01 - Confused

247K 11.6K 166
                                    

Brian;

Kini aku sedang kebingungan, sekertarisku Maria mengundurkan diri. Karena akan menikah nanti di Belanda, sekarang yang aku bingungkan adalah aku harus kembali mencari sekertaris yang baru. Hal yang paling aku benci, karena mencari sekertaris seperti Maria sangatlah susah. Bukan karena dia mempunyai keahlian yang sangat hebat, semua orang juga punya. Tetapi, sifat yang berbeda. Mereka para wanita yang melamar menjadi sekertaris kebanyakan hanya kedok saja, tujuan mereka adalah mendekatiku. Bukan aku yang terlalu percaya diri, tetapi aku pernah mengalaminya beberapa kali.

Aku mengusap wajahku frustasi. Padahal aku sudah menawarkan gaji yang cukup fantastis. Tetapi Maria menolak, dan memilih pulang ke kampung halaman. Karena dia akan menikah dengan kekasihnya yang berada di Belanda.

Tok...tok..tok.

Seseorang mengetuk pintu, shit! Sungguh mengganggu saja. Padahal aku sudah bilang aku tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Ketukan pintu tidak terdengar lagi.

Lama aku tidak mendengar ketukan pintu lagi, mungkin ada seseorang yang mencegahnya. Syukurlah akhirnya aku bisa tenang.

BRAK!

Hey apa-apaan ini? Dengan tidak sopannya seseorang membanting pintu. Akan aku pecat nanti jika pelakunya salah satu karyawan di sini. Aku membalikan kursi yang aku duduki, saat berputar aku menatap jengah seorang pria yang berdiri di depanku. Dengan tanpa rasa bersalah dia berani menunjukan tampang polos di depanku?

"Hei! Apa Mr. Geo tidak memberitahumu, jika aku tidak ingin diganggu?" tanyaku sarkastis. Dia hanya diam saja dan berjalan ke samping lalu duduk manis. Sungguh mengganggu ketenangan orang saja.

"Maaf, tadi aku memukul salah satu bodyguard di depan sana. Dia yang kurang ajar padaku," ujarnya dengan tampang kesal. Kurang ajar dia! Memukul pengawalku dengan wajah santainya, rasanya ingin aku habisi dia. Namun, aku urungkan niatku.

"Aku tidak menggajih mereka yang sukarela menyerahkan wajahnya untuk kau habisi."

"Boleh aku meminta sebatang rokok?" pintanya.

Aku melemparkan satu bungkus rokok pada sahabatku ini. Pria yang sedari tadi mengganggu aktivitasku, Galen—sahabatku sejak lama, dia asli orang Amsterdam. Sekarang dia pindah ke kota New York karena orang tuanya yang sibuk oleh pekerjaan, sayang kini kedua orang tuanya telah tiada.

Dia membuka restoran cepat saji dan sangat terkenal di sini. Sekarang dia membuka cabang diberbagai mancanegara. Galen menjadi pengusaha tersukses, kerja kerasnya membuahkan hasil yang begitu sempurna. Tidak salah jika dia menjadi teladan untuk pembisnis lainnya. Dia termasuk orang sabar dan tenang. Tidak sepertiku yang gampang tersulut emosi.

Aku sadar sifat burukku.

"Sekarang sudah waktunya jam istirahat, apa kau tidak mencari makan?" tanya Galen sambil menyalakan rokok. Dia hisap rokok itu hingga asapnya bertebaran, aku sudah biasa dengan asap rokok. Karena aku juga sering sekali merokok dan itu tidak masalah buatku.

"Atau, kau menunggu Adellia?" tanya Galen dengan santai.

"Untuk apa, menunggu gadis itu? Tidak sudi aku," kataku dengan sinis. Galen hanya terkekeh pelan.

"Jangan sakiti dia, dia gadis baik. Sama halnya denganmu, korban perjodohan."

"Dia putri kesayangan Amora, harusnya dia menolak perjodohan itu, sial! Padahal segala kemauan dia akan dituruti oleh ibunya. Mengapa sekarang dia tidak menolak?" tanyaku dengan menggebu.

"Karena dia mencintaimu, Tuan Axton," kata Galen sambil terus menghisap rokok.

"Aku tidak percaya! Aku sering melihatnya dengan seorang pria." Aku membela diri, mana mungkin dia mencintaiku. Disaat aku melihatnya tiga hari yang lalu, dia berjalan di sore hari dengan seorang pria. Aku tidak percaya ucapan cinta darinya.

"Kau cemburu?" tanyanya kembali.

"Untuk apa, apa aku terlihat cemburu? Saat kau tahu aku selalu menolaknya mentah-mentah?"

"Baiklah aku percaya padamu."

"Sekarang aku yang bertanya, mau apa kau ke sini?"

"Aku hanya ingin memberitahumu, jika besok ada interview perncarian sekertaris baru untukmu," kata Galen. Selain sahabat dia selalu membantuku dalam urusan pekerjaan. Dia juga mempunyai bakat dalam bidang bisnis kantoran sepertiku, karena dulu mendiang orang tuanya mengajarkan Galen tentang bisnis sejak kecil.

"Baiklah, tolong sampaikan pada Mr. Geo. Siapkan segalanya besok."

***

Sea:

Siang ini sungguh melelahkan, matahari tepat berada di atas kepala, begitu membakar kulit. Aku pergi ke tempat yang biasa aku kunjungi Culture Espresso. Tempat aku selalu membeli cappucino saat pulang kuliah dulu.

Namaku Sea Glyora, aku kuliah di Harvard University. Sekolah terbaik yang pernah ada di Amerika Serikat. Aku hanya sebatang kara, orang tuaku meninggal akibat kecelakaan di Florida waktu itu. Dulu ayahku adalah pengusaha di perusahaan Greya Crop. Perusahan textil terbesar di Florida pada masanya. Namun akibat ayahku dulu mempunyai hutang di mana-mana, dia kabur dengan ibu tanpa membawaku. Dan akhirnya mereka pergi meninggalkan aku sendirian.

Tapi aku sangat beruntung, kalau saja aku ikut mungkin aku akan mati bersama orang tuaku. Tuhan masih memberi kesempatan untukku tinggal di dunia. Sampai aku tinggal panti asuhan dan diadopsi oleh Graham Glyora. Dia menjadi ayah angkatku, dia selalu menyayangiku layaknya anak kandung. Tetapi dia meninggal akibat kanker paru-paru akibat dia selalu menghisap rokok.

Dia meninggalkan banyak warisan untukku, dan kini aku kembali sendirian.

Lonceng terdengar nyaring, saat aku membuka pintu saat sampai di kedai. Wangi berbagai jenis minuman langsung tercium di indra penciumanku, aku sangat menyukainya. Itulah wangi yang aku rindukan setiap hari, jika tidak mampir ke sini. Sudah lebih dari dua tahun aku menjadi pelanggan setia, tanpa ada kata bosan untuk mencicipi lagi sajian di sini.

Seorang pelayan baru kini sedang membersihkan meja, dia melirik ke arahku dan tersenyum ramah. Aku membalas senyumannya, pelayan di sini sangat ramah sekali. Aku menuju tempat duduk favoritku di ujung sana, dengan jendela yang menghadap jalanan kota.

Baru saja aku duduk, seorang wanita sedang tersenyum ke arahku.

"Mau pesan cappucino, nona?" tawarnya terkekeh pelan. Aku hanya tersenyum saja, dia langsung pergi mengambilkan pesananku. Dia adalah Isabella, pegawai di Culture Espresso. Dia sudah lama bekerja di sini, bahkan kami sudah berteman sejak aku sering mampir kemari. Isabella paling tahu, minuman kesukaanku di sini.

Dia kembali membawa nampan dan menyerahkan secangkir cappucino padaku. Dia membawa minuman kesukaanku tanpa aku pesan, dia terlalu peka.

"sorseggiare il vostro drink," kata Isabella tersenyum.

Aku hanya terkekeh pelan, sungguh aku tidak mengerti bahasa Italia. Dia sering menggunakan bahasa Italia, karena dia memang asli orang sana.

"Sudah, aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan."

"Selamat menikmati minumannya, nona Glyora. Itulah artinya." Aku tersenyum mendengar ucapannya.

"Terima kasih, Isabella," ucapku dengan ramah dan meminum cappucino yang menggoda penglihatanku, "Apa kau mau menemaniku di sini?"

"Maaf, aku sedang bekerja," tolak Isabella dengan halus, aku hanya mengangguk saja. Sebenarnya aku kecewa dengan jawabannya, bukan hanya sekali aku mengajaknya tetapi ini sudah berulang kali. Namun aku mengerti, aku tidak akan mencegahnya untuk mencari uang.

"Silahkan lanjutkan pekerjaanmu kembali, Isabella. Semangat bekerja," kataku Isabella tersenyum melambaikan tangan padaku dan kembali bekerja. Kini aku hanya diam menatap jalanan kota dengan tatapan kosong, hingga sebuah pesan masuk. Aku melihat isi pesan di ponselku.

Mr. Ham: Bersiaplah nanti malam menghadiri acara besar, aku akan mengirimkan gaun ke rumahmu.

aku menghela napas kasar, sungguh hal yang paling aku benci adalah ajakan darinya.


***

Jangan lupa tinggalkan komentar kalian yah gais, komen juga jangan lupa.

See u

Instagram: Desycahyaaa

The Possessive Bastard [AXTON'S SERIES 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang