Author note:
Ngga mau tau gue maksa kalian tekan vote di part ini! Gue maksa nih maksa banget hehe!!!
"Tantangan terbesar lelaki memperjuangkan cinta seorang perempuan adalah mendapat restu dari ayah dan juga kakak lelakinya"
-Devano
"Jadi bener si cabe itu pindah ke sekolah kita dan parahnya satu kelas sama lo?!" teriakan Ravena membuat Rara yang tengah mengerjakan sesuatu di bukunya menoleh.
Kini keduanya tengah berada di kamar Rara, setelah bertemu dengan Lea sepulang sekolah tadi Rara pergi menghampiri Ravena yang sedang berada di ruang musik untuk latihan persiapan pensi.
Alhasil Ravena pulang mengantar Rara dan mampir sebentar, katanya sekalian bertemu dengan kakaknya Dano yang sudah lama tidak bertemu meskipun sekarang mereka sudah satu sekolah.
"Berisik, bisa ngga si lo ngga usah teriak gitu?"
"Iya sorry, jadi Lisa itu anak baru mantan Kak Fabian yang tadi digosipin seantero sekolah itu?" Lagi lagi suara Ravena tidak bisa di kontrol.
"Iya,"
"What the hell, kenapa si bitch bisa balik lagi?!" Kini suara keras Ravena terdengar kesal ditambah dengan makian dalam kalimatnya.
"Gue juga ngga tahu,"
"Dan jangan bilang kalau si Lisa juga cewek yang ditolongin Lea tadi pas dikasarin sama Kak Fabian!" Berita pasal keributan saat istirahat tadi memang bukan berita kecil mengingat berita itu menyangkut dua pentolan di sekolahnya.
Bagaimana bukan pentolan? Fabian si mantan ketua OSIS dan Lea si cucu pemilik yayasan, di tambah keduanya adalah most wanted di Sastra Wijaya.
Bahkan berita tersebut sudah di sebar melalui akun gosip tubir turah di Instagram.
"Iya, cewek itu Lisa." Cicit Rara membuat Ravena yang tengah berbaring di kasur Rara refleks terbangun.
"Ini ngga bisa dibiarin Ra, jangan sampe Lea juga kena sama Lisa." Ucap Ravena khawatir.
"Gue harap semuanya baik baik aja Ven," kali ini Rara yang merebahkan tubuhnya menhadap ke langit langit.
"Ra, gue boleh nanya sesuatu?" Entah memang nada Ravena yang serius atau Rara yang menganggapnya serius yang jelas kini tidak ada lagi raut jenaka di wajah Ravena, tidak biasanya gadis itu seserius ini.
"Apa?"
"Lo suka sama Lea?" Mendengar itu Rara terdiam, akhir-akhir ini pertanyaan itu juga yang selalu ia tanyakan pada dirinya sendiri.
"Gue ngga tau," jawabannya memang gadis itu tidak tahu.
Semuanya terasa baru dan asing, dalam hidupnya selama 17 tahun baru kali ini ia merasakan ini semua.
Ada banyak hal baru yang ia rasakan saat bersama Lea tapi itu belum menjadi alasan yang kuat untuk bisa menyimpulkan perasaan Rara pada lelaki iti.
Lebih tepatnya karena Rara tidak tahu rasanya menyukai lawan jenis lebih dari sekadar teman itu seperti apa.
"Apa lo ngga pernah sadar sama perasaan si curut itu ke lo Ra? Gue aja yang musuh dia bisa ngerasain perasaan dia ke lo gimana, masa lo yang bersangkutan ngga bisa ngerasain sama sekali." Curut yang Ravena maksud adalah Lea.
Bukan tidak merasakan atau tidak peka, Rara hanya takut menyimpulkan dan berujung berharap pada ketidak pastian.
"Gue cuma ngga mau terlalu banyak berharap," di tempatnya Ravena tersenyum, ia tahu sahabatnya tengah jatuh cinta hanya saja sahabatnya itu terlalu polos untuk hal seperti ini.
"Fix lo jatuh cinta sama Lea, pokoknya lo ngga boleh lepasin dia. Jangan sampe si cabe itu deketin Lea soalnya tadi pagi Gaga sempet heboh sama anak kelas ngomongin Lea yang nganterin anak baru ke ruang TU dan sialnya anak baru itu ternyata Lisa," Rara kembali tertegun mendengar ucapan Ravena.
Ternyata tidak hanya sekadar menolong Lisa dan menerima minum pemberian Lisa, tetapi Lea juga orang pertama yang Lisa kenal saat pertama kali ia datang ke sekolahnya.
"Gu-gue ngga jatuh cinta kok, maksudnya gue ngga tau. Tapi gue berharap semoga semuanya baik-baik aja," Rara berharap semuanya akan baik-baik saja, ia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama dengan orang yang sama pula.
"Hilih ngga tau dari mana, lo tuh jelas jelas jatuh cinta sama si penghuni empang itu ikan Lele," ucap Ravena seraya melayangkang bantal guling ke arah Rara.
"Ravena anying muka gue sakit kena bantal!"
"HAHAHAHA bodo amat," dan setelahnya kedua gadis itu terbahak bersama.
"Eh ya, Bang No belum pulang juga Ra? Udah sore nih gue mau balik tapi Bang No kok belum pulang ya," benar juga, kenapa sudah menjelang malam begini Dano belum juga pulang.
"Iya ya, tumbenan itu anak belum balik. Mungkin ada tugas kali ya di sekolah."
"Ya udah gue titip salam aja deh buat Bang No, bilangin Ravena cantik kangen banget sama dia," berteman lama dengan Rara membuat Ravena sudah dianggap adek oleh Dano jadi beginilah kelakuannya.
"Najis lo, iya nanti gue salamin ke abang."
"Oke gue cabut dulu," setelah kepergian Ravena tanpa disadari sudah sepuluh menit yang lalu Dano berada di rumah dan juga sahabatnya yang kini tengah berdiri di pintu pembatas kamar Dano juga Rara.
Di kamar Rara memang sengaja dibuat pintu pembatas untuk langsung ke kamar Dano, kebiasaan lama karena dulu Rara tidak pernah mau pisah dengan kembarannya.
"Kalau lo serius sama adek gue, perjuangin dia." Dano berucap seraya menepuk bahu sahabatnya, dia adalah Devano.
Devano terdiam, keduanya mendengar percakapan Rara juga Ravena dari awal sampai akhir dan yang kini membuatnya gusar adalah perkataan Rara tentang perasaannya terhadap Lea.
"Akhirnya gue dapet restu langsung dari calon abang ipar," kekeh Devano yang sebenarnya untuk menutupi keresahan hatinya.
"Gue si fine aja, asal lo ngga nyakitin adek gue." Mendengar hal itu seolah masih ada harapan, Devano kembali tersenyum.
Kini pintu gerbang untuk mendekati Rara sudah terbuka lebar, karena percaya atau tidak tantangan terbesar lelaki memperjuangkan cinta seorang perempuan adalah mendapat restu dari ayah dan juga kakak lelakinya.
"Gue bakal berusaha," gumam Devano masih bisa di dengan Dano yang kini sibuk memegang stik PS nya.
"Bisa bucin juga ternyata lo?" suara mengejek itu dilontarkan oleh Dano.
"Ngga apa lah, bucinnya juga sama adek lo kan?" Dano terkekeh mendengar perkataan sahabatnya.
Dua hari yang lalu Devano sempat mengatakan jika ia menyukai adiknya dan lelaki itu juga meminta izin pada Dano untuk mendekati Rara.
Pada awalnya Dano terkejut, apa karena insiden ban bocor waktu itu membuat Devano langsung jatuh cinta pada adiknya karena ia kira pertemuan itu pertama kali untuk keduanya.
Tapi ia salah, Devano mengatakan jika ia sudah menyukai Rara jauh sebelum insiden itu hanya saja Devano baru meminta izin pada Dano sekaraang.
Bukan hal yang mudah untuk mendapatkan restu dari seorang Dano, justru bernotaben sebagai sahabat lelaki itu, restu yang di dapatkan untuk mendekati Rara jauh lebih sulit.
Bahkan setelah perkataannya yang meminta izin untuk mendekati Rara, Devano harus rela mendapat bogem mentah dari Dano katanya itu salam perkenalan Dano untuk lelaki yang mau mendekati adiknya. Cih sangat posessif.
------------------------
Tekan bintang woyyyy! Dikira nulis kaga cape apa ya wkwkwkwk.

KAMU SEDANG MEMBACA
LEARA
Подростковая литература"Gue udah pernah bilang kan, jangan mainin bibir lo atau gue bener bener khilaf kali ini," bisik Lea tepat di telinga Rara. Dan boom wajah Rara seketika memanas merah padam, sialan Lea benar benar membuatnya gila. Setelah perasaan kecewa juga kesa...