terucap dari bibir menyebalkan kakaknya.
"Ishh nyebelin banget si, kerjaannya ngancem mulu." Wajah pucat milik Rara terlihat begitu menggemaskan saat ini.
Bahkan Dano sampai menggigit pipi bagian dalamnya untuk menahan tawa saat melihat ekspresi adik tercintanya.
"Demi kebaikan lo ini,"
Clekk...
"Permisi," suara bariton itu mengalihkan kedua manusia yang ada di dalam ruangan itu.
"Yeyy akhirnya dateng juga, dok buruan lepasin infusnya. Ara udah pengen pulang nih," pria tampan bernama Reynand itu tersenyum saat mendengar permintaan Rara yang terdengar seperti keponakannya saat minta dibelikan ice cream.
"Heh bocah, ngga sabaran amat si jadi orang." Suara Dano kembali menginterupsi, lagi-lagi Reynand dibuat tersenyum melihat kaka beradik itu beradu mulut dengan tatapan sengit memandang satu sama lain.
"Iya, sabar ya. Biar saya periksa dulu keadaan kamu."
"Okee," senyum Rara mengembang saat Reynand mendekat ke arahnya untuk memeriksa keadaan juga melepas infus di tangannya dengan bantuan suster.
"Sudah, kamu boleh pulang hari ini. Jaga kesehatan kamu, makan teratur dan jangan banyak pikiran." Pesan dari Reynand mengingatkan Rara dengan sosok lelaki yang sangat ia rindukan.
Bolehkah ia berharap jika yang mengatakan kalimat tadi adalah ayahnya?
Tatapan Rara meredup, menyadari perubahan raut adiknya Dano mendekat dan mengelus rambut Rara dengan sayang. Dano tahu apa yang tengah Rara pikirkan.
"Tuh dengerin apa kata dokter, jangan bandel kalo dibilangin!" Peringatan Dano mengejutkan Rara dari lamunannya.
Sekali lagi realita kembali menamparnya, kedua orang yang paling Rara harapkan kehadirannya tidak ada disampingnya saat ia membutuhkan mereka.
Apa begitu sulit mendapat waktu dari orang tuanya?
"Kalau begitu saya permisi dulu, ada pasien yang harus saya tangani." Senyuman Reynand mengakhiri keheningan yang sempat tercipta beberapa detik.
Lelaki dengan jas putih itu melenggang pergi bersama wanita dengan warna pakaian yang sama.
"Bang,"
"Hmm?" Hal yang paling Dano benci adalah saat seperti ini, melihat pancaran kesedihan di kedua mata gadis kesayangan--nya.
"Sesusah ini ya buat ketemu mama sama papa? Apa harus Ara jadi rekan bisnis mama sama papa biar bisa bikin janji buat ketemu sama mereka?"
Helaan nafas terdengar dari lelaki tampan di depan Rara, tidak ada yang bisa Dano ucapkan saat ini.Untuk pertama kalinya Dano merasa gagal membahagiakan gadis di depannya, janji yang ia buat tempo hari tidak terwujud dan itu membuat Dano merasa bersalah.
"Maaf, abang ngga nepatin janji buat bawa mama sama papa ke sini."
"Apa perlu Ara jadi jenazah dulu baru mereka mau kete.."
"RARA!! JAGA UCAPAN LO!" Bentakan itu lolos begitu saja.
Sebulir, dua bulir air mata mulai menetes di pipi Rara. Tidak Dano sangka adiknya akan se-kecewa ini dengan kedua orang tuanya atau bahkan juga dengan dirinya.
Dengan cepat Dano merengkuh tubuh gadis di depannya yabg semakin kurus. Sungguh Dano merasa gagal menjadi seorang kakak untuk gadis dalam dekapannya saat ini.
"Maaf gue bentak lo, lo ngga boleh ngomong gitu lagi. Gue disini buat lo, ngga perlu ada mama sama papa. Lo punya gue Ra, gue selalu ada buat lo,"
Tidak ada jawaban dari bibir mungil gadis dalam pelukannya, yang ada hanya suara isak tangis yang terdengar pilu dan menyakitkan.
Dalam diam Rara bersyukur pada Tuhan, betapa beruntungnya ia mendapatkan kakak seperti lelaki yang tengah memeluknya saat ini.
Selama ini Dano lah yang menggantikan peran kedua orang tuanya. Bertahun-tahun lelaki itu berpisah dengannya tidak mengurangi sedikit pun perhatian dan kasih sayang lelaki itu.
Dan ya, Rara rasa Tuhan sudah adil. Ia kehilangan orang tua nya tapi Tuhan menghadirkan sosok pengganti, jika boleh meminta Rara ingin bersikap egois agar Tuhan tidak merenggut satu kebahagiannya yaitu sosok yang ada di depannya saat ini.
"Gue sayang lo," suara serak Rara kembali menghadirkan senyum Dano.
Pelukan keduanya semakin erat, seolah mencurahkan kasih sayang satu sama lain. Ikatan persaudaran yang begitu indah dan tak terpisahkan.
"Lo segalanya buat gue, jangan pernah ngomong kaya tadi. Gue bakal buat lo mendekam seumur hidup di ruang penyimpanan obat kalau lo ngomong gitu lagi," Dano tahu apa kelemahan adik satu-satunya.
Rara sangat benci dengan bau obat, rasanya ia ingin pingsan saat indra penciumannya mendeteksi bau obat.
"Abang kampret lo ah!" Refleks Rara melepas pelukannya dan meninju lengan Dano kuat hingga lelaki itu meringis seolah menahan sakit.
Padahal tenaga orang sakit seperti Rara tidak berasa sama sekali.
"Aww sakit nih, adohh kalau tangang gue di amputasi gimana gegara lo tonjok,"
"Lebay najis!" Seketika keduanya terbahak menyadari betapa idiotnya mereka saat ini.
--------------------
Dan kalian tahu? Gue malu kenal sama mereka berdua! (Author keceplosan)
"Bacod thor!" (Rara & Dano)
"Oke siap siap gue bikin ni cerita sad ending hahahahhaha! (evil laugh)"
*mon maap saking pusingnya mikir sin cos tan gue jadi rada gesrek ehe
Yodah si ya, segitu aja dulu. Lama gue ngga up awokwok, gue sibuk ngurus anak baru di skul jadi gini hihi see u di next chapter, bye!
KAMU SEDANG MEMBACA
LEARA
Teen Fiction"Gue udah pernah bilang kan, jangan mainin bibir lo atau gue bener bener khilaf kali ini," bisik Lea tepat di telinga Rara. Dan boom wajah Rara seketika memanas merah padam, sialan Lea benar benar membuatnya gila. Setelah perasaan kecewa juga kesa...