"Bukan katanya tapi kenyataannya, menilai seseorang bukan dari apa yang kita dengar tapi dari apa yang kita lihat."
-unknow
15 menit menjelang bel jam ketiga akan dimulai semua siswa yang berada di kelas XI IPA 3 menguap dengan bosan.
Rasanya sangat lelah, lelah hati, lelah body, dan lelah otak. Bu Sumarni guru Bahasa Indonesia yang sangat lembut saat berbicara membuat semua siswa kelas akselerasi mengeluh, bagaimana tidak? Suaranya seperti lagu pengantar tidur.
Materi yang disampaikan bukannya masuk ke otak tapi hanya masuk ke telinga kanan keluar telinga kiri karena tertidur.
"Sekian untuk pelajaran ibu hari ini, saya harap kalian tetap semangat karena sebentar lagi kita akan melaksanakan Penilaian Akhir Semester 2. Terimakasih, selamat pagi."
"Pagi!" Akhirnya pelajaran yang membosankan selesai juga, sudah sejak sepuluh menit yang lalu Rara tertidur dengan posisi kepala bertumpu pada kedua tangan yang dijadikan bantal olehnya.
Sonya menghela nafas melihat kebiasaan teman sebangkunya yang sangat buruk. Tidur saat jam pelajaran. Semua orang hanya tahu prestasi Rara bukan keburukannya.
Sonya juga heran bagaiman bisa manusia kebo seperti Rara memiliki otak yang kelewat encer. Dia sendiri juga termasuk jajaran murid pintar tetapi usaha Sonya untuk menjadi pintar bukan main-main, ia belajar dan bekerja keras.
"Ra bangun, Bu Tuti dateng." Begini kalau Rara sudah tidur, akan sulit untuk dibangunkan.
"Rara bangun! Nanti lo bisa dihukum kalau tidur terus," untung saja guru yang mengampu mata pelajaran lintas minat sosiologi belum hadir di kelas.
Kalau sudah, bisa mampus si Rara. Namanya Bu Tuti biasa dipanggil umi Tuti, guru pengampu mata pelajaran sosiologi lintas minat untuk jurusan IPA.
Wanita berkepala empat dengan gaya yang jutek dan pendiam tapi sekali berbicara sangat pedas itu guru yang paling ditakuti semua murid terutama anak anak nakal yang selalu jadi santapan guru ilmu sosial dan waka kesiswaan di SMA Sastra Wijaya.
Sayup sayup terdengar suara sepatu ber hak tinggi mengetuk lantai. Derap langkah kaki bersepatu itu mendekat ke ruang kelas berisikan 26 murid di dalamnya.
Tangan kanan berjam tangan berwarna hitam terulur memutar knop pintu ruang kelas XI IPA 3. Seluruh kelas senyap seketika, puluhan pasang mata melihat ke arah yang sama yaitu tempat Bu Tuti bediri.
Hanya satu orang yang tidak menatap ke hadiran guru sosilogi mereka, dia Rara.
Sudah berulang kali Sonya menggoyangkan tubuh Rara agar terbangun dari tidur siangnya namun nihil, Rara tetap tertidur enggan untuk membuka mata indahnya.
"Rara bangun, Bu Tuti udah masuk," desisan sepelan mungkin dari Sonya membuat Bu Tuti yang tadinya terfokus pada buku absen menoleh dimana Rara duduk.
Sonya rasa ia berdesis sepelan mungkin tapi tetap saja wanita tua di depan mendengar desisannya.
Bukankah umur mempengaruhi kualitas pendengaran? Tapi kenapa tidak berlaku untuk gurunya yang satu itu.
"Mimpi indah sayang? " Suara lembut dengan tekanan di akhir kata membuat Rara terbangun dan terkejut melihat seluruh pasang mata tengah memandangnya.
Sebenarnya bukan seluruh pasang mata itu yang membuatnya terkejut, tapi wajah Bu Tuti yang sedang tersenyum. Bukan senyum bersahabat tapi senyum psychopath. Mampus, tamat sudah riwayat Rara.
"Maaf Bu Tuti, saya ketiduran."
"Keluar dari kelas saya sekarang!" beginilah kalau sudah berurusan dengan Bu Tuti, tidak ada toleransi sekalipun untuk murid terpandai di sekolah.

KAMU SEDANG MEMBACA
LEARA
Teen Fiction"Gue udah pernah bilang kan, jangan mainin bibir lo atau gue bener bener khilaf kali ini," bisik Lea tepat di telinga Rara. Dan boom wajah Rara seketika memanas merah padam, sialan Lea benar benar membuatnya gila. Setelah perasaan kecewa juga kesa...