Delapan bulan kemudian....
Pagi ini begitu cerah di kota New York. Terkadang suara burung berkicau meramaikan pagi. Sinar matahari yang begitu silau dengan nakalnya masuk dalam sela-sela gorden salah satu ruangan, yang dihuni oleh sepasang insan yang masih tertidur.
Di sana ada seorang pria yang tidak lain adalah Brian, sedang menatap begitu dalam wanita yang tertidur pulas di sampingnya. Terkadang dia mengusap rambut dan kedua pipinya.
Brian tidak tertidur sejak malam, karena Sea mengeluh keram di perut bawahnya. Lalu merasa pegal-pegal, Brian selalu memijit istrinya agar merasa nyaman. Seluruh waktu dia luangkan untuk Sea, berjaga-jaga demi kesehatan dan keamanan bayinya. Brian juga terkadang cemas jika Sea terlihat menahan kesakitan jika merasakan sesuatu di perutnya.
Wajah damainya menghangatkan Brian, sungguh cantik sekali. Brian tersenyum melihat ukiran wajah Sea yang menurutnya sempurna. Saat Brian mengusap pipi Sea yang masih terlalap dalam tidurnya membuat Brian gemas. Dengan Sengaja dia menekan kedua pipi Sea kencang, namun entah sadar atau tidak Sea terusik dengan kelakuan Brian.
"Baby, bangunlah ini sudah pagi." Mendengar suara itu Sea langsung terbangun dari tidurnya. Perlahan matanya mengerjab.
"Silau," kata Sea dengan serak suara khas orang bangun tidur. Brian dengan gesit menutup wajah Sea dengan telapak tangannya. Menghalangi sinar matahari yang membuat Sea tidak nyaman.
"Sudah lebih baik?" Brian menatap Sea yang tengah menatapnya sayu.
"Selamat pagi," kata Sea dengan tersenyum tanpa diduga dia mengecup sudut bibir Brian. Bria tersenyum miring melihat kelakuan wanitanya.
"Sudah berani menciumku duluan Nyonya Axton?" tanya Brian dengan sinis.
"Itu keinginan bayimu," kata Sea mencari pembelaan.
"Kau selalu menghubungkannya dengan bayi, padahal itu keinginanmu," kata Brian dengan menggoda. Perlahan dia mendekat ke arah Sea, menyingkap bajunya. Lalu mencium perut Sea yang buncit begitu dalam.
"Hi baby, what are you doing there? Hurry out, daddy are waiting for you here." Brian terus mencium perut Sea dengan bertubi-tubi. Sea terkekeh geli saat Brian melakukannya, hingga dia merasakan sebuah tendangan kecil di perutnya.
"Awss...," Sea meringis dengan tidak sadar, membuat Brian menatap Sea dengan panik.
"Kau kenapa? Apa aku menyakitimu? Cepat katakan di mana yang sakit?"
"Dia menendang perutku, aku hanya kaget," kata Sea pelan, Brian menatap Sea dengan tatapan berbinar.
"Dimana dia menendangnya? Aku juga ingin merasakannya," kata Brian memegang perut Sea memeriksanya. Sea mengarahkan tangan Brian ke arah perut kanannya. Saat Brian memegangnya dia merasakan tendangan kecil hingga dua kali.
Brian tersenyum bahagia ke arah Sea, "Do you like to hear your daddy voice? If it's true come out soon. Or daddy will force you out."
Sea tertawa kencang mendengar perkataan Brian yang terlihat sangat kesal. Tidak sabar menanti lahirnya bayi mereka. Namun tidak dapat dipungkiri dia begitu senang.
Semenjak masalah Adellia beberapa bulan yang lalu, membuat jarak mereka yang renggang menjadi bersatu kembali. Hari-hari mereka kembali dipenuhi tawa, bahagia, dan hidup penuh kasih sayang. Bahkan sejak kehamilannya membuat Brian semakin posesif saja, melarang Sea melakukan aktivitas apa pun.
"Aku ingin tahu jenis kelamin bayiku. Apakah dia perempuan atau laki-laki, aku heran kenapa kau tak mau di USG?"
"Kau mau bayi kita berjenis kelamin apa?" tanya Sea bukan menjawab pertanyaan Brian.
"Laki-laki, biar dia menjadi penerus Daddy-nya."
"Mau dia perempuan atau laki-laki. Aku akan mencintainya, kalau dia perempuan apa kau tetap sayang?" tanya Sea penasaran. Meski dia tahu jawaban Brian sebenarnya.
"Aku tidak peduli dia seperti apa. Aku tetap menyanginya, dan menjaganya!" Sea terseyum penuh arti.
***
"Aku berangkat kerja, hati-hati di rumah. Mom jaga Sea untukku," kata Brian berpamitan kerja. Mencium pipi Lina dan mencium kening Sea. Lalu mengusap pipinya lembut.
"Tanpa kau suruh aku akan menjaganya terutama calon cucuku." Brian tersenyum saja, setelah berpamitan dia langsung pergi kerja bersama para pengawalnya yang mengikuti Brian dengan kedua mobil hitamnya.
"Suamimu seperti seorang Presiden saja," kata Lina terkekeh membuat Sea tertawa pelan. Lina mengajak Sea masuk kembali ke dalam mansion. Tanpa disadari seorang pria berpakaian serba hitam tengah mengintip mereka dari semak-semak. Senyum miring tercetak di wajah pucatnya.
"Aku kembali membalaskan dendamku."
***
Brian telah sampai di perusahaannya, berjalan penuh wibawa menuju ruangannya. Tatapan Brian terlihat dingin saat melewati beberapa karyawan di depannya. Hingga saat dia sampai di ruangan, tepat di depan pintu dia melihat kertas bertinta merah. Begitu juga bau anyir, tinta yang asli dari tetesan darah.
'Ready to wait for death?'
Brian mengepalkan tangannya murka, melihat tulisan yang menyuruhnya menunggu kematian. Dia merobek kertas itu yang tertempel di pintu. Menatap anak buahnya yang sedang tertunduk.
"Brengsek! Siapa yang menaruh kertas ini? Kurang ajar sekali. Apa karyawanku tidak melihatnya? Lantas di mana Mr. Geo?" Brian menatap anak buahnya dengan tatapan marah.
"Bukankah Mr. Geo sedang mengurus cabang perusahaan yang akan di bangun, Tuan?" tanya salah satu dari mereka. Brian membetulkan ucapan pengawalnya. Mr. Geo memang dia perintahkan untuk mengurus cabang perusahaan Axton Company di Boston.
"Aku akan ke ruangan CCTV sekarang, ada yang tidak beres," gumam Brian.
"Aku ingin perketat keamanan perusahaanku!"
"Baik tuan."
***
"Kenapa bisa, hah?! Sebenarnya siapa dia?" tanya Brian dengan marah pada karyawannya di ruangan CCTV. Dia melihat layar monitornya, di sana terlihat ada seorang pria berpakaian hitam-hitam. Menembak CCTV di lorong yang mengarah ke ruangan Brian. Setelah itu semuanya gelap, Brian tidak dapat melihat pelakunya.
"Damn! Mencari mati ternyata orang itu, kalau aku tahu aku sudah membunuhnya sekarang juga!"
Semua karyawan tertunduk takut melihat Brian yang sedang murka sekarang. Namun mereka diselamatkan oleh dering ponsel Brian yang berbunyi terus menerus. Brian mengangkat teleponnya.
"Ada apa Mom, apa?! Itu tidak mungkin. Aku akan segera ke sana," kata Brian dengan tergesa-gesa meninggalkan kantor kembali pulang.
Keadaan sedang darurat, Lina baru saja menceritakan sesuatu yang terjadi di mansion nya.
"Shit! Apa yang terjadi sebenarnya?!" Brian merasa ada seseorang mengintainya dan keluarganya.
***
Jangan lupa komen dan votenya.
See you :*
Instagram: Desycahyaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
The Possessive Bastard [AXTON'S SERIES 1]
RomanceSea Glyora mendapatkan kesialan saat sedang berada di Culture Espresso. Dia bertemu dengan Brian Axton Dallen, CEO Axton Company. Dia tidak sengaja menumpahkan cappucino mengenai jas mahal Brian. Brian Axton Dallen, orang paling kaya raya di dunia...