The Beginning

26K 664 2
                                    

"Sya.. Berjanjilah padaku." Ujar sesosok wanita anggun yang kini terbaring lemah di tempat tidur.

"Ya kak.." Jawab gadis itu seraya mengapus air mata yang jatuh di pipinya menggunakan punggung tangan.

"Berjanjilah untuk menggantikanku. Menyayangi David dan anak-anak-ku." Kata wanita itu tulus.

"Kak, jangan berbicara seperti itu. Kakak harus kuat! kakak pasti bisa menjalani ini semua." Ujar gadis itu menyemangati kakaknya. Namun sang kakak hanya menggelengkan kepalanya.

"Aku sudah tidak kuat, penyakit ini lebih kuat dariku.. Berjanjilah padaku untuk menjaga David dan anak-anakku." Kata kakaknya memelas.

"Aku berjanji akan membantu David menjaga anakmu." Kata Sasya yakin.

"Terima kasih.. David, kemarilah." Kata Fillia memanggil sesosok pria yang sangat dicintainya berdiri di belakang adiknya.

"Ya sayang?" Kata pria itu lembut.

"Aku ingin kau berjanji juga untuk menjaga adikku dan anak-anak kita." Kata wanita itu lemah.

"Ya, aku akan menjaga mereka untukmu sayang."Bbisik pria itu lembut di telinga Fillia.

"Aku juga ingin kau menikahinya.." Kata Fillia akhirnya, David hanya diam seribu bahasa.

David tak menyangka bahwa permintaan terakhir sang istri akan seberat ini. Hal yang tidak ingin ia lakukan.

"Kumohon sayang." Kata Fillia memelas.

"Aku tidak bisa melakukan yang satu ini. Aku mencintaimu, itu tidak mungkin kulakukan." Kata David seraya menatap lembut wajah istrinya.

"Kumohon.. Jika kau mencintaiku, lakukanlah." Ujar Fillia lemah, hampir seperti bisikan.

David dan Sasya hanya bisa memandang nanar kakaknya, mereka tidak mungkin melakukan itu.

Setelah berkata seperti itu, kakaknya segera menutup mata dan tersenyum. Lalu berbunyilah alat rumah sakit yang menandakan nyawa sang kakak sudah tidak ada lagi.

Jatuh sudah air matanya, air mata itu mengalir deras. Dia kehilangan kakaknya yang amat sangat menyayanginya. Kehidupannya selalu bergantung pada Fillia, tapi kenapa dia meninggalkannya secepat ini?

Hanya Fillia lah satu-satunya keluarga Sasya, dan ia tidak menyangka sekarang dia sudah tidak mempunyai itu lagi.

****

Selesai pemakaman sang kakak, Sasya segera berlalu meninggalkan makam kakaknya.

Belum sempat ia melangkahkan kaki keluar pemakaman seorang pria yang sedang sangat terpukul itu memanggilnya.

"Sasya tunggu! ada yang ingin aku bicarakan." Ujar laki-laki itu.

"Ya? ada apa?" Kata Sasya berbalik dan menatap David.

"Besok saja kita bicarakannya, kutunggu kau di Càfe dekat kampusmu besok siang." Ujar David datar

"Baiklah, jam berapa? Aku ada waktu senggang sekitar jam satu." Kata Sasya setelah mengecek jadwalnya di ponselnya.

"Jam dua saja." Kata David lalu pergi begitu saja diikuti kedua anaknya, Sunny dan Kevin.

****

Sesuai perjanjian kemarin di pemakaman, Sasya berniat untuk menemui David di Càfe yang paling dekat dengan kampusnya.

Dia masuk ke dalam Càfe itu dan mengedarkan pandangannya mencari sosok orang yang ingin ditemuinya.

Setelah mengedarkan pandangannya ke sekeliling, terhentilah pandangannya saat melihat sosok yang dia cari dan langsung menghampirinya.

Sasya mengambil duduk di depan David. "Hey, maaf membuatmu menunggu." Kata Sasya ramah berusaha tersenyum.

"Tidak apa. To the point saja, aku ingin menepati janjiku untuk menikahimu." Kata David, Sasya langsung membelalakan matanya.

"Jangan gila! Kita masih berduka atas kepergian Kak Fillia." Balas Sasya kesal.

"Memangnya kenapa?" Tanya David melemparkan tatapan tajam ke arah Sasya.

"Kau ini, Kak Fillia baru saja meninggal dan kau tiba-tiba mengajakku menikah." Ujar Sasya kesal.

'Bagaimana bisa sih dia? istrinya baru saja meninggal, dia malah ingin menikah denganku. Pernikahan itu kan harus didasari dengan cinta! Dia saja tidak cinta padaku.' Batin Sasya.

Seakan tau jalan pikirannya Sasya "Kau mau berpacaran dulu denganku? Pendekatan agar saling jatuh cinta terlebih dahulu? Mana mungkin! Aku juga melakukan ini demi Fillia, jika dia tidak menyuruhku aku juga takkan sudi menikah denganmu!" Kata David menatap tajam langsung ke manik mata Sasya.

Semua perkataan itu benar-benar menyakiti hatinya. Ia memang tidak memiliki rasa apapun terhadap David, begitu juga dengan David. Tapi, apakah perlu untuk berucap seperti itu?

Sasya yang diperhatikan seperti itu langsung membuang muka, gugup. Dia juga merasa tidak enak ditatap seperti itu dan dibalas oleh kata-kata seperti tadi.

"Jadi bagaimana?" Tanya David dingin.

The Power Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang