"Hal sederhana yang tidak kamu perlukan, akan menjadi sangat berharga saat kamu berada pada situasi yang tidak memungkinkan."-Rara
Sudah terhitung satu minggu setelah pertemuannya dengan Lea. Entah apa yang membuat otak kecil Rara terus bekerja dan aneh nya nama lelaki itu yang menjadi alasan otaknya terus beroperasi.
Selama itu pula lelaki itu seolah menjaga jarak dengan nya. Tidak ada lagi Lea yang menggodanya dan melemparkan gombalan receh setiap kali bertemu, hanya sekadar sapaan dan senyum pun tidak ia lontarkan.
Hanya satu yang terus berputar di otak Rara, apa dia berbuat kesalahan dan lelaki itu marah padanya?
Seingat Rara ia tidak melakukan hal apa pun yang membuat lelaki itu tersinggung hingga marah padanya.
"Rara buka pintunya!" Suara gedoran pintu kamar membuat gadis cantik yang tengah melamun itu tersentak kaget.
"Buka aja ngga gue kunci bang!" Siapa lagi kalau bukan si Dano yang menggedor pintu kamarnya seperti sedang menggrebek maling.
"Lo sakit? Kenapa ngga makan dari kemaren, lo juga ngga masuk sekolah," sudah dua hari Rara hanya berkutat di kamarnya.
Banyak sekali perubahan yang terjadi dalam waktu satu minggu ini, Dano yang sudah mulai sibuk dengan sekolahnya dan juga Rara yang sakit tiga hari terakhir.
Kondisi tubuhnya seolah menurun drastis, tubuh semampai Rara juga sedikit kelihatan lebih kurus. Kulit putih nya semakin pucat, sepertinya ia kelelahan karena terlalu keras dalam belajar.
"Gue ngga papa, cuma sedikit ngga enak badan aja." Tangan kanan Dano terulur menyentuh kening adik kesayangannya itu.
Sensasi pertama yang ia rasakan adalah suhu tubuh Rara yang hangat, ah bukan hangat lebih tepatnya panas!
Terdengar lelaki itu menghela nafas kasar. Seperti ini terus, entah sampai kapan adiknya itu selalu bersikap kuat padahal ia rapuh.
Dano tahu pasti adiknya sedang sakit, bahkan jauh sebelum Rara jatuh sakit ia pun tahu gadis yang sangat ia sayangi ini tidak baik baik saja.
"Ke dokter," suara dingin Dano membuat Rara menoleh dengan mata sayu nya. Kentara sekali jika Rara kurang tidur terlihat dari kantung mata hitam yang melingkar di bawah matanya.
"Bang gue baik-baik aja," Rara berseru memperingatkan, sayang sekali suaranya bukan terdengar tegas tapi justru bergetar.
"Ga ada penolakan,"
Kedua mata Rara memanas, padahal tidak ada kata kasar atau pun bentakan dari kalimat yang Dano ucapkan.
Kedua lengan Dano merengkuh tubuh panas Rara membuat dirinya merasa bersalah. Dano tidak bisa menjaga adiknya dengan baik.
"Ssttt jangan nangis lagi, kita kedokter ya? Biar cepet sembuh," beginilah sifat Dano, bengal tapi penyayang jangan lupakan ia juga sangat posesif.
Tidak ada jawaban dari bibir mungil milik adiknya, kedua mata sembap Rara kini terpejam betapa ia sangat merindukan pelukan dan usapan tangan kakanya terlebih milik kedua orang tuanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
LEARA
Fiksi Remaja"Gue udah pernah bilang kan, jangan mainin bibir lo atau gue bener bener khilaf kali ini," bisik Lea tepat di telinga Rara. Dan boom wajah Rara seketika memanas merah padam, sialan Lea benar benar membuatnya gila. Setelah perasaan kecewa juga kesa...