Untuk dirimu, terimakasih telah menggoreskan luka yang cukup besar.
Menyesal, satu kata yang mewakili Brian. Akibat perbuatan bodohnya, wanita yang dia benci mengandung benihnya. Rasanya kepala Brian akan pecah, menghadapi masalah yang besar ini. Bagaimana jika istrinya meninggalkan Brian karena masalah ini?
Demi Tuhan Brian takut kehilangan Sea, membayangkannya saja membuat Brian tidak sanggup. Brian terus menatap tajam wanita yang berada di hadapannya. Untuk kesekian kalinya Brian muak melihat wajah itu. Berita kehamilan Adellia mengejutkannya, membuatnya marah dan tidak tahu bersikap seperti apa selain dia menumpahkan amarahnya kepada Adellia.
Dia tidak bisa mempercayai sepenuhnya jika itu janin miliknya. Tetapi tidak bisa dipungkiri, Brian risau kalau memang benar itu anaknya. Sebenci apapun Brian pada Adellia, jika fakta mengatakan kalau itu adalah kenyataan yang harus dia dapat, maka Brian akan tanggung jawab sebagai ayah.
Tapi apakah dia mampu?
"Kau mau tanggung jawab? Atau aku akan membongkar kehamilanku pada Sea dan Ibumu," kata Adellia dengan serius. Brian tidak tahu apa yang harus dia lakukan, dua pilihan yang sangat menjebaknya.
"Aku tunggu jawabannya besok," kata Adellia pergi begitu saja, setelah wanita itu pergi. Brian menendang guci besar yang ada di hadapannya dengan amarah besar. Hingga menimbulkan suara yang begitu nyaring. Dengan langkah cepat Brian menuju kamarnya, menemui Sea. Perasaan takut sudah tidak terbendung kembali.
Berharap saat Sea bersamanya, semua emosi Brian akan luntur seketika. Namun Brian ragu saat dia di depan pintu, jantungnya berdegup dengan kencang. Dia tidak tega melihat wajah Sea yang polos, lalu kemudian dia berbohong di depannya seolah tidak terjadi apa-apa. Brian merasa gagal menjadi suami yang baik, dia membenci kebodohannya sendiri.
Hingga dengan tarikan napas panjang dia membuka pintu kamarnya. Di sana ada Sea sedang duduk di meja rias, dengan tatapan kosong. Bahkan tidak melirik ke arah Brian sedikitpun. Brian tidak tahu apa yang Sea lamunkan sampai tidak menyadari kehadirannya, dengan hati-hati Brian berjalan mendekati Sea.
"Sayang, apa keadaan kau sudah baik? Kenapa tidak beristirahat di ranjang," kata Brian, tetapi Sea belum mengalihkan pandangannya.
Dia masih betah melihat bayangannya di pantulan cermin. Brian berjalan mendekatinya pelan lalu memeluk Sea dari belakang begitu erat. Sea tetap diam, rasa sakit hatinya membutakan semuanya. Bahkan Sea menatap Brian dengan tatapan kecewa, sungguh melihat wajahnya saja tidak sanggup.
Brian hanya mampu memejamkan mata, hatinya tengah gelisah ketakutan dan perlahan matanya memanas memaksa sesuatu untuk ditumpahkan keluar. Brian menahannya mati-matian, hingga matanya memerah dengan berkaca-kaca.
Demi Tuhan dia tidak sanggup menyakiti istrinya, tapi dia sudah menyakiti Sea.
Sea melepaskan pelukan Brian, tersenyum hambar.
"Aku ingin minta maaf sebelumnya," gumam Brian di depan telinganya.
"Mengatakan kata maaf itu mudah, tetapi yang sulit adalah memaafkan." Sea tersenyum ke arah Brian dengan mengusap wajah suaminya begitu lembut. Sea berjinjit mengecup kening Brian dengan dalam dan air mata yang ditahan sudah membasahi wajahnya. "Bertanggung jawablah sebagai pria, Brian. Kehamilan Adellia harus kau jaga."
Brian membulatkan matanya, istrinya sudah mengetahui semua ini. Brian tidak bisa mengatakan jika itu bukan darah dagingnya, dia terlalu kalau kebenaran itu berbalik pada Adellia. Brian hanya bisa diam menatap nanar Sea begitu dalam.
"Sea jangan tinggalkan aku, kita belum tahu kebenarannya," kata Brian dengan bibir bergetar. "Jangan tinggalkan aku, aku mohon. Aku tidak bisa hidup tanpa kamu, aku akan mati perlahan kalau kamu pergi. Aku tidak sanggup membayangkan hidup sendirian, aku mencintaimu. Maafkan aku sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Possessive Bastard [AXTON'S SERIES 1]
RomanceSea Glyora mendapatkan kesialan saat sedang berada di Culture Espresso. Dia bertemu dengan Brian Axton Dallen, CEO Axton Company. Dia tidak sengaja menumpahkan cappucino mengenai jas mahal Brian. Brian Axton Dallen, orang paling kaya raya di dunia...