Gua mau cinta kita kayak bunga edelweis ini, yang gak akan pernah mati walaupun dibawa ke atas puncak gunung tertinggi sekalipun.
-The Fake Class Leader
*****Author P.O.V
SEPASANG muda mudi tengah berdiri di atas puncak gunung yang ada di salah satu kota di jawa, Boyolali. Orang menamai gunung itu gunung Merbabu. Ya, mereka telah tiba di sini semejak kemarin sore. Setelah memilih pos untuk tempat persinggahan sekaligus tempat peristirahatan mereka, serentetan kegiatan telah mereka lakukan sejak tiba di sini. Mulai dari membuat tenda, makan, melihat sunset dari sabana, bersenda gurau di dekat api unggun, sampai pada saat ini, mereka kini sudah ada di atas puncak gunung Merbabu, tepat pada jam lima pagi, menunggu sunrise, yang katanya adalah saat yang paling ditunggu-tunggu oleh para pendaki gunung untuk mengabadikan momen.
Udara sangat dingin, namun semburat sinar jingga matahari dari ufuk timur nampaknya sudah mulai terbit. Keindahan gunung merapi yang ada di seberang sana juga terlihat sangat indah. Semilir angin berhembus, semua makhluk hidup tentunya masih sangat bisa untuk menghirup oksigen walaupun atsmosfer udara fajar ini masih tertutup kabut yang lumayan tebal.
Lain halnya dengan seorang gadis yang memakai kupluk di kepalanya, yang justru malah merasa kesulitan bernapas di udara sesejuk ini. Ya, Kanaya adalah gadis yang saat ini sedang kesulitan bernapas. Bukan, Kanaya bukan tidak bisa bernapas karena dia kesulitan mendapatkan oksigen, tapi karena saat ini, tepat ketika matahari keluar dari tempat persembunyiannya, seorang pemuda yang mengenakan hoodie berwarna abu-abu kini sedang menatapnya dengan tatapan yang sangat intens. Ditambah lagi dengan pernyataan menjebak yang barusan keluar dari mulut pemuda itu.
"Jadi, gimana? Lo mau kan jadi pacar gua?" Tanya Alvaro lagi, membuat Kanaya terlihat semakin bingung.
Kanaya menggigit bibir bawahnya, melirik ke arah Febby, Zilan, Alex, dan Ridwan yang memang juga ikut datang ke sini karena memang tujuan utama mereka mendaki sampai ke puncak ini supaya dapat melihat indahnya matahari terbit. Itulah destinasi terakhir yang akan dicapai oleh para pendaki gunung di Indonesia. Melihat matahari terbit dan mengabadikan momen bersama teman-teman. Kanaya bahkan tidak tahu-menahu kalau ternyata Alvaro dan teman-temannya yang lain mempunyai rencana lain. Dan Kanaya tidak menyangka kalau ternyata rencananya adalah Alvaro ingin menyatakan perasaannya secara langsung di tempat ini.
"Gue..." Kanaya terlihat berpikir sebentar sebelum akhirnya melihat Febby yang seolah memintanya untuk segera menjawab pertanyaan itu, terlihat jelas dari wajah gadis itu kalau dia terlalu bersemangat melihat adegan romantis seperti ini.
"Nay, ayo cepetan jawab!" Tukas Febby dengan suara yang hampir menyerupai bisikan.
Kanaya menatap Alvaro, kali ini dengan terang-terangan. Alvaro tersenyum, diselipkannya anak rambut Kanaya yang tertiup angin ke daun telinga gadis itu sehingga rona merah nampak timbul dikedua pipinya. Di tangannya sudah ada sebuket bunga edelweis putih yang sedari tadi dia harapkan supaya Kanaya segera mengambilnya sebagai tanda kalau gadis itu menerima cintanya. Tapi sampai detik ini Kanaya masih saja diam tak berkutik. "Kalau lo terima, lo ambil bunga ini terus lo cium, kalau lo gak terima, lo boleh ambil bunga ini, terus lo buang." Kata Alvaro lagi.
Kanaya speechles mendengarnya. Jujur saja, dia sebenarnya juga mempunyai rasa pada Alvaro. Tapi dia sendiri juga tidak paham betul, sebenarnya perasaan semacam apa yang selama ini bergelut di hatinya. Perasaan suka kah? Sayang? Atau malah benci? Sangat sulit untuk di jelaskan secara rinci bagaimana perasaannya yang sesungguhnya pada Alvaro. Alvaro selalu bisa menciptakan rasa nyaman sekaligus rasa menyebalkan dalam satu waktu sekaligus, itu yang membuat Kanaya jadi berpikir dua kali untuk bisa menerima cinta cowok ini.
Perlahan tapi pasti, tangan Kanaya bergerak terulur ke arah buket bunga yang ada di tangan Alvaro. Pelan, dia mengambil alih bunga itu dari tangan Alvaro. Kanaya melirik sekilas mata Alvaro yang masih setia menatapnya dengan penuh harap. Walaupun ragu, Kanaya mengangkat buket bunga itu kemudian kembali melirik Alvaro. Alvaro menelan salivanya, sambil berharap kalau Kanaya tidak akan membuang bunga tersebut dari genggaman tangannya.
"Lo serius suka sama gue? Lo gak main-main kan?" Tanya Kanaya masih memegang bunga edelweis itu di tangannya.
Alvaro menepuk puncak kepala Kanaya, "kalau gua gak serius, buat apa gua bela-belain tadi malem kelayapan sampe tengah malem cuma buat nyari bunga edelweis ini buat lo?" Alvaro balik bertanya.
Kanaya sedikit terkejut begitu mendengarnya. Ya, benar, dia baru ingat sekarang. Tadi malam setelah selesai makan memang Alvaro dan teman-temannya pamit untuk berkeliling. Tapi Kanaya tidak berpikiran kalau Alvaro ternyata sengaja berkeliling untuk mencari bunga liar yang memang hanya tumbuh di daerah pegunungan seperti edelweis ini. Segitu niatnya kah Alvaro menyatakan perasaannya sampai harus melakukan hal itu? Apa itu memang sudah direncanakannya sedari awal?
"J-jadi.." Kanaya menggantungkan kata-katanya, beberapa detik kemudian senyumnya melengkung, matanya menyipit seperti bulan sabit, perlahan diangkatnya bunga edelweis itu kemudian diciumnya di depan Alvaro, "iya, gue mau jadi cewek lo." Ungkap Kanaya, matanya terlihat berbinar.
Mendengar pernyataan yang terlontar dari bibir perempuan di hadapannya itu, senyum Alvaro langsung merekah, tanpa permisi dia segera memeluk erat Kanaya dalam pelukannya. Kaget, Kanaya hanya bisa pasrah mendapatkan perlakuan seperti itu dari Alvaro. Entah mengapa dia merasa bahagia. Perasaan konyol ini tiba-tiba saja muncul di benaknya. Lagi-lagi jutaan kupu-kupu mulai kembali menggelitiki perutnya.
"I love you, Nay." Gumam Alvaro.
"I love you too, Al." Kanaya ikut bergumam.
Kanaya tidak menyangka kalau pelukkan Alvaro benar-benar hangat. Padahal udara di pegunungan saat fajar baru saja mulai menyingsing ini masih sangat dingin. Tapi, Alvaro berhasil membuat dirinya seperti berada di perapian, nyaman dan hangat. Samar-samar, Kanaya mendengar suara dari arah Febby dan teman-temannya Alvaro berada. Petikkan suara gitar mulai terdengar, lirik lagu dari Colbie Caillat - Fallin' For You mengalun perlahan. Kanaya membuka kedua matanya yang semula terpejam, lalu tersenyum ketika melihat Zilan memainkan gitar -yang memang sengaja dibawanya sepenjang perjalanan- dan teman-temannya yang lain mulai menyanyikan lagu itu dengan indah.
I've been spending all my time just thinking about you
I don't know what to do, I think I'm fallin' for you
I've been waiting all my life, and now I found you
I don't know what to do, I think I'm fallin' for you
I'm fallin' for youAlvaro melepaskan pelukannya dari Kanaya lalu berkata, "Gua mau cinta kita kayak bunga edelweis ini, yang gak akan pernah mati walaupun dibawa ke atas puncak gunung tertinggi sekalipun." Katanya tersenyum.
"Thanks, Al, udah nunjukkin semua ini buat gue." Tukas Kanaya ikut tersenyum.
"Ngomongnya pake aku-kamu dong, masa udah resmi pacaran masih pake gue-elo." Protes Zilan.
"Tau nih, masih kaku aja kayak beha baru." Seloroh Alex disambut dengan gelak tawa teman-temannya yang lain.
"Akhirnya kalian resmi pacaran juga." Ungkap Febby tak kalah senang.
"Akhirnya pasangan Tom and Jerry kita jadian juga, semoga abis ini di kelas gak bakalan saling ribut lagi." Ujar Ridwan lalu terkekeh.
"PJ jangan lupa, Al!" Ingat Zilan sambil tersenyum penuh makna.
"Tenang, besok, lo pada makan gratis!" Tukas Alvaro yang langsung disambut dengan sorak-sorai suara teman-temannya.
"Asiiikkk makan gratissss!"
BERSAMBUNG....
Maaf part kemarin gue hapus hehe terlalu bertele-tele soalnya. Semoga suka part ini yaaa selamat membaca dan jangan lupa vommentnya. Thanks ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake Class Leader
Teen Fiction[TAMAT] Dia itu pengganggu, pengacau, gue gak peduli seberapa pinter dia atau seberapa tenar dia di sekolah ini, bagi gue dia itu penghancur mood. - Kanaya. Gua gak tau kenapa gua selalu pengen ngancurin mood dia, seorang cewek berisik yang gak t...