"Kadang kita saah mengartikan kata menghargai, menghargai bukan berarti merupiahkan. Karena bentuk menghargai bukan dengan uang"
-Devano
Sudah sekitar sepuluh menit yang lalu bel pulang sekolah berbunyi, entah kenapa Dano belum datang juga.
Rara merasa khawatir terjadi sesuatu pada kakaknya, tidak biasanya Dano membiarkan adik kesayangannya itu menunggu.
Jam hijau army yang melingkar di tangan Rara sudah menunjukkan pukul 16.30 hari semakin gelap terlihat awan yang begitu mendung saat ini.
Hujan turun sudah sekitar tiga puluh menit yang lalu, dan kini petir terdengar menggelegar di atas sana.
Rara benci dengan keadaan seperti ini, dia benci suara petir dan dinginnya hujan saat ia sendirian di luar rumah.
Itu membuat hatinya semakin cemas ketika ia mengingat Dano kakaknya yang tak kunjung datang sampai sekarang.
Sayup sayup terdengar klakson mobil refleks Rara mencari asal suara itu. Tepat jarak 2 meter dari gerbang terparkir mobil berwarna hitam dengan pengemudi berpakaian sama seperti Rara.
Mata Rara menajam untuk melihat siapa pengemudi di balik kaca mobil itu. Rara terkejut melihat orang yang ingin sekali ia hindari saat ini turun dari mobil dengan payung hitam di tangan kananannya.
Itu Devano, kaka kelas gila yang gencar mendekati Rara akhir akhir ini.
Padahal balasan pesan Devano tadi siang membuat Rara merasa tenang, ia kira Devano sudah pulang tapi ternyata makhluk itu justru berdiri di bawah hujan tepat jarak dua langkah dari Rara sekarang.
"Pulang bareng gue ayo, abang lo ga bisa jemput." tau darimana Devano jika abangnya lah yang akan menjemputnya pulang.
"Sok tau," ketus Rara.
"Udah percaya aja sama gue, ban mobil abang lo bocor di perempatan depan dan sekarang dia lagi ada di bengkel." Rara tersentak kaget, apa benar yang dikatakan Devano?
Jika iya, sungguh Rara tidak jadi memarahi kakaknya itu. Bagaimanapun ini namanya musibah dan ini diluar kendali kakaknya.
"Malah bengong, ayo Ra gue anter balik. Tenang gue ga bakal culik lo kok," Devano terkekeh geli melihat ekspresi Rara yang begitu menggemaskan saat ini.
Rara terdiam sejenak, ia menggembungkan kedua pipi tirusnya tanda ia sedang kesal saat ini.
"Iya iya, lagian siapa juga yang bilang lo mau culik gue,"
"Sini pake payung biar ngga kehujanan," tangan kanan Devano terulur meraih lengan kanan Rara dan mendekapnya dari samping.
Perlakuan Devano membuat Rara terdiam, pikirannya saat ini kosong entah kemana.
Diam diam Rara membandingkan, tidak ada perasaan aneh yang ia rasakan seperti saat bersama Lea. Entahalah Rara juga bingung dengan perasaannya.
Saat ini keduanya sudah berada di dalam mobil, keadaan hening tanpa ada satupun diantara Devano maupun Rara yang ingin memulai pembicaraan.
Devano tidak suka keaadaan seperti ini, dia tidak suka dengan keheningan.
"Ra," Devano menoleh ke samping untuk melihat Rara dan ternyata gadis itu sudah terlelap.
Devano terdiam memperhatikan wajah Rara sesekali kembali melihat ke jalanan yang ada di depannya.
Tanpa ia sadari bibirnya terangkat saat malihat wajah Rara yang begitu tenang saat tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEARA
أدب المراهقين"Gue udah pernah bilang kan, jangan mainin bibir lo atau gue bener bener khilaf kali ini," bisik Lea tepat di telinga Rara. Dan boom wajah Rara seketika memanas merah padam, sialan Lea benar benar membuatnya gila. Setelah perasaan kecewa juga kesa...