"ya seharusnya lo jangan berpikir kalau harapan yang dia kasih itu adalah bentuk rasa suka dia ke lo, mungkin aja dia emang kayak begitu ke semua cewek, atau lo cuma sebagai pelarian saat dia lagi jenuh aja."
-The Fake Class Leader
******KANAYA menyesap susu cokelat di atas meja yang menemaninya di malam hari ini. Dia sedang berada di depan teras rumahnya. Duduk santai di atas kursi berbahan kayu jati yang kuat dengan kedua kaki yang ikut dilipat ke atas kursi. Biasanya, tempat di mana Kanaya bisa mencari ketenangan ketika sedang ingin sendiri adalah di kamarnya, dan tempat kedua adalah, di sini, di teras rumah. Menatap lurus ke depan, menatap taman kecil di depan rumahnya dan juga pagar besar berwarna cokelat yang entah kenapa menjadi menarik untuk Kanaya pandang ketika suasana hatinya sedang tidak bagus.
Pikirannya kembali pada beberapa jam yang lalu, ketika dia dan Alvaro tidak sengaja bertemu dengan Dio, juga perempuan bernama Mila itu. Mengingatnya, membuat Kanaya jadi berpikir tentang hubungannya dengan Dio beberapa waktu dan bagaimana cowok itu dengan mudahnya melupakan semua yang pernah mereka lewati bersama, tidak lama memang, tapi cukup berarti bagi Kanaya. Bahkan untuk kata-kata sanjungan dan perlakuan yang dikhususkan untuk Kanayapun dia juga tidak menyesalinya.
Ya, okelah, Dio hanya menganggap Kanaya sebagai adiknya saja, tapi apa tidak seharusnya dia meminta maaf? Biar bagaimanapun juga Dio sudah memberikan harapan semu padanya dan juga mempermainkan hatinya. Apakah semudah itu Dio pergi meninggalkannya tanpa meminta maaf? Ditambah lagi tadi, ketika bertemu dengannya dan juga Alvaro di retoran seafood itu, Dio menatap mereka berdua layaknya orang yang tidak saling mengenal. Tanpa menyapa atau sekedar basa-basi, Dio segera pergi dari tempat itu, menarik lengan Mila dan pergi begitu saja, tanpa sepatah katapun.
Kesal dengan keadaan, Kanaya mencomot kue muffin cokelat buatan ibunya yang dia taruh di atas piring kaca kecil. Lalu memakannya secara bringas. Kenapa dia harus bertemu Dio? Ditambah perempuan itu, sukses sekali kejadian tadi mengacaukan acara makan besarnya. Padahal niatnya setelah itu, Kanaya ingin meminta Alvaro membelikan dessert es serut roti strawberry yang sebelumnya dia makan. Tapi setelah kejadian bertemu Dio, dia jadi tidak berselera. Kanaya segera meminta Alvaro untuk pulang ke rumah.
Oh ya, ngomong-ngomong, kenapa waktu itu perempuan itu datang ke sekolah menemui Alvaro? Apa dia ingin bertemu dengan Dio, tapi yang dia temui malah Alvaro? Secara kan mereka bertiga memang saling mengenal. Tapi kalau seperti itu, kenapa Alvaro segala meminta Kanaya mengaku sebagai pacarnya di depan perempuan itu? Bukankah itu hal yang tidak wajar dilakukan?
"Aah, pusing!" Kesal, Kanaya mengacak-acak rambutnya sendiri sehingga rambut indahnya seketika menyerupai rambut singa jantan.
Cklek! Kanaya menoleh ketika seseorang membuka pintu utama rumahnya. Detik berikutnya timbul kepala seseorang yang ternyata adalah Rama. Dia memang pulang kuliah lebih awal hari ini karena dosen mata kuliah terakhirnya sedang sakit. Maka jadwal kuliah hari ini terpaksa akan diganti di waktu yang akan datang. Tentu saja itu bukan suatu kabar gembira bagi kebanyakan mahasiswa, apalagi di universitas yang menerapkan sistem kuliah pengganti untuk setiap mata kuliah. Tidak ada yang namanya libur ketika dosen absen atau sakit, adanya juga 'ganti hari masuk'
Melihat Kanaya memberengut, Rama lantas tersenyum jahil. Lalu duduk di kursi sebelah Kanaya. Melirik adik perempuannya yang wajahnya tampak bete itu, lalu bertanya, "kenapa tuh muka? Ditekuk aja kayak lipetan ketek." Goda Rama, tangannya mencomot muffin yang tinggal tersisa satu buah, dan tak lupa juga menyeruput mug berisi cokelat panas milik Kanaya yang sudah mulai mendingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake Class Leader
Teen Fiction[TAMAT] Dia itu pengganggu, pengacau, gue gak peduli seberapa pinter dia atau seberapa tenar dia di sekolah ini, bagi gue dia itu penghancur mood. - Kanaya. Gua gak tau kenapa gua selalu pengen ngancurin mood dia, seorang cewek berisik yang gak t...