PART DUA PULUH SEMBILAN - He's being bad!

347 29 28
                                    

"Semejak ada lo, semua problem dalam hidup gua rasanya gak lebih berat daripada gua harus kehilangan lo, Nay."
-The Fake Class Leader
******

UNTUK ke sekian kalinya, Alvaro dan teman-temannya dipanggil menghadap Pak Santoso di ruang BK. Baru saja empat hari yang lalu mereka dipanggil karena ketahuan merokok di atas rooftop gedung sekolah, kini mereka dipanggil karena ketahuan mengempisi roda ban kendaraan roda empat milik salah satu guru killer yang pernah membuat salah satu teman mereka sengsara karena hukuman darinya yang terlalu berat, Bu Ginting namanya. Waktu itu Zilan bolos di jam pelajaran taksonomi, karena telat masuk, padahal dirinya sudah dihukum oleh Pak Santoso untuk mendorong motornya dari depan gerbang tanpa menyalakan mesin, tapi setelah sampai di kelas guru killer itu malah menambah hukuman Zilan dengan cara menyuruh Zilan untuk jalan jongkok sebanyak dua puluh lima kali dari ujung lapangan basket, sampai ke ujung sebelah sananya lagi.

Alhasil, Alvaro sebagai teman yang baik tidak terima temannya diperlakukan secara tidak adil seperti itu. Itu sama saja dengan tindakan semena-mena guru pada muridnya. Menurut Alvaro, guru itu sudah keterlaluan karena memberikan hukuman yang terlalu berat pada Zilan. Sampai-sampai, Zilan tidak dapat berjalan dengan normal keesokkan harinya. Maka dari itu, akhirnya Alvaro memutuskan untuk mengerjai guru itu dan ide yang terlintas di kepalanya saat itu adalah dengan cara mengempisi ban mobil milik Bu Ginting bersama teman-temannya.

Aksi itu mereka lakukan kemarin, ketika bel pulang sekolah berbunyi, mereka pikir tidak ada orang yang melihat aksi bejat mereka tetapi ternyata mereka salah, ada salah satu siswa yang melihat kejadian itu dan merekam aksi mereka melalui ponselnya. Kemudian, siswa yang adalah saksi mata kejadian itu akhirnya memberikan rekaman video itu pada Pak Santoso keesokan harinya. Makanya setelai istirahat kedua hari ini, mereka berempat, yaitu Alvaro, Zilan, Alex, dan Ridwan, dipanggil menghadap Pak Santoso. Alvaro bersumpah kalau akan menghabisi orang yang telah melaporkannya dengan teman-temannya itu kalau sampai ketahuan siapa pelakunya.

"Kalian lagi," desis Pak Santoso penuh dengan penekanan, matanya menatap tajam ke arah keempat remaja cowok yang saat ini tengah berdiri tertunduk di depan mejanya, "lagi-lagi kalian." Ulangnya dengan penuturan yang sama.

"Iya, Pak, kita lagi," gumam Zilan, "lagi-lagi kita." Lanjutnya tanpa sedikitpun berani menatap mata guru Bimbingan Konselingnya itu.

Alex mengenggol tangannya kencang, sambil setengah mati menahan tawanya, "goblok lo, Lan!" Desisnya.

"DIAM KALIAN!"

Lidah Zilan yang semula terjulur untuk meledek Alex alhasil tergigit olehnya sendiri karena sangking kagetnya mendengar suara halilintar yang bersumber dari mulut pria paruh baya di depannya itu.

"Iya, Pak saya diem." Celetuk Zilan lagi sembari meringis menahan sakit di lidahnya.

"Saya bilang diam! Siapa suruh kamu buat jawab kata-kata saya!" Semprot Pak Santoso lagi dengan nada suara naik satu oktav.

"Ya, iya pak, maap, daripada Bapak ngomong kita kacangin kan lebih nyakitin hati bapak yang rapuh." Celetuk Zilan tanpa merasa bersalah membuat ketiga temannya yang sedari tadi menahan tawa setengah mampus kinipun mulai tergelak dalam tawa mereka.

Zilan memang tengil, tidak tahu malu, bahkan di saat seperti ini saja dia masih bisa bercanda. Padahal jelas-jelas guru yang saat ini ada di hadapannya bukanlah guru sembarangan. Dia itu Pak Santoso, guru Bimbingan Konseling, sekaligus ayah dari orang yang memiliki yayasan Strada Nawan ini.

The Fake Class LeaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang