PART DUA PULUH SATU - Pembalasan!

348 32 5
                                    

Jika mencintaimu adalah sebuah mimpi, aku tak ingin terbangun. Karna aku takut, jika bangun aku akan menyadari bahwa kamu tidak pernah mencintaiku.
-The Fake Class Leader

Kanaya P.O.V

FREE CLASS adalah momen paling menyebalkan yang pernah gue rasain selama gue berada di kelas XI-IPA 2 ini. Dulu, waktu di kelas sepuluh, free class itu bener-bener surga buat gue, serasa kayak di nirwana. Ketua kelasnya tegas, bertanggung jawab, disiplin gak kayak si Alien tengil itu. Ya, lagi-lagi kelas berubah menjadi seperti pasar swalayan seketika ketika Alvaro tiba-tiba datang ke kelas dan bilang kalau ternyata hari ini Bu Netta izin gak masuk kelas. Suara ramai ditambah porak poranda siswa kelas ini seketika terdengar. Malaikat maut hari ini gak ngajar, dan yang paling menyenangkan lagi buat mereka, Bu Netta gak ngasih tugas apapun selama dia gak masuk hari ini.

Gue mendengus kesal, satu tangan gue meraih tas milik gue yang ada di atas meja, gue ingin berkreasi. Daripada gabut, kelas mulai ribut? Mendingan gue ngecat-ngecat kuku biar gak bete. Tapi, sumpah ya, nail polish yang kemarin gue beli di Watson itu bagus-bagus, lucu-lucu banget warnanya. Gue beli lima. Dan semua warnanya adalah warna favorit gue. Baby pink, baby blue, baby green, dan babi-babi yang lainnya. Gue emang penyuka warna-warna lembut, mungkin itu alasannya kenapa sikap gue lemah lembut begini ya. Huehehe, gue yakin kalau temen-temen gue yang denger gue ngomong begini gue jamin mereka akan muntah pelangi.

Well, saatnya mewarnai. Untung kuku gue belum gue potong, jadi bagus hasilnya. Soalnya kalau pakai nail polish terus kukunya pendek jadi gak afdol, apalagi kukunya-kuku jengkol, gede-gede kayak telapak kaki gajah.

"Aaah.. cute banget warnanya." Ungkap gue ketika jari-jari lentik gue sudah gue cat pakai nail polish yang unyunya maksimal ini.

"Ssssttt, jangan berisik, Nay!" Desis Febby yang ada di samping gue.

"Hah? Berisik dari mana? Gitu doang dibilang berisik? Seberisik apa sih sama kondisi kelas sekarang? Lo gak lihat apa sekarang kelas kayak konser Slank?" Protes gue panjang lebar tanpa menoleh ke arah Febby.

"Ini lagi pada nonton film horor, lo gak liat apa?" Bisik Vania sembari menoleh ke belakang, ke arah bangku gue dan juga Febby.

"Hah? Nonton film horor? Sejak kapan? Ko gue gak ta.." kebacottan gue terpotong ketika tiba-tiba saja seseorang memekik nyaring ke arah gue.

"BERISIK WOY! GANGGU AJA!" Pekik seorang cowok yang ternyata adalah Zaenal. Kurang ajar tuh anak udah berani ngebentak gue.

"Biasa aja dong ngomongnya, gak usah pake capslok!" Omel gue, seketika Zaenal terdiam.

Gue lagi-lagi mendengus sebal, sangking fokusnya gue ngecat kuku, gue sampai gak sadar kalau kelas yang tadinya ramai kayak stasiun POCIN, udah jadi sunyi sepi kayak di kuburan. Mata gue yang sedari tadi terarah pada kuku-kuku cantik gue, sekarang gue alihkan ke depan, ke arah papan tulis yang saat ini digunakan untuk menonton film horor yang diputar oleh proyektor kelas. Ternyata lagi pada nonton film Annabelle 2. Gila, sumpah serem banget nih film, gara-gara nonton film ini di bioskop bareng temen-temen gue, gue sampai gak bisa tidur tiga hari tiga malam, ke toilet aja gak berani sendirian, mesti ada yang nemenin.

Sejenak gue alihkan pandangan gue ke arah anak-anak kelas, lagi pada serius nonton, mana digelapin lagi lampunya, gordyn sama jendela ditutup. Persis seperti nonton di bioskop. Gak tau sengaja atau tidak, tiba-tiba saja pandangan gue teralih pada meja yang ada di pojok kelas. Paling pojok, dekat jendela. Di sana sesosok makhluk alien tengah terbaring lemah, tidur. Tidur siang yang indah di hari rabu ceria. Gila ya, ada gitu ketua kelas macam dia. Udah kemarin ikutan bolos, sekarang malah tidur di pojokkan kelas.

The Fake Class LeaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang