Better

10.8K 337 5
                                    

"Ayo, kita pulang," Ujar David sambil mencolek hidung Sasya yang sedang cemberut karena ditertawakan.

"Udah, kalian pulang aja dulu. Mama disini baik-baik aja kok, paling beberapa hari lagi udah boleh pulang..." Lirih Mrs.Amy kepada semua anaknya.

"Engga ma, aku mau nungguin mama disini." Potong Laura cepat dengan mata berkaca-kaca merasa sedih melihat ibunya terbaring lemah dirumah sakit.

"Ra, kamu lebih baik pulang. Biar kakak yang jaga mama disini, kamu jangan khawatir." Laura langsung menatap David yang menatapnya lembut.

"Ga, Dave! Kamu harus ke kantor besok kan? Kamu ga boleh kelelahan. Kalau kamu sakit, nanti siapa yang akan bertanggung jawab atas kehidupan para bawahan kamu?" Tolak Mrs.Amy dengan mata memohonnya.

"Ma, David punya orang kepercayaan yang bisa gantiin Dave, jadi maa ga perlu pikirin pekerjaan." David beralih berbicara pada Mrs.Amy.

"Tapi, Dave. Kamu kan har.."

"Biar aku aja yang jagain mama," Potong Harris langsung.

"Aku juga.."

"Ga! Lebih baik kamu pulang, Laura." Ujar Harris dengan cepat.

"Tapi, aku juga ma.."

"Sekali ga ya tetep ga!" Tegas Harris tak terbantahkan, namun itu tak menciutkan nyali Laura sedikitpun.

"Aku juga mau jagain mama. Aku anaknya, dan aku berhak untuk itu." Bantah Laura dengan menghentakan kakinya marahn Harris hanya berdecak kesal melihat tingkah Laura yang seperti anak kecil.

"Ya tuhan, Laura. Kamu itu lagi hamil, komohon turutilah kata-kataku. Ini demi kebaikanmu, sayang." Kata Harris gemas.

Semuanya membelalakan matanya terkejut. Tentu saja, siapa yang tidak terkejut jika mengetahui orang yang paling sering bertingkah kekanak-kanakan dan seenaknya itu akhirnya hamil setelah menunggu dua tahun lamanya.

"Kamu hamil??" Tanya mereka serentak kepada Laura yang pipinya sudah memerah seperti tomat. Harris hanya diam saja karena dia keceplosan tadi, dan mungkin istri kesayangannya itu akan marah padanya.

"Ya... Begitulah," Kata Laura dengan cuek, dan memincingkan matanya kepada sang suami yang hanya menyengir.

"Udah berapa lama?" Tanya Mrs.Amy dengan berseri-seri walau sedang sakit parah, ia tetap senang jika mendengar anak perempuannya sebentar lagi akan menjadi ibu dan ia akan mendapatkan cucu lagi. Yah walaupun bukan cucu yang pertama, tetap saja rasanya sangat menyenangkan bagi wanita yang sudah berumur -namun masih tetap cantik- itu.

"Tiga minggu," Jawab Harris dengan senyum tipis.

"Ayo, Laura lebih baik kita pulang sekarang. Sepertinya sudah malam." Kata Sasya dengan canggung akhirnya dapat angkat bicara.

"Oh iya," kata Laura lalu berpamitan kepada Mrs.Amy dan Harris.

"Dave, Laura nginep dirumah lo dulu ya, dirumah gue kan sepi, dan jangan lupa jagain dia," Kata Harris kepada David yang hanya menunjukkan ibu jarinya sambil berkata 'sip'.

Lalu, Sasya, David, dan Lauraa berjalan beriringan menuju parkiran.

*****

Mereka duduk dalam mobil dengan keadaan hening. David sesekali melirik ke samping untuk melihat Sasya yang sudah tidur, ia tersenyum sendiri melihat Sasya yang sangat lelap tidurnya.

Mobil pun berhenti karena lampu merah. David segera mengambil bantal dan jaket miliknya yang ada di dashboard. Ia segera meletakan bantal itu dibelakang kepala Sasya dan menyelimutkan badan Sasya dengan jaket miliknya.

Dipandangnya lama wajah babyface milik Sasya. Dia tersenyum tipis melihat Sasya yang begitu cantik dan menggemaskan saat terlelap. Dikecupnya kening Sasya lama.

Setelah melihat lampu merah yang berubah menjadi kuning, lalu berubah lagi menjadi hijau. David segera menjalankan mobilnya dengan pelan dan dengan hati yang menghangat.

"Jadi... Kamu bener-bener cinta sama dia, Dave?" Tanya seseorang yang berada dibelakang, Laura. David tersentak saat menyadari kalau Laura masih sadar belum terlelap.

"Hmm,"

"Kak, jawab aku," Rajuk Laura sambil mengerucutkan bibirnya.

"Tau apa sih kamu tentang cinta?" Kata David sambil memeletkan lidahnya kepada Laura melewati kaca.

"Kak, aku udah besar dan aku serius." Kata Laura dengan nada mengancam.

"Haaa.. Ngantuk," Ujar David pura-pura menguap, Laura yang melihat itu pun memutar kedua bola matanya dan mencibir.

David sengaja tidak menjawab pertanyaan Laura karena ia masih bingung dengan dirinya sendiri. Jauh dilubuk hatinya, ia sangat menyayangi Sasya, tetapi akal sehatnya mengingatkan kalau Sasya adalah -mantan- adik iparnya dan rasanya sangatlah tidak etis jika ia jatuh cinta terhadap Sasya.

David dan Laura tidak tahu, sebenarnya Sasya mendengar itu semua. Dia sudah tersadar sejak David meletakkan bantal dibelakang kepalanya. Sasya berusaha mati-matian untuk menahan isakkannya, untung saja ia memalingkan wajahnya ke jendela sehingga tidak ada yang tahu kalau sebenarnya ia menangis.

Dia tahu, David tidak akan pernah mencintainya. Hah, bagaimana bisa ia berharap kalau David akan menjawab dengan tegas bahwa David mencintai dirinya. Dia sadar betul, kalau dia hanyalah adik ipar dan selamanya akan seperti itu.

Mengingat itu hatinya kembali sesak, seperti ada ribuan pecahan beling yang menancap dihatinya. Kenapa kenyataan ini sangat menyakitkan bagi Sasya.

Kalau memang David tidak mencintainya? Lalu buat apa David mengecup keningnya? Tentu saja itu karena ia sayang padamu Sasya, sayang dalam artian yang berbeda. David sayang karena ia adalah ADIK IPARNYA. Hanyalah ADIK IPAR.

Mobil berhenti dipekarangan rumah, Sasya membuka matanya dan menghapus sisa air matanya lalu pura-pura menguap.

"Udah sampe?" Tanya Sasya saat David mematikan mesin mobil, Laura keluar dari mobil dan langsung memasuki rumah menuju kamar tamu.

"Udah," Jawab David pelan sambil menatap dalam Sasya. Sasya langsung menguap dan keluar dari mobil.

"Hey, tungguin dong" Teriak David setelah keluar dan berlari-lari kecil menyusul Sasya yang sudah berjalan duluan menuju kamar mereka.

David melihat Sasya yang berlajan dengan malas, dia menyadari kalau Sasya sedang kelelahan. Akhirnya dengan senang hati, David mengendong Sasya ala bridal style.

Sasya diam tak protes saat David dengan tiba-tiba mengendongnya seperti itu. Dia hanya menikmati wangi parfum David yang tercium jelas oleh Sasya. Wangi khas David yang selalu membuatnya merasa nyaman.

Sasya berharap semoga saat-saat seperti ini tetap berlanjut agar ia bisa terus menikmati kasih sayang yang David berikan walaupun ia tahu kalau David menganggapnya adik ipar yang patut diperlakukan seperti ini.

David merebahkan tubuh Sasya di atas tempat tidur dengan perlahan, melihat Sasya yang sudah terlelap ia hanya tersenyum dan mengecup kedua pipi tembam milik Sasya, lalu beralih ke kening, hidung Sasya yang mungil dan mancung, dan terakhir bibir merah Sasya.

David menghampiri lemari, menganti baju dengan baju tidur dan berjalan ke arah saklar dan mematikan lampu. Setelahnya, ia merebahkan dirinya ditempat tidur dengan tak lupa mematikan lampu yang berada dinakas lalu menutupi dirinya dan Sasya dengan selimut.

°°°°°°°

Akhirnya chapter ini selesai juga. Comment nya ditunggu yaaaa. Aku mau minta pendapatnya doang kok tentang cerita ini gimana? Sekalian sarannya ya untuk chapter selanjutnya kalo bisa.

The Power Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang