PART EMPAT BELAS - KEJUTAN?

456 63 30
                                    

Pernah dengar, kalau bukan hanya pisau yang dapat membunuh? Ternyata benar, perkataan yang tajam bisa saja membunuh manusia secara perlahan.
-The Fake Class Leader
******

ALVARO menarik kasar tas ransel berwarna hitam miliknya yang tadi ada di atas ranjangnya. Hari ini dia baru saja ingin berangkat ke sekolah. Tadi malam dia berpikir mungkin ada baiknya kalau hari ini dia mampir sebentar ke rumah Kanaya guna menjemput cewek itu. Walaupun dia tahu kalau ujung-ujungnya Kanaya akan menolak untuk berangkat bersamanya, tapi setidaknya Alvaro sudah berusaha dan berharap kalau Kanaya akan menerima tawarannya.

Alvaro keluar dari kamarnya hendak sarapan terlebih dahulu karena memang dia belum sempat sarapan pagi ini. Begitu baru saja keluar dari pintu kamar, dia seperti mendengar percakapan seseorang yang suaranya mengarah dari ruang makan rumahnya. Akhirnya karena penasaran, Alvaro berjalan ke arah tangga lalu melangkahkan kakinya menuruni anak tanggga satu persatu. Dan, betapa terkejutnya dia ketika mendapati ayahnya sedang bersama dengan seseorang. Orang yang wajahnya sangat tidak asing baginya. Orang yang benar-benar dibencinya, sekarang sedang berada di satu meja makan bersama dengan Ayahnya.

"Nah itu dia anaknya," kata Albed begitu melihat Alvaro yang baru saja turun dari tangga rumahnya, "Al, sini nak, kita sarapan bareng sama Tante Yulinda." Kata Albed lagi pada Alvaro.

      Bukannya menuruti permintaan ayahnya itu Alvaro malah diam bergeming, mata elangnya berpindah ke arah seorang wanita muda dengan paras cantik yang bernama Yulinda itu yang kini menatapnya dengan penuh senyum. Alvaro sangat membenci senyuman penuh sandiwara yang dimiliki wanita itu. Menurutnya senyuman itu penuh dengan kepalsuan dan kelicikan.

      "Hai, Alvaro, masih ingat tante?" Tanya Yulinda kemudian.

Alvaro masih diam mematung, dalam hati dia berkata kalau dia tentu saja masih mengingat wanita itu. Wanita yang telah menghancurkan kebahagiaan keluarganya dan juga orang yang telah menghilangkan nyawa satu-satunya orang yang paling dikasihinya, yaitu, ibunya. Alvaro benar-benar kehilangan selera makannya. Entah karena memang sudah merasa kenyang atau karena alasan lain, tapi yang jelas saat ini yang Alvaro inginkan adalah supaya wanita di depannya itu segera menyingkir dari pandangannya. Karena Alvaro sudah benar-benar membenci wajah dengan tampang polos dan baik namun penuh dengan kepalsuan itu.

"Saya ingat, untuk apa anda datang ke sini?" Tanya Alvaro yang tentu saja membuat mata Albed sukses melotot ke arahnya.

"Alvaro! Ngomong apa kamu? Di mana sopan santunmu?" Tegur Albed dengan suara lantang.

"Ssst.. Mas, udah gak apa-apa ko." Desis Yulinda merasa tak enak karena pagi-pagi begini sudah membuat keributan di rumah orang.

"Kemari kamu, duduk sini!" Tukas Albed lagi.

Alvaro menggeleng, "maaf, saya gak mau makan satu meja dengan pembunuh." Kata Alvaro yang langsung melangkahkan kakinya begitu saja untuk pergi dari ruangan itu.

"Alvaro! Kam.."

Baru saja Albed ingin berdiri dari tempat duduknya untuk menyusul Alvaro, namun niatnya itu dilarang oleh Yulinda, "udah gak apa-apa mas, mungkin saat ini Alvaro masih belum bisa menerima kepergiannya Mbak Sarah, aku bisa maklum ko kalau dia bersikap dingin begitu." Kata Yulinda pada Albed.

     Alvaro buru-buru melangkahkan kakinya keluar dari rumahnya. Rasanya setiap kali melihat wajah wanita itu dia selalu jadi teringat dengan almarhumah ibunya. Dia masih ingat bagaimana rasa masakan sop ayam kesukaannya yang dulu sering dibuatkan ibunya, dia juga masih ingat bagaimana reaksi ibunya tiap kali mendapat surat panggilan orang tua sewaktu Alvaro masih SMP dulu. Rasanya masa itu terlalu cepat untuk berlalu.

The Fake Class LeaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang