PART TIGA PULUH LIMA - Si Mercon (2)

310 18 0
                                    

Apakah cinta selalu menyediakan air mata?
-The Fake Class Leader
*****

     KANAYA mengerjapkan kedua matanya beberapa kali ketika indra penciumannya menghirup suatu aroma yang sangat menyengat, namun menenangkan. Kemudian perlahan dia membuka matanya dan mendapati dirinya kini tengah berbaring di atas ranjang yang ada di sebuah ruangan bercat putih, UKS. Alvaro yang tadinya tengah memegangi sebuah botol minyak angin aroma terapi di depan hidung Kanaya alhasil tersenyum ketika sadar bahwa Kanaya telah siuman dari pingsannya.

   "Gimana, udah mendingan?" tanya Alvaro sembari menarik kembali botol minyak angin itu dari Kanaya.

   Kanaya mengangguk, lalu menarik tubuhnya sedikit ke atas kemudian mengubah posisi tidurnya menjadi posisi duduk, "iya, udah mendingan." ungkapnya.

   "Gua lupa lo belum sempat sarapan tadi, maaf ya, gara-gara gua lo jadi ikut kena hukum sampe pingsan gini." tukas Alvaro.

    Kanaya tertawa kecil mendengarnya, jelas-jelas semua ini bukan salahnya, Kanaya saja yang tadi terlalu terburu-buru untuk berangkat sekolah, padahal tadi Ibunya memintanya untuk membawa roti bungkus yang ada di meja makan dan memakannya saat di perjalanan. Tapi Kanaya malah tidak mengindahkan kata-kata itu dan malah buru-buru pergi tanpa berniat untuk membawa roti bungkus yang dikatakan Ibunya.

    "Bukan salah lo, gue yang salah karena bangun kesiangan, udah gitu gak sempet ngambil roti bungkus yang nyokap gue suruh gue buat bawa." aku Kanaya.

   "Ya udah, nanti gua beliin makanan di kantin buat lo, lo mau makan apa?" tanya Alvaro.

     Kanaya menggeleng, "gak usah, nanti gue mau makan dikantin aja, kan nanti sekalian teraktir buat PJ." ujar Kanaya.

     "Serius? Sekarang laper ga?" tanyanya, gue menggeleng.

    "Ya udah kalau gitu, biar nanti gua yang traktir mereka sekalian sama temen-temen gua." kata Alvaro.

    "Iya." gumam Kanaya.

    Terjadi keheningan beberapa saat sebelum akhirnya Alvaro kembali berkata, "Kalau kamu sekarang masih lemes kamu istirahat di sini aja, nanti aku sendiri yang ke kantor buat nemuin Bu Anggi, biar aku aja yang dihukum, kamu jangan."

    Entah Kanaya yang terlalu perasa atau memang perkataan Alvaro barusan memang mengandung unsur puitis, kedua pipi Kanaya mendadak panas. Dia merutuki dirinya sendiri yang malah berpikiran terlalu berlebihan untuk menanggapi perkataan Alvaro tadi.

   Alvaro melirik Kanaya yang wajahnya kini semerah tomat, "Kamu blushing." ungkap Alvaro singkat, tapi mampu membuat detakkan jantung Kanaya malah tambah berdegup kencang dalam beberapa kali hentakkan.

   "Soalnya kamu.. ngomongnya pakai aku-kamu." gumam Kanaya pelan, sangat pelan bahkan, sampai nyamuk pun tidak bisa mendengarnya.

  Alvaro terdiam selama beberapa detik, sebelum akhirnya gelak tawanya meledakk seketika, dia tidak tahu seberapa polosnya Kanaya sampai berbicara menggunakan aku-kamu ketika pacaran saja rasanya sampai segagu itu. "kenapa emang kalau pake aku-kamu? Kamu risih? Ya udah ganti aja deh jadi Ayah-Bunda, gimana?" tawar Alvaro sambil menaikkan kedua alisnya.

   Kanaya memberengut, tangannya terjulur guna mencubit pinggang cowok yang duduk di tepi ranjang UKS itu, namun gagal karena dengan sigap Alvaro mampu menghindar dari cubitan maut Kanaya, "nyebelin dasar! Jijik tauk, masa pacaran manggilnya Ayah-Bunda kayak anak alay aja." sungutnya.

   Alvaro terkekeh, lelu berkata, "makanya udah pake aku-kamu aja biar romantis, masa pacaran ngomongnya pake gue-elo sih kayak pacaran sama preman aja," tukasnya, kemudian Alvaro mengulurkan tangannya mengambil gelas berisi teh hangat —yang tadi sudah disiapkan oleh anak-anak eskul PMR ketika dia membawa Kanaya ke sini tadi— dari atas nakas, lalu diberikannya pada Kanaya, "ini diminum dulu tehnya, biar enakan."

The Fake Class LeaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang