14

11K 351 4
                                    

●●●

"TELAT!"

Secepat kilat Alana bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Hanya membutuhkan beberapa menit ia telah selesai mandi, lalu segera memakai seragam sekolahnya. Setelah bersiap-siap, gadis itu berlari keluar dari kamar.

Ia menuruni anak tangga rumahnya dengan tergesa-gesa lalu langsung berlari ke luar rumah. "ALANA SARAPAN DULU!" teriak Aldina dari dalam rumah.

"AKU UDAH TELAT!" sahut Alana lalu masuk ke dalam mobilnya. Hukuman yang diberi Aldina telah selesai karena Aldina dan Dika sudah datang ke sekolah Alana.

Dengan kecepatan penuh ia membelah jalan raya. Sesampainya di dekat sekolah, ia melihat gerbang yang sudah ditutup. Gadis itu berdecak, kemudian ia membelokkan mobilnya menuju belakang sekolah. Ia turun dari mobil lalu mengunci mobilnya terlebih dahulu.

Setelah itu Alana melempar tas nya terlebih dahulu ke halaman belakang sekolah, baru lah ia memanjat tembok pembatas dan mendarat dengan sempurna. Namun detik selanjutnya ia mendesah kesal saat melihat Pak Momon sedang berkacak pinggang dengan tas di atas kepalanya.

"Ikut saya!" Seru Pak Momon sambil memberi tas Alana yang mendarat mulus di kepalanya. Dengan malas Alana mengikuti Pak Momon di belakang. Ia tidak menghiraukan ocehan Pak Momon yang tak ada ujungnya. Sampai di lapangan upacara, Pak Momon menyuruh Alana untuk berdiri sampai jam istirahat. Setelah itu lelaki paruh baya itu pergi meninggalkan Alana di tengah lapangan upacara.

Alana hanya bisa berharap hujan segera turun agar hukumannya bisa hilang. "Tai, pagi-pagi udah lepek aja ini rambut." gerutunya.

"Kamu itu sudah kelas duabelas tapi masih suka telat, mau jadi apa kamu nanti."

Alana mendengar suara ocehan itu dari arah belakangnya. Tetapi ia tak pikir pusing tentang itu, ia masih sibuk menyeka keringatnya. Tak lama, seseorang berdiri di sampingnya. Ia menoleh ke arah orang itu. Riga. Gadis itu kemudian hanya diam tanpa minat berbicara.

"Semoga hujan, semoga hujan." ucap gadis itu dengan nada memohon. Tak disangka, harapan Alana dikabulkan. Hujan tiba-tiba turun, sontak Alana dan Riga pun berlari ke pinggir lapangan.

Alana kemudian melangkahkan kaki nya untuk menuju kantin. Tetapi tangannya dicekal oleh Riga membuat gadis itu menoleh ke belakang. "Apaan sih," ucap Alana melepaskan cekalan Riga.

"Kantin gak aman," ucap Riga menunjuk bu Dera dengan dagunya yang sedang berpatroli di area kantin. Riga kemudian menarik tangan Alana untuk mengikutinya ke perpustakaan di lantai tiga. Perpustakaan itu jarang ditempati karena tempatnya yang terpencil diujung koridor, sedangkan di lantai satu dan dua sudah ada perpustakaan.

Sampai disana, dengan kesal Alana duduk di sebuah bangku. Bagaimana tidak kesal, ia sedang haus tetapi dengan seenaknya Riga membawanya ke perpustakaan yang sepi dan sunyi ini. "Gue haus banget nih. Lo ngapain sih bawa gue kesini." ucapnya.

"Mau dihukum lagi?" cibir Riga datar.

Alana berdecak, "daripada disini, udah panas, sepi, banyak debu. Bisa mati gue disini,"

Riga hanya diam lalu memainkan ponselnya. Alana melirik Riga dengan jengkel. Selalu saja perkataannya diacuhkan oleh lelaki blesteran itu. Karena kesal, Alana merebut ponsel yang ada di genggaman lelaki itu. "Lo denger gue gak sih?"

"Balikin,"

Alana menggeleng, "Gak! Lo dari kemarin cuekin gue. Budeg lo ya,"

"Balikin hp gue,"

Difficult LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang