PART TIGA PULUH - Breathless

333 35 0
                                    

Jangan salahkan aku jika senang berada dekatmu, salahkan saja dirimu yang memang terlalu cantik.
-The Fake Class Leader
*****

KANAYA P.O.V

     GUE saat ini sedang berduaan bersama Alvaro. Sebenernya gue pengen banget langsung pulang dan gak nurutin kemauan makhluk ini untuk mampir dulu ke kafe ini. Tapi mau bagaimana lagi, si Alvaronya maksa, tau sendiri dia orangnya kan emang begitu wataknya. Jujur, dari lubuk hati gue yang terdalam, gue pengen banget bicara terus terang sama Alvaro tentang ketidak sukaan gue terhadap sikapnya akhir-akhir ini. Well, gue ngerti banget sih alasan dia berubah haluan kayak gini itu kenapa, tapi gue merasa percuma aja nasehatin dia, gak bakalan ditanggepin, sama aja kayak gue nasehatin batu.

    "Mau pesen makan ga?"

     Gue mengalihkan pandangan gue ke arah sumber suara berasal. Gue memang sama sekali gak buka suara dari semejak gue sama Alvaro sampai di kafe ini. Entahlah, apa karena guenya aja yang canggung atau memang karena keadaan yang membuat kami berdua jadi seperti ini.

     "Engg.. enggak, gue lagi pengen minum aja." Putus gue sembari menyeruput segelas milkshake strawberry di atas meja yang sebelumnya sudah gue pesan.

    Alvaro terkekeh, entah karena muka gue yang memang lucu dari lahir atau memang benar ada yang lucu, sambil memamerkan sederet gigi putih kinclongnya dia bergumam, "tumben.. biasanya kan lo paling semangat kalau soal makanan." Katanya, entah meledek atau memang hanya sekedar basa-basi belaka.

     Gue tertawa sumbang, "enggak ko, emang lagi gak laper aja." Jawab gue singkat.

     Alvaro berhenti tertawa, lalu mata elangnya kembali fokus menatap gue, "lo kayaknya ilfeel banget ya, ngeliat perubahan sikap gua akhir-akhir ini?" Tanyanya.

     Gue sontak menggeleng, "enggak ko, biasa aja persaan," sangkal gue, "emangnya kelihatan banget ya?" Entah karena kalimatnya lucu atau memang pertanyaan gue barusan ini emang bego, si Alvaro tertawa. Lagi.

     "Akuin aja, Nay, kalau lo emang ilfeel sama gua, gua gak akan marah." Putus Alvaro kemudian.

    Gue terdiam sejenak, dalam hati gue bimbang sendiri mau ungkapin ini dari mana, tapi mungkin ada baiknya juga gue kasih tau ini sama Alvaro, siapa tau dia mau berubah kan, "ya, sebenernya sih emang iya gue agak ilfeel sama sikap lo akhir-akhir ini, Al," ungkap gue akhirnya, Alvaro merenggangkan tubunya dan menyenderkannya pada penopang kursi di belakangnya, mungkin lagi berusaha menyimak,

    "Emangnya kenapa sih? Ko sekarang sikap lo jadi berubah gini semejak lo ngundurin diri jadi ketua kelas?" Tanya gue kemudian.

     Alvaro terlihat menghembuskan napas perlahan, sebelum akhirnya berkata, "gua udah capek hidup dalam kekangan terus, sekali-kali gua butuh kebebasan, dan gua ngerasa dengan cara kayak gini aja gua udah ngerasain kebebasan itu." Jawab Alvaro.

      "Ya tapikan gak harus kayak gini juga, Al, kan lo sendiri juga yang rugi, ini juga akan berpengaruh sama nama baik lo selama ini kan?" Ucap gue penuh semangat.

     "Halah, persetan sama nama baik, gua udah terlanjur norehin tinta hitam ke dalamnya, sekalipun gua gak akan pernah peduli sama omongan atau cemoohan orang lain atas hidup gua, ini hidup gua dan gua punya hak buat ngatur arah mana yang gua ingin jalanin buat kehidupan gua," kata Alvaro acuh.

The Fake Class LeaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang