PART TIGA BELAS - WHO's HER EXACTLY?

466 74 42
                                    

Jangan beri harap kalau niatmu hanya untuk mengolokku saja. Perasaan tidak sebercanda itu.
The Fake Class Leader
****

      
     BEBERAPA lembar tissue sudah terlihat penuh dalam sebuah tong sampah yang ada di salah satu kamar milik seorang cewek. Ya, cewek itu adalah Kanaya. Kali ini, setelah jam pulang sekolah berakhir, teman-teman Kanaya (Vania dan Febby) berinisiatif untuk mampir ke rumah cewek itu dahulu. Bukannya karena apa-apa, hanya saja mereka merasa prihatin, karena setelah sekembalinya Kanaya membeli bubble drink tadi, wajah cewek itu terlihat sangat mendung dan hidungnya memerah, bahkan setelah duduk di mejanya dan teman-temannya menanyakan apa yang terjadi Kanaya malah kembali menangis, hingga akhirnya dia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

         Mereka hanya datang berdua karena Widya bilang dia sedang ada urusan. Sebenarnya dia juga khawatir dengan keadaan Kanaya tapi karena memang keadaannya tidak pas, jadi dia tidak bisa ikut ke rumah Kanaya tadi.

      "Udahlah, Nay, jangan nangis terus, cowok gak cuma dia doang ko." Vanya berusaha membujuk Kanaya agar berhenti menangis.

     "Iya, Nay, jangan dipikirin, cowok kayak gitu tuh gak pantes lo tangisin." Sambung Febby.

      Kanaya yang masih sesegukan hanya bisa diam, tanpa berniat untuk menghentikan tangisannya. Hatinya terlalu sakit, rasanya bukan cuma sekedar sakit biasa, karena Kanaya juga harus menahan malu karena sudah secara terang-terangan menyatakan perasaanya pada Dio, bahkan di saat yang tidak tepat seperti tadi. Kanaya terlalu percaya diri sehingga dia malah menempatkan dirinya sendiri di posisi yang tidak seharusnya. Kalau saja tadi dia tidak nekat mengajak Dio bicara, mungkin semuanya tidak akan seburuk ini, paling tidak Kanaya bisa memperbaiki keadaannya menjadi lebih baik supaya walaupun dia dan Dio tidak bisa bersama, setidaknya Kanaya masih bisa dekat dengannya seperti dulu, itu sudah lebih dari cukup untuk Kanaya.

      "G-gue, gak nyangka kalau jadinya bakalan kayak gini, harusnya gue dari awal gak usah kenal sama dia kalau ujung-ujungnya gue malah jadi suka sama dia." ceracau Kanaya di sela-sela tangisnya.

      Vania dan Febby hanya saling pandang, mereka berdua juga tidak tahu apa yang harus mereka perbuat kecuali diam. Kadang mereka sendiri heran kenapa Kanaya bisa sampai segitunya berharap pada Dio padahal jelas-jelas cowok itu tidak benar-benar serius dengannya dan hanya memberinya harapan palsu yang semu.

"Gue bilang juga apa, Nay, jangan terlalu berharap sama manusia karena ujung-ujungnya pasti lo dikecewain." tukas Febby lagi.

"Ih Febb, lo kenapa sih? Bukannya ngasih solusi malah makin mojokin Kanaya." Tutur Vania.

"Lah gue emang ngomong sesuai fakta ya," tukasnya lagi, "udah deh, Nay, mending juga lo sama Alvaro aja dia kayaknya juga naksir tuh sama lo, kan lo juga pernah ceritakan kalau si Alvaro itu nyuruh lo jadi pacar lo?" tanya Febby.

"Hah? Serius lo, Febb? Nay, ko lo gak cerita sama gue sih? Yawloh, Nay, Alvaro ngajak lo jadian? Gila kalo gue jadi lo gue bakalan langsung nerima cintanya, lo bego kalau lo nyia-nyian cowok kayak dia." Ungkap Vanya panjang lebar.

Seketika itu juga, tangisan Kanaya terhenti, hanya tinggal sesegukannya saja yang masih terdengar. Kali ini pandangannya dia alihkan pada kedua temannya ini, pandangan yang sulit diartikan membuat keduanya spontan mengatupkan bibir mereka. "Jadi kalian gak seneng kalau gue deket sama Dio? Malah seneng kalau gue deket sama ketua kelas gadungan itu?" tegur Kanaya membuat kedua temannya terdiam seketika,

The Fake Class LeaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang